x

Iklan

Sri Kunthhi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Agustus 2020

Jumat, 16 Oktober 2020 06:00 WIB

Menepis Hoax UU Cipta Kerja: Sebelum dan Sesudah UU Cipta Kerja

beredar narasi yang menjelaskan bahwa UU Sapu Jagad ini hanya berpihak pada keuntungan investor dan perihal ‘cuan’ semata tanpa peduli nasib pekerja. Akan tetapi, narasi tersebut tidak tepat. Selain memang tujuannya untuk membuka aliran investasi terutama di kala pandemi, UU ini berfungsi untuk meringkas beberapa regulasi yang selama ini berbelit dan terkadang tumpang tindih antara pusat dengan daerah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Kontroversi tersebut pada akhirnya menimbulkan demonstrasi oleh buruh dan mahasiswa. Selain itu, beredar narasi yang menjelaskan bahwa UU Sapu Jagad ini hanya berpihak pada keuntungan investor dan perihal ‘cuan’ semata tanpa peduli nasib pekerja. 

Akan tetapi, narasi tersebut tidak tepat. Selain memang tujuannya untuk membuka aliran investasi terutama di kala pandemi, UU ini berfungsi untuk meringkas beberapa regulasi yang selama ini berbelit dan terkadang tumpang tindih antara pusat dengan daerah.

"Kita membutuhkan Undang-Undang Cipta Kerja. Pertama, setiap tahun ada sekitar dua juta penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja, sehingga kebutuhan lapangan kerja baru sangat dekat. Apalagi di tengah pandemi, terdapat 6.9 juta pengangguran dan 3,5 pekerja yang terdampak pandemi COVID-19,” ujar Presiden Joko Widodo dalam video klasifikasinya yang dirilis pada Sabtu (10/10/2020)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, UU Ciptaker akan memudahkan UMKM membuka usaha baru dengan hanya melakukan pendaftaran saja tanpa harus ada perizinan usaha untuk usaha mikro kecil. Begitu juga untuk pembentukan PT tak perlu menyertakan kepemilikan modal minimum. 

Jokowi juga menambahkan bahwa UU Ciptaker juga berfungsi untuk mencegah pemberantasan korupsi dengan adanya penyederhanaan struktural. “UU ini akan mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi. Hal ini jelas karena dengan menyederhanakan, dengan memotong dan integrasi sistem perizinan secara elektronik maka pungutan pembohong (pungli) dapat dihilangkan,” tutupnya.

Lalu, apakah kita masih ingin terjebak dalam euforia masa lalu? Atau, kita menyambut optimis segala peluang yang akan terjadi untuk masa depan Indonesia yang lebih maju dan lebih baik?

Tentukan pilihanmu. 

Ikuti tulisan menarik Sri Kunthhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler