x

Iklan

Vaesnavadeva Adhyatma

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 Oktober 2020

Rabu, 7 Oktober 2020 09:51 WIB

Dosa Terbesar Jiwasraya yang Seharusnya Bisa Dihindari

Sebagai perusahaan asuransi, keamanan dana adalah prioritas utama. Tapi seolah lupa, Jiwasraya mengabaikan aspek terpenting di dalam dunia keuangan yang menyebabkan terjadinya kasus gagal bayar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kedisiplinan, kepintaran dalam mengambil keputusan dan kejujuran adalah aspek penting yang harus dimiliki oleh sebuah perusahaan. Tanpa ketiga hal tersebut, perusahaan hanya akan menjadi ladang kerongsokan yang siap untuk jatuh ke dalam jurang kebangkrutan.

Jiwasraya sebagai perusahaan asuransi milik BUMN mungkin sudah memiliki kedisiplinan dalam mengelola usahanya. Tetapi mereka melupakan dua aspek penting lainnya yaitu kepintaran dan kejujuran. Kelalaian mereka terbukti dengan terjadinya kasus gagal bayar yang menimpa Jiwasraya.

Lalu apa saja dosa besar Jiwasraya sehingga perusahaan ini mengalami kasus gagal bayar? 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

1. Keamanan Dana Di-nomor duakan

"Mana yang lebih baik? Risiko tinggi timbal balik tinggi atau risiko rendah timbal balik rendah?"

Tanyakan pertanyaan itu ke investor dan manajer keuangan terbaik di dunia, dan saya selalu yakin jawaban mereka pasti sama yaitu "Risiko rendah dan timbal balik rendah". Mengapa demikian? Karena mereka tahu kalau di dalam dunia keuangan apa saja bisa terjadi, bahkan kenaikan harga saham yang sepertinya mustahil untuk turun-pun suatu saat nanti bisa saja jatuh. Di dalam dunia keuangan, kita selalu dihadapkan oleh situasi di mana jalan terbaik-pun bisa menuntun kita ke dalam jurang.

Jiwasraya malah menaruh aset mereka ke dalam perusahaan yang berkinerja buruk seperti TRAM dan MYRX, TRAM sendiri harganya jatuh hingga 96,77% sebelum akhirnya disuspensi perdagangannya. Jiwasraya seperti tidak bisa memilah mana aset yang baik, dan mana aset yang buruk, terbukti dengan pemilihan saham yang harganya dibeli terlalu mahal (overvalued) oleh mereka. 

Susunan portofolio Jiwasraya juga cukup berisiko, 54,84% portofolio mereka adalah reksadana, dan 26,34% adalah saham, sedangkan obligasi hanya 15,77% saja. Ini sangat berisiko, karena terbukti Jiwasraya sendiri mempercayakan uang mereka kepada reksadana yang pengelolaannya juga buruk. 

Bila Jiwasraya benar-benar mengutamakan keamanan dana para nasabahnya, pasti mereka akan menaruh lebih banyak aset mereka ke dalam obligasi dibandingkan saham dan reksadana. Tapi pada kenyataannya, manajemen Jiwasraya seolah ingin mengejar return tinggi tanpa meminimalisir risiko yang bakal mereka terima.

2. Korupsi dan Kecilnya Kejujuran 

Kejujuran adalah hal yang paling penting untuk fihindari. Tapi Jiwasraya seolah mengabaikannya, korupsi dan kong kalikong yang dilakukan oleh jajaran manajemennya telah merugikan para nasabah yang mempercayakan dana mereka kepada Jiwasraya. Kasus korupsi yang mencuat ini juga membuktikan alasan kenapa sejak awal manajemen keuangan Jiwasraya benar-benar amburadul!

Jiwasraya memang tidak memiliki prinsip pengelolaan yang baik, dan aman. Padahal dalam mengelola perusahaan bukanlah laba yang selalu harus dikejar. Tetapi nama baik, citra dan tentu saja tanggung jawab terhadap konsumen. 

Semoga Jiwasraya bisa terus berbenah di dalam jajaran manajemen yang baru ini. Sehingga suatu hari nanti bisa kembali menjadi perusahaan asuransi kebanggaan negara Indonesia.

 

Ikuti tulisan menarik Vaesnavadeva Adhyatma lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu