Pandemi Covid-19 yang mewabah sejak awal tahun 2020 membuat seluruh dunia lumpuh pada beberapa sektor, tak terkecuali Indonesia. Selain pada bagian kesehatan, sektor ekonomi juga mulai tergoyahkan dengan banyaknya penutupan perusahaan, sehingga mengakibatkan para pegawai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, sektor industri khususnya mineral dan batubara (minerba) yang setiap tahunnya memberikan sumbangsih devisa ke kantong Indonesia turut melemah.
Samsia Gustina, Kasubdit Pengembangan Investasi dan Kerja Sama Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, memaparkan bahwa pandemi Covid-19 mempengaruhi aktivitas pembangunan smelter dan permintaan batubara, proyeksi capaian investasi minerba tahun 2020 sebesar 61 persen. Menurut Direktur PricewaterhouseCoopers (PwC), Dedy Lesmana, terdapat potensi peluang investasi di sektor hilir nikel dan atau industri EV battery yang mengolah bijih nikel kadar rendah.
Meskipun sudah dituangkan dalam UU Minerba No. 3 Tahun 2020 yang memang diharapkan menjawab permasalahan investasi pertambangan di Indonesia. Namun, beberapa penanggap menilai para investor menunggu aturan turunan untuk pelaksanaan (PP).
Mengapa pada akhirnya investor menunggu kehadiran PP dari UU Minerba No. 3 Tahun 2020 terbit? Bagi investor dan pengusaha, dengan terbitnya PP dari UU Minerba No 3 Tahun 2020, diharapkan para investor sudah melihat peluang investasi mereka di pertambangan Indonesia.
Karena jika PP dari UU Minerba No. 3 Tahun 2020 tidak terbit, maka pemerintah dinilai publik tidak mendukung meningkatnya peran pertambangan dan pembangunan nasional seperti peningkatan eksplorasi, peningkatan produksi, peningkatan penerimaan negara, dan peningkatan nilai tambah mineral menuju industri berbasis sumber daya alam.
Ketika pemerintah tidak mendukung perusahaan untuk survive dalam menjalankan pembangunan sekaligus bisnis, maka peran pertambangan dan hilirisasi dalam pembangunan nasional bagaikan hanya ada di angan-angan: tidak akan terealisasi.
Ikuti tulisan menarik Sri Kandhi lainnya di sini.