x

Iklan

Sri Kandhi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2020

Minggu, 11 Oktober 2020 18:39 WIB

Demo UU Ciptaker: Gawat! Potensi Klaster Baru Penyebaran COVID-19

Imbasnya, demonstrasi berjalan tidak efektif dan terkesan sia-sia karena berdampak dua hal yakni meresahkan masyarakat sekaligus investor, bahkan berpotensi menjadi klaster baru COVID-19. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) bersama Jaringan Aliansi Tingkat Provinsi-Kota melakukan aksi demonstrasi dan mogok kerja di berbagai daerah pada 6-8 Oktober 2020, dalam rangka penolakan pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Menurut Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, puncak demo akan dilakukan pada 8 Oktober di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta.

Namun sangat disayangkan jika pada akhirnya demo terjadi di masa pandemi COVID-19 yang belum berakhir di negara ini. Ketua DPR RI, Puan Maharani, memohon kelompok buruh yang beraspirasi untuk tidak menyampaikan maksudnya melalui demonstrasi. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“DPR RI mengajak kelompok buruh yang memiliki aspirasi untuk berjuang tidak lewat aksi yang berpotensi menimbulkan kemacetan, berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya, dan berpotensi jadi klaster penyebaran COVID-19,” ucap Puan Maharani. 

Selain mengganggu kenyamanan masyarakat, demonstrasi kerap kali meresahkan investor di Tanah Air.  Shinta Kamdani, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia Bidang Hubungan Internasional juga mengatakan aksi unjuk rasa rupanya memicu kondisi yang tidak aman untuk kegiatan usaha. Sebab, Indonesia memiliki rekam jejak yang buruk walaupun aksi demonstrasi adalah sarana ekspresi demokrasi yang perlu dihargai. Sedangkan kegiatan usaha harus selalu dijaga, agar roda ekonomi Indonesia tidak semakin terpuruk di tengah pandemi saat ini.

“Walaupun demo adalah ekspresi demokrasi yang dihargai, demo-demo di Indonesia punya track record yang buruk, dimana massa kerap menjadi anarkis, merusak, atau menciptakan kondisi yang tidak aman untuk melakukan kegiatan usaha,” kata dia.

Imbasnya, demonstrasi berjalan tidak efektif dan terkesan sia-sia karena berdampak dua hal yakni meresahkan masyarakat sekaligus investor, bahkan berpotensi menjadi klaster baru COVID-19. 

Padahal Indonesia memiliki jalur formal untuk menyampaikan aspirasi. Hal inilah yang dilakukan oleh 16 perwakilan serikat buruh pada 20-21 Agustus 2020 lalu dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pertemuan formal tersebut menghasilkan empat poin kesepakatan yakni hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri dan pembahasan UU Cipta Kerja terbuka pada masukan publik.

Aksi demonstrasi ketika pandemi COVID-19 tampaknya terlalu egois dan tidak berpikir panjang. Hal ini dikarenakan demo dilakukan dengan minimnya protokol COVID-19 yang dianjurkan, seperti jaga jarak dan penggunaan masker. Jika tidak dijalankan dengan baik, maka sia-sia usaha pemerintah untuk memberantas COVID-19 di Tanah Air jika banyak elemen masyarakat masih membandel. 

Ikuti tulisan menarik Sri Kandhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler