x

Liga Indonesia

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 2 Oktober 2020 15:55 WIB

Liga Pilkada Digelar, Liga Sepak Bola Indonesia Tak Diizinkan, Meski Tak Pernah Ada Klaster Corona dari Sepak Bola

Sejak corona hadir di Indonesia, alhamdulillah, meski sepak bola terus menggeliat di semua kelompok umur di seantero Indonesia, bahkan ada kompetisi di kelompok umur yang sudah bergulir, banyak turnamen internal semacam trofeo dan lainnya, belum ada klaster corona dari sepak bola.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Sejak corona hadir di Indonesia, alhamdulillah, meski sepak bola terus menggeliat di semua kelompok umur di seantero Indonesia, bahkan ada kompetisi di kelompok umur yang sudah bergulir, banyak turnamen internal semacam trofeo dan lainnya, belum ada klaster corona dari sepak bola.

Malah, klaster corona justru terus menyasar para paslon dan seluruh stakeholder Pilkada. Sudah berapa banyak calon pemimpin daerah terpapar corona. Sudah berapa banyak klaster corona menyerang anggota KPU, Bawaslu dll?

Wahai pemimpin Indonesia, lihatlah betapa masyarakat Indonesia sangat kecewa akibat Polri membatalkan rencana gelaran Liga 1 dan Liga 2 yang hanya berselang tiga hari dari jadwal kick off yang telah ditetapkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbagai ungkapan kecewa bertebaran di berbagai media sosial, bahkan sampai ada spanduk-spanduk kekecewaan yang terpublikasi hingga mengganti logo Liga1 menjadi Logo Liga Pilkada.

Mengapa sepak bola yang menjadi olah raga yang paling dicintai rakyat Indonesia dan menjadi gantungan hidup untuk "makan" harus dikorbankan demi Pilkada? Bila alasan pembatalan yang hanya dalam kurun 3 hari sebelum kick off karena pandemi corona, mana lebih riskan mana antara gelaran sepak bola Liga 1 dan Liga 2 yang jelas-jelas akan diputar tanpa penonton di Stadion, dibandingkan dengan Pilkada di 270 daerah di Indonesia?

Pilkada jelas-jelas membutuhkan kehadiran rakyat atau massa dari mulai proses hingga hari pencoblosan, namun sepak bola tanpa penonton malah di cekal.

Sejak pandemi corona singgah di Indonesia, geliat sepak bola dari akar rumput hingga dewasa hingga sepak bola hiburan untuk kesehatan dan tingkatkan imun terus dilakukan oleh masyarakat. Namun, hingga kini belum ada berita yang menyebut ada klaster corona dari sepak bola.

Bila Liga 1 dan Liga 2 diputar pun, para suporter dari berbagai klub sudah menyadari dan akan mematuhi protokol Covid-19, lalu menonton kompetisi dari tayangan televisi di rumah.

Sejatinya, siapa pun sutradara dari pembatalan kick off Liga 1 dan Liga 2, yang hanya berselang 3 hari dari pelaksanaan, benar-benar tak punya hati.

Percuma Presiden selama ini bicara pemulihan ekonomi dan memperhatikan rakyat. Tapi apakah Presiden dan Polri memahami berapa biaya yang sudah dikeluarkan klub demi menyiapkan kompetisi sepak bola di dalam negeri?

Apakah akibat keputusan Polri yang dianggap tak punya hati ini, Presiden dan Polri akan mengganti biaya kerugian dari klub dan seluruh stakeholder yang terkait Liga 1 dan Liga 2?

Sangat jelas, bahwa sepak bola kini telah menjadi gantungan hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Rencana bergulirnya Liga 1 dan Liga 2 yang akan ditayangkan langsung via televisi pun bukan saja menghidupkan roda ekonomi para pelakunya, namun masyarakat pun akan dihibur dengan sajian sepak bola dalam negeri di tengah krisis multi dimensi ini.

Lebih dari itu, Indonesia yang telah ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2021, pun harus memberikan bukti kepada FIFA dan dunia, meski di tengah corona, sepak bola Indonesia tetap.dapat bergulir dan tidak menambah klaster baru corona.

Kini, dengan pembatalan Liga oleh Polri yang dianggap oleh rakyat tak punya hati karena hanya kurang dari 3 hari kompetisi digelar, sangat mencerminkan Polri tak memihak sepak bola nasional dan bertindak jauh dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena ternyata Polri tak berkutik atas penyelenggaraan Pilkada.

Bahkan, sejak pembatalan Liga, hingga kini tak terdengar permohonan maaf baik dari Presiden maupun Polri, karena telah membuat kecewa publik sepak bola nasional, namun justru terus asyik mengawal proses Pilkada.

Sejatinya, apa yang dilakukan oleh pemerintah dan Polri melarang Liga sepak bola digelar dan membiarkan Pilkada berjalan, mereka sedang menggali lubang sendiri yang tak disadari bahwa rakyat semakin membenci dan tak percaya lagi kepada "rezim" zaman ini.

Harus disadari, bila suporter sepak bola di seluruh Indonesia yang kecewa kepada Pemerintah dan Polri bersatu, maka kekuatannya sangat dahsyat lebih dari kekuatan rakyat Indonesia pada umumnya. Namun, nampaknya baik pemerintah dan Polri menutup mata akan hal ini dan tetap membatalkan Liga, namun membiarkan Pilkada berjalan, dan tak takut publik marah.

Sadarkah pemerintah dan Polri, bahwa dengan membatalkan atau tak mengizinkan Liga bergulir, mereka sendiri sedang menggembosi semangat Pilkada yang justru butuh suara rakyat untuk perolehan kursi para Paslon?

Kira-kira apakah Pilkada akan didukung oleh masyarakat di mana sebagian besar masyarakat Indonesia adalah pecinta sepak bola yang kini telah dibikin kecewa?

Sejak corona hadir di Indonesia, alhamdulillah, meski sepak bola terus menggeliat di semua kelompok umur di seantero Indonesia, bahkan ada kompetisi di kelompok umur yang sudah bergulir, banyak turnamen internal semacam trofeo dan lainnya, belum ada klaster corona dari sepak bola.

Malah, klaster corona justru terus menyasar para paslon dan seluruh stakeholder Pilkada. Sudah berapa banyak calon pemimpin daerah terpapar corona. Sudah berapa banyak klaster corona menyerang anggota KPU, Bawaslu dll?

Bapak Presiden, mengapa Bapak diam dan tak membela rakyat yang juga menggantungkan makan dari sepak bola? Indonesia adalah tuan rumah Piala Dunia U-20, bukan tuan rumah Piala Pilkada Dunia, lho.

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler