Tak Etis, Ngabalin Sebut Demonstran Sampah Demokrasi!
Rabu, 14 Oktober 2020 14:20 WIBTenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden ali Mochtar Ngabalin menyebut masyarakat yang tetap menggelar aksi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 sebagai sampah demokrasi. Luar biasa apa yang diungkap oleh Ngabalin dari balik pagar Istana Negara ini. Karena sedang dalam posisi kekuasaan, Ngabalin lupa bahwa dia kelak akan jadi rakyat kembali. Dia benar-benar tak pantas duduk sebagai Staf Presiden bila ucapannya melukai rakyat.
Komunikasi publik yang buruk dari pemerintah, ternyata terus diulang, dan aktornya berganti-ganti. Daan itu dilakukan di tengah rakyat Indonesia yang sedang kecewa dan marah.
Sebelum persoalan UU Cipta Kerja, rakyat sudah berulang kali dihujani kebijakan pemerintah yang tak memihak di tengah penderitaan. Bahkan rakyat pun terus merasakan ketidakadilan dari rezim sekarang ini.
Ada masalah, aspirasi tak didengar maka demonstrasi
Terkait disahkannga UU Cipta Kerja, DPR dan pemerintah kompak memaksakan kehendak dengan mempercepat dan mengesahkannya. Padahal mereka sudah diingatkan agar pengesahan ditunda karena masih banyak hal yang wajib diselaraskan, dikomunikasikan, dan disosialisasikan. Terlebih sedang dalam kondisi pandemi corona. "Mungkin" ada udang di balik batu dari semua itu.
Atas sikapnya ini, bisa jadi, DPR dan pemerintah memang sengaja mengesahkan di tengah pandemi dan sudah tahu dan paham, pasti akan terjadi demonstrasi. Karena itu, sejatinya apakah demonstrasi yang sudah pasti akan ada buntutnya rusuh dan anarki ini memang sengaja dijadikan instrumen dan bukti bahwa DPR dan pemerintah benar-benar memperjuangkan UU Cipta Kerja kepada para "pemesannya?"
Jadi, jangan-jangan demonstrasi justru memang diharapkan terjadi. Lalu ada juga sandiwara rusuh dan anarki di dalamnya, dengan melempar batu sembunyi tangan, lalu saling melempar narasi tuduhan. Entahlah. Namun, rasanya, memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja yang sudah barang tentu akan menimbulkan kekecewaan dan kemarahan, lalu pasti akan ada demonstrasi. Kemudian dalam demonstrasi dapat diciptakan suasana rusuh dan anarki, sepertinya semua ini bukan hal yang tanpa skenario.
Berikutnya, setelah terjadi demonstrasi dan anarki yang lalu tiba-tiba muncul sebutan "anarko", lalu muncul narasi dari pihak pemerintah menyoal tuduhan yang tak mendidik. Muncul pula ancaman penindakan tegas, mengemuka bantahan dan malah ada lemparan prasangka disinformasi dan hoaks. Dan, terbaru ada yang mengungkap bahwa demonstran itu "sampah".
Secara identifikasi, dari hal-hal yang dilontarkan pemerintah yang sudah terpublikasi di media massa dan viral di media sosial, akibat pengesahan UU Cipta Kerja, kemudian melahirkan demonstrasi plus "pesanan" anarki dan pelakunnya disebut anakro, maka bermain peran pun terjadi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, kompak menuduh ada pihak sebagai sponsor yang mendanai aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh, pada Kamis, 8/10, lalu. Anehnya, kedua Menteri ini tidak mau menyebut siapa pihak yang dimaksud. Namun, khusus Prabowo, memang menjadi sorotan lebih karena rakyat tahu siapa dia sebelum ini.
Selanjutnya, Menko Polhukam Mahfud pun ikut berdiri tegak mengatakan pemerintah akan bersikap tegas dan melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi DENGAN aksi-aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan kriminal. Sementara kemunculan Presiden Jokowi yang tak menemui demonstran di Istana Negara, TAPI sehari berikutnya melakukan konferensi pers dan menyanggah bahwa yang diterima rakyat dan akibatkan demonstrasi karena disinformasi dan hoaks.
Kini, terbaru, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyebut masyarakat yang tetap menggelar aksi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 sebagai sampah demokrasi. Luar biasa apa yang diungkap oleh Ngabalin dari balik pagar Istana Negara yang bak kerajaan ini.
Bahkan kepada CNNIndonesia.com, Selasa, 13/10, lewat sambungan telefon, Ngabalin percaya dirinya sampai mengatakan, "Dalam masa pandemi, dia kirim orang untuk berdemonstrasi. Di mana logikanya coba? Jangan jadi sampah demokrasi di negeri ini."
Tak berhenti di situ, dalam kepercayaan diri yang cukup tinggi, Ngabalin yang mungkin memang sudah tertutup mata hatinya, karena sedang dalam posisi tidak menjadi rakyat, bahkan mempertanyakan alasan masyarakat datang ke Istana Negara maupun DPR untuk menggelar unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, ada hak konstitusi yang bisa digunakan masyarakat menyatakan keberatan dengan UU tersebut. Misalnya, kata Ngabalin, masyarakat bisa mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Karena sedang dalam posisi di pihak penguasa, Ngabalin lupa bahwa rakyat tahu siapa MK kini. Meski jelas menempuh jalur ke MK adalah cara legal yang telah diatur di dalam UUD 1945, apakah selama ini Ngabalin lupa.dengan kisah-kisah tentang MK di negeri ini yang sudah dipahami rakyat.
Apakah Ngabalin yang dengan tanpa hati dan pikiran mengatai demonstran adalah sampah demokrasi sadar, bahwa apa yang diperjuangkan para demonstran yang "asli" bukan yang rekayasa dan ditunggangi untuk anarki adalah menyoal aspirasi demi kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat dan masa depan Indonesia?
Sungguh, kali ini Ngabalin benar-benar tak pantas duduk sebagai Staf Presiden, bila ucapannya tak etis, tak sopan, tak berpendidikan, bahkan semakin membikin rakyat anitpati karena tak ada empati dan simpati.
Rakyat akan kembali jadi rakyat
Lihatlah dan camkan apa yang kini dirasakan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Presiden Indonesia ke-6 seperti saya kutip dari judul artikel di pikiranrakyat.com, Selasa, 13/10 dengan judul: "Saya Sakit Hati Pak Jokowi, Bapak Suatu Saat Juga Akan Seperti Saya, Kembali ke Masyarakat!"
Bagaimana dengan Airlangga Hartarto, Prabowo yang menuduh, Mahfud MD yang tegas, hingga Ngabalin yang mengatai demonstran sampah demokrasi? Mereka semua bahkan bisa lebih cepat dari Presiden Jokowi kembali menjadi rakyat seperti SBY karena hanya menjadi pembantu Presiden.
Ayolah, Bapak-Bapak semua yang kini sedang duduk di singgasana pemerintahan, pikirkan dengan kerendahan hati, bahwa Anda-Anda ini rakyat juga yang kebetulan sedang diberikan amamah, kepercayaan duduk di pemerintahan untuk mengantar rakyat Indonesia menjadi adil makmur sejahtera. Bukan malah menuduh, mengancam, dan mengatai rakyat yang berjuang demi nasibnya, namun jalur aspirasi ditutup dan dikunci, bahkan dibungkam!
Seharusnya dinginkan pikirian dan hati rakyat, beri simpati dan empati, bukan sebaliknya malah terus menyakiti dan membenturkan rakyat dengan polisi yang sama-sama rakyat.
Ingat, rakyat akan kembali menjadi rakyat! Jangan sampai saat Anda-Anda kembali jadi rakyat akan diganjar antipati dan tak simpati dari rakyat dan rakyat.
Pengamat
0 Pengikut
Harkitnas ke-65, Stop Kebangkitan yang Tidak Etik dan Tidak Bermoral
Selasa, 21 Mei 2024 14:05 WIBIuran Kelas BPJS Dihapus, KRIS Resmi Penggantinya, Mampukah Rakyat?
Rabu, 15 Mei 2024 09:56 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler