x

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Foto: Tempo

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 10 Oktober 2020 05:57 WIB

Sultan HB X dan Ridwan Kamil Temui Demonstran, Pemimpin Memang Harus Begitu

Mendengarkan aspirasi adalah tugas pokok pemimpin, bukan sebaliknya pemimpin maunya didengarkan oleh rakyat. Membangun dialog dengan rakyat amatlah penting agar pemimpin dan rakyat saling mengerti. Rakyat mungkin tidak selalu benar [begitu pula pemimpin], tapi menjadi tugas pemimpin untuk meluruskannya dengan cara yang benar dengan mendengarkan suara mereka dan membangun dialog yang jujur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Salah satu cara menurunkan kegeraman orang ialah dengan mendengarkan apa keinginan orang itu. Apa lagi jika jumlah orangnya banyak alias massa, yang sedang bersemangat berdemonstrasi pula. Tidak banyak, memang, pemimpin atau pejabat publik yang mau dan siap menemui massa demonstran yang tengah berada di puncak semangatnya. Di balik semangat massa itu ada kemarahan, tuntutan akan keadilan, dan kehendak untuk didengar suaranya.

Rakyat ingin sekali bertemu pemimpinnya [sebenarnya sih lebih tepat disebut pejabat publik, sebab pejabat publik belum tentu layak disebut pemimpin] untuk menyampaikan uneg-unegnya, pikirannya, perasaannya, keinginannya, maupun deritanya. Curhat-lah. Karena itu, wajib hukumnya bagi pemimpin untuk menjumpai rakyatnya, bukan malah menghindar dengan pura-pura sibuk di dalam kantornya atau pergi entah kemana dan melakukan kegiatan yang sebenarnya kurang penting dan mendesak dibandingkan bertemu dengan rakyatnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan menjumpai massa, seorang pemimpin telah mengambil langkah yang bijaksana, sebab setidaknya ia telah melakukan upaya yang mudah-mudahan baik. Pertama, ia telah membuka jalan komunikasi yang semula macet sebab rakyat sulit menyampaikan pendapatnya, sedangkan pemimpin merasa tidak perlu bertemu dengan rakyat karena berbagai alasan. Komunikasi antara pemimpin dan rakyatnya sangatlah penting agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara keduanya. Demonstrasi itu terjadi karena saluran komunikasi yang bersifat dua arah tidak dibuka dan dijaga agar tetap lancar. Lebih sering terjadi komunikasi berlangsung satu arah manakala pemimpin lebih ingin didengarkan ketimbang mendengarkan suara rakyat.

Kedua, dengan menerima massa rakyat, pemimpin dapat meredakan kemarahan yang kadang-kadang menyertai demonstrasi dan penyalurannya cenderung merusak, misalnya membakar fasilitas umum atau melempari mobil polisi. Jika pemimpin sigap dalam bersikap dan segera menerima massa rakyat, ia telah menurunkan ketegangan dan mendinginkan amarah massa dan mencegah terjadinya situasi panas berlebihan. Dengan menerima massa atau perwakilan massa, pemimpin telah berempati pada apa yang sedang diperjuangkan rakyat dan sekaligus ia dapat memahami mengapa rakyat berdemonstrasi. Rakyat berdemonstrasi karena saluran komunikasi macet dan yang disebut sebagai wakil rakyat lebih senang mewakili dirinya sendiri.

Ketiga, mendengarkan aspirasi adalah tugas pokok pemimpin, bukan sebaliknya pemimpin maunya didengarkan oleh rakyat. Membangun dialog dengan rakyat amatlah penting agar pemimpin dan rakyat saling mengerti. Rakyat mungkin tidak selalu benar [begitu pula pemimpin], tapi menjadi tugas pemimpin untuk meluruskannya dengan cara yang benar dengan mendengarkan suara mereka dan membangun dialog yang jujur, bukan kepura-puraan apalagi siasat yang beraroma muslihat. Aspirasi rakyat tidak sampai manakala pemimpin tidak mau membangun dialog, tidak akan sampai bila pemimpin hanya mau didengarkan, tidak akan sampai bila saluran komunikasi dibikin mampet dengan menghindar bertemu rakyat.

Keempat, bila pemimpin mau menerima massa demonstran, rakyat merasa dihargai oleh pemimpinnya. Semarah-marahnya massa demonstrasi, apabila pemimpin atau pejabat publik mau menerima mereka, kemarahan itu akan mereda. Kerusakan dapat dihindari sebab rakyat merasa di-manusia-kan. Peredaan ketegangan diperlukan untuk membangun saling percaya dan komunikasi untuk menemukan jalan keluar dari persoalan. Jika pemimpin berdiam diri di ruang kerjanya atau pergi entah kemana padahal tahu rakyat ingin dan akan menyampaikan kehendaknya, itu sama saja dengan memunggungi rakyat yang telah memilihnya. Entah mereka merasa sangat percaya diri dan memandang rakyat sebelah mata, atau karena alasan lain.

Di tengah situasi mencekam hari-hari kemarin, langkah Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Kalbar Sutarmidji yang mau menerima massa rakyat dan mendengarkan aspirasi mereka patutlah dihargai. Apa lagi, mereka juga berjanji meneruskan aspirasi mereka ke pemerintah pusat.

Memang begitulah seharusnya pemimpin, ia ada ketika rakyatnya ingin bertemu; ia membuka telinga dan mata hati ketika rakyatnya berbicara dan ingin didengarkan; ia mendampingi ketika rakyatnya kesusahan dan membutuhkan pemecahan persoalan. Seandainya pemimpin tidak sepakat dengan pikiran rakyatnya, maka tetap menjadi tugasnya untuk mengajak rakyat dengan cara yang baik dan bijak, bukan dengan cara tidak mengacuhkan rakyat dan membiarkan rakyat mencari-cari di mana pemimpinnya. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler