x

Ilustrasi penggunaan masker, sebagai salah satu upaya penyebaran virus.

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 16 Oktober 2020 10:19 WIB

Solidaritas Kemanusiaan, dari Mahasiswa hingga Sosok Tak Dikenal (oleh Sandyawan Sumardi)

Kisah-kisah relawan kemanusiaan dalam setiap krisis di negeri ini yang berlatar para mahasiswa hingga sosok yang tak ingin dikenal. Dari berbagai kisah dan krisis kehidupan tersebut, kita bersama-sama belajar untuk menjadi menusia kembali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Polisi, Militer, sebagaimana Buruh, Petani, Nelayan, Pelajar, Mahasiswa dan Wartawan, Juga Manusia!

Kisah I

Di tahun 2001, ketika baru setahun tinggal di Sanggar Ciliwung Merdeka, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, saya didatangi oleh seorang ibu yang membawa puteri kecilnya. Ternyata kedatangan ibu yang ternyata adik seorang petinggi militer yang sekarang menjadi salah seorang Menko dalam pemerintahan RI saat ini, -di luar dugaan- untuk mengucapkan terimakasihnya yang tulus, karena dalam kemelut amuk massa kekerasan politik Mei 1998, ibu ini bersama puteri kecilnya pernah ditolong para relawan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika itu ibu dan puteri kecilnya sedang mengendarai mobil militer milik sang kakak, melintas di depan RS. St. Carolus, Jl. Salemba, Jakarta Pusat, tiba-tiba terjebak karena dihadang dan dikepung massa yang sedang mengamuk.

Menurut pengakuan ibu itu, keadaan saat itu benar-benar menakutkan. Mobil sudah dipukul-pukul dan digoyang-goyang oleh massa. Dan puterinya yang masih kecil pun menjerit histeris. Sopir ketakutan. Dalam hitungan detik, sang ibu berdoa. Dan syukur alhamdulilah, dari arah pintu utama RS. St. Carolus, berdatangan anak-anak muda, para relawan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK), yang memang membuka salah satu poskonya dengan sebuah tenda di depan RS. St. Carolus, yang sekarang jadi halte. Dan para relawan itulah yang dengan sikap langsung menghampiri, menolong, melindungi dan mengamankan ibu dan puteri kecilnya serta membawanya masuk ke RS. St. Carolus.

Kisah II

Pada awal presiden KH. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden RI ke-4, rupaya sempat ada teror kecil. Sebuah bom rakitan meledak di Bunderan HI, Jakarta. Dan naas, seorang anggota kepolisian Brimob, yang masih muda, pak E, terkena pecahan bom rakitan itu di tempurung kakinya sampai pecah, karena kebetulan dia sedang bertugas mengamankan area sekitar lokasi itu.

Menurut pengakuan polisi itu kemudian, dia dalam keadaan setengah sadar, ditolong oleh seorang yang dengan sigap memapahnya, dan membawanya berobat ke RS. Medistra (?), Jakarta. Sayang sekali, anggota Brimob muda yang berasal dari Kalimantan ini tak sempat menanyakan nama/identitas penolongnya. Padahal si penolong sudah membayar seluruh biaya operasi kaki dan pengobatannya sampai keluar dari rumah sakit itu. Ketika ditanya, si relawan hanya menjawab, "Saya relawan, anak buah Sandyawan..."

Maka 7 bulan kemudian, melalui Alm. Jeffrey Dompas, sahabat saya, dan sahabatnya juga, Brimob muda yang ramah itu berulang-ulang mengucapkan terimakasih pada saya. Dan dengan terus terang saya pun mengatakan pada Brimob muda yang rendah hati itu, "Maaf, terus terang saya tidak tau siapa itu relawan yang mengaku anak buah saya. Yang jelas dia secara spontan telah berbuat baik pada pak E, dan saya pun berterimakasih atas dedikasi bapak yang telah menjalankan tugas pengamanan sebagai tugas kemanusiaan!"

Kisah III

Jumat, 13 November 1998, Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), seorang anggota Tim Relawan untuk Kemanusiaan, TRK, yang juga seorang mahasiswa Universitas Atmajaya Jakarta, saat sedang menjalankan tugas kemanusiaannya yang tulus memgambil/mengangkat korban-korban yang terkena peluru gas air mata, dalam kecamuk gelombang demonstrasi mahasiswa yang tengah memprotes Sidang Istimewa DPR-RI (yang kemudian lebih dikenal dengan Tragedi Semanggi I, tahun 1998), gugur diterjang peluru tajam aparat keamanan di depan Universitas Atma Jaya, Jakarta. Aparat kemanan yang seharusnya melindungi warga masyarakat tanpa pandang bulu.

Saya benar-benar shock berat. Sampai saat ini masih sangat susah menyeka duka bahkan rasa bersalah saya pada syuhada kemanusiaan muda itu. Sayalah yang dalam kepedihan tak terperi itu menelpon Bapak dan Ibu Arief, orangtua Wawan, mengabarkan khabar duka yang demikian menghancurkan hati kedua orangtua dan seorang adik sampai detik ini.

Saya juga salah satu yang mendampingi ibu-bapak Arief menyaksikan jenazah putera terkasihnya. Saya terkesima ketika menyaksikan ibu-bapak Wawan menjerit tangis tanpa suara saat menggenggam selongsong peluru tajam yang menewaskan anaknya itu.

Keserakahan, arogansi, dahaga akan kuasa, ternyata bisa begitu tega merenggangkan nyawa seorang, sekian banyak tunas bangsa di negeri ini!

Sebuah mimpi 

Ah, seandainya saya masih boleh usul pada pemerintahan negeri ini saat ini, kita bentuk ulang, kita bangun bersama, sebuah rumah sakit darurat di tengah kota, yang dikelola oleh masyarakat sipil yang independen, non partisan, non sektarian, menggunakan akal sehat dan nurani, dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan prioritas utama menolong korban kekerasan politik atau bencana alam, siapapun juga, tak perduli latar belakang dan profesinya.

Rumah sakit yang punya unit gawat darurat ini, mempunya fasilitas beberapa ambulans yang stand-by, siaga 24 jam. Sehingga kalau ada krisis yang menimbulkan potensi kekerasan massal seperti demontrasi, konflik antar warga atau konflik bersenjata ataupun bencana alam, para relawan kemanusiaan dapat bekerja secara bebas dilindungi oleh negara, karena memang menjadi milik bersama masyarakat.

Boleh RS Solidaritas Kemanusiaan ini di-back-up oleh Palang Merah Indonesia, tanpa meng-ASN-kan para pekerja kemanusiaannya. Betapa indah negeri ini!

Tim Relawan untuk Kemanusiaan 

Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) didirikan sebagai tanggapan kemanusiaan beberapa anggota masyarakat dari berbagai latarbelakang dan profesi, terhadap rangkaian serangan kekerasan politik yang terjadi dalam Kasus 27 Juli 1996.

Gerakan kemanusiaan yang independen, non partisan, non sektarian dan mengikuti Orde Nurani Kemanusiaan dalam mewujudkan prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ini, senantiasa mengutamakan bantuan kemanusiaan untuk para korban kekerasan politik maupun tragedi kemanusiaan karena bencana alam di tanah air.

Sekretariat TRK di awal berdirinya ada di Jl. Arus Dalam No.1, Rt.001/Rw.012 Cawang, Dewi Sartika, Jakarta 13630 Tel./Fax: (021) 8094531, Email: galih@ indo.net.id.

Prioritas kerja kemanusiaan TRK, yang prinsip kerjanya mengadopsi prinsip-prinsip kerja Palang Merah Internasional ini adalah memberikan bantuan kemanusiaan langsung berupa pendampingan dan advokasi (melalui investigasi dan pengupayaaan solusi, utamanya melalui "Conflict Resolution"), kepada korban-korban pelanggaran HAM dalam berbagai tragedi kemanusiaan di tanah air, sebagaimana dalam kasus Tragedi 27 Juli 1996, Penculikan dan Penghilangan paksa 1997, Kekerasan Politik Mei 1998, Kekerasan DOM Aceh 1999-2000, serta Kekerasan Maluku dan Timor Leste 1999..

Jaringan Relawan Kemanusiaan Indonesia

Karena nama "Tim Relawan" yang berawal dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) itu sudah semakin banyak disalahgunakan/direndahkan maknanya menjadi Tim Relawan sebagai underbow partai politik atau ormas (politik) besar, maka saya berinisiatif menggunakan nama "Jaringan Relawan Kemanusiaan Indonesia" (JRKI).

Nama Jaringan Relawan Kemanusiaan Indonesia atau JRKI mulai digunakan sejak tragedi Buruh Migran di Nunukan Agustus-September 2002 dan tragedi Bom Bali Pertama Oktober 2002. Kemudian JRK terlibat aktif memberikan bantuan kemanusian pada para korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara 26 Desember 2004, gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah 27 Mei 2006, gempa dan tsunami di Pangandaran dan Cilacap 17 Juli 2006, termasuk mendirikan posko bantuan kemanusiaan dan mendampingi para korban lumpur panas Lapindo di Porong, Sidoarjo.

Demikian pun sejak awal tahun 2006, JRK terlibat aktif bekerjasama dengan Poso Center (koalisi 32 NGO dan organisasi rakyat di Sulawesi Tengah) membantu para korban kekerasan politik di Poso, Tentena dan Palu, dengan menfasilitasi persiapan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Poso-Tentena-Palu, dan JRKI juga hadir secara intensif menolong korban dalam tragedi gempa dan stunami Donggala-Palu 12 Oktober 2018.

JRK sejak awal berdirinya senantiasa ingin menjadi fasilitator dan saksi gerakan kemanusiaan untuk menolong korban tragedi kemanusiaan (bencana alam dan korban pelanggaran HAM) di tanah air, agar semakin tumbuh-kembanglah survival system (tata-bangkit) komunitas-komunitas perjuangan hidup kaum korban, sehingga hak-hak asasi manusia mereka, termasuk hak-hak ekonomi, sosial, politik dan budayanya semakin terpenuhi; dengan demikian semakin terwujudlah proses "transitional justice" dan transisi demokrasi yang nyata dan sehat pada kehidupan bangsa dan negara di tanah air.

Ayolah saudara-saudaraku, melalui krisis kehidupan kali ini, kita bersama-sama belajar menjadi menusia kembali.

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler