
Senin, 12 Oktober 2020 15:56 WIB
Omnibus Law, Belum Membangun Sudah Praktik Merusak
Omnibus Law, tidak habis pikir sama sekali, UU-nya belum dibaca, sudah marah,demo lalu merusak. Sebanyak 25 halte busway dibakar. Belum membangun, sudah praktik merusak? Orang yang membangun itu tidak mungkin merusaknya. Karena dia tahu susahnya membangun, sulitnya berproses untuk mencapai keadaan seperti sekarang.
Dibaca : 1.205 kali
Omnibus Law, Omnibus Law. Tidak habis pikir sama sekali, UU-nya belum dibaca, sudah marah, demo lalu merusak. Sebanyak 25 halte busway dibakar. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terpaksa keluarkan dana dari kocek Rp65 milyar untuk memperbaikinya. Menyalurkan aspirasi tapi anarkis dan merusak, kenapa bisa begitu ya?
Hari ini PSBB di DKI Jakarta dilonggarkan. Kasihan saudara-saudara kita pengguna busway. Di mana lagi dia harus menunggu? Haltenya sudah dibakar habis. Belum lagi pos polisi yang dihanguskan, plang dirusak, barier pembatas jalan, pot bunga, hingga lampu lalu lintas yang dirobohkan.
Belum belajar membangun. Tapi sudah praktik merusak.
Sulit dimengerti. Bereaksi cepat tanpa tahu masalahnya apa. Aspirasi ingin diterima tapi harus membakar dan merusak. Apa itu solusi? Kotanya sendiri, fasilitasnya sendiri tapi dirusak. Itu apa namanya?
Belum membangun, sudah merusak.
Tiba-tiba gagap dan alpa. Karena harus merusak, apa tidak ada cara lain? Orang yang membangun itu tidak mungkin merusaknya. Karena dia tahu susahnya membangun, sulitnya berproses untuk mencapai keadaan seperti sekarang.
Bila ada yang kurang, bila ada yang tidak pas, itu sudah pasti. Maka salurkan aspirasi dengan baik dan benar. Biar efektif tanpa perlu merusak. Saya jadi malu. Bila saya belum bisa membangun, kenapa saya harus merusak apa yang dibangun orang lain?
Saya ini pegiat literasi. Sejak tuga tahun lalu saya bangun taman bacaan di Kaki Gunung Salak, Bogor. Anak-anak yang terancam putus sekolah akibat miskin, kini sudah rajin baca buku dan berharap tidak ada yang putus sekolah.
Begitu pula ibu-ibu buta huruf, tiap hari Minggu saya ajar agar bisa baca dan tulis. Sehingga orang tua bisa lebih bermartabat di mata anaknya. Begitu pun anak-anak yatim yang dibina. Agar mereka tetap bisa sekolah sampai lanjut. Bila itu sudah saya bangun susah-susah. Lalu, kenapa saya harus merusaknya? Atau, apa ada orang lain yang ingin merusaknya? Silakan jawab sendiri saja dengan hati nurani.
Kawan saya bilang, itu terjadi gara-gara ada yang provokasi. Itu terjadi karena termakan hoaks. Katanya ditunggangi. Lalu menuding, karena wakil rakyatnya goblok.
Saya pun bilang, kok bisa? Kenapa kita mau diprovokasi? Kenapa pula kita termakan hoaks, kenapa kita mau ditunggangi? Bukankah kita semua orang pintar. Ya, kalau wakil rakyatnya bodoh, itu siapa yang pilih? Kenapa jadi melebar ke mana-mana? Kan, soalnya cuma omnibus law, terus kenapa halte bus yang dibakar? Kenapa, sih, kita begitu?
Mereka itu mungkin orang-orang pintar. Mereka bisa jadi orang cerdas yang tahu betul cara mengelola negara. Bahkan mereka terlalu canggih dalam memahami arti sebuah perjuangan. Atas nama rakyat, atas nama keadilan. Tapi sayang, mereka mungkin belum tahu banyak tentang akhlak dan adab. Lupa tentang budi pekerti, lupa tentang perilaku baik. Maka, lebih suka merusak daripada membangun.
Entahlah, apa lagi yang harus kita perbuat? Bila belum belajar membangun, tapi sudah praktik merusak. Hingga tidak tahu lagi cara menyalurkan aspirasi yang baik dan benar. Semuanya salah orang lain. Sementara kita tidak pernah salah. Inilah imbas buah dari pendidikan yang basisnya ke otak, bukan ke hati.
Semoga kita tidak lupa, bahwa ilmu yang tinggi, pendidikan yang mentereng, atau perjuangan yang militan, sama sekali tidak berguna tanpa diimbangi akhlak yang baik.
Jadi, janganlah tinggalkan akhlak sekalipun ilmu kita tinggi. Otak kita boleh benar, tapi otak orang lain juga belum tentu salah. Jangan merusak bila tidak mau membangun. Sungguh, ada soal tentang budaya literasi kita
#UUCiptaKerja #OmnibusLaw #BudayaLiterasi
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
Rabu, 20 Januari 2021 12:31 WIB

Bila Banjir, Jangan Salahkan Hujan dan Sungai
Dibaca : 1.171 kali
Rabu, 20 Januari 2021 06:37 WIB

Investasi bukan Kunci Pemulihan Ekonomi, Vaksinasi bukan Kunci Penyelesaian Pandemi
Dibaca : 965 kali
Rabu, 20 Januari 2021 18:57 WIB

Dinilai Bermain Aman, Keberpihakan Puan Maharani kepada Hak-hak Perempuan Dipertanyakan
Dibaca : 1.020 kali
Selasa, 19 Januari 2021 11:44 WIB

Blokir Akun Twitter Trump: Antara Kebebasan dan Kepentingan Publik
Dibaca : 1.203 kali
Senin, 18 Januari 2021 19:55 WIB

Kaum Milenial Ramai-ramai Investasi Saham; Sayang Banyak yang Ceroboh
Dibaca : 973 kali
Minggu, 17 Januari 2021 12:57 WIB

Whatsapp dan Hasrat Monopoli Mark Zuckerberg
Dibaca : 1.110 kali
Jumat, 15 Januari 2021 19:09 WIB

Program Vaksinasi Dimulai, Ini Catatan Penting untuk Masyarakat
Dibaca : 1.290 kali
Jumat, 15 Januari 2021 05:53 WIB

Raffi Nongkrong Usai Divaksin; Influencer pun Tetap Perlu Diedukasi Vaksin
Dibaca : 1.513 kali
Kamis, 14 Januari 2021 06:34 WIB

Jejak Trumpisme dalam Demokrasi Amerika
Dibaca : 1.365 kali
4 hari lalu

Ketua Satgas Covid-19 Umumkan Positif: Nah, Begitu Bagus!
Dibaca : 1.124 kali
4 hari lalu

8 Aplikasi yang Tepat untuk Kalian yang Hobi Menulis, Asah Bakatmu Mulai Dari Sekarang!
Dibaca : 811 kali
2 hari lalu

Data Wabah, Akurasi Lemah Pengambilan Keputusan Bisa Salah
Dibaca : 810 kali
4 hari lalu

Berkat Pertamina, UMKM Naik Kelas dan Menjadi Berkah untuk Warga Sekitarnya
Dibaca : 759 kali
2 hari lalu
