x

Iklan

Sri Kandhi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2020

Jumat, 23 Oktober 2020 07:33 WIB

Nikel dan Segudang Harapan Masa Depan Indonesia

Dengan adanya rencana pengembangan di industri hilir, investasi nikel Indonesia diyakini akan semakin maju. Plusnya di sisi hulu, wilayah greenfield yang dapat dieksplorasi masih sangat luas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pengelolaan komoditas nikel di Indonesia, tepatnya di Sulawesi kini dikuasai oleh tiga perusahaan besar yang telah lama menjadi pemain utama nikel. Adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Data Kementerian ESDM mencatat, PT IMIP telah menguasai 50% dari produksi hilir nikel di Indonesia pada tahun 2018.

Kementerian ESDM juga menambahkan, bahwa industri hilirisasi nikel semakin kondusif, kompetitif, serta menjanjikan baik untuk pengembangan industri berbasis stainless steel maupun industri baterai lithium. 

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menjelaskan bahwa perkembangan produksi smelter cukup signifikan. Namun, 99% masih menghasilkan intermediate product alias barang setengah jadi berupa NPI (Nickel Pig Iron). Irwandy juga memaparkan bahwa industri pemurnian nikel di Indonesia masih didominasi oleh nikel kelas dua yang menghasilkan NPI atau Feronikel. Sedangkan porsi nikel kelas satu untuk menghasilkan nikel matte atau mixed hydroxide precipitate (MHP) masih tergolong minim.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat ini, kebutuhan nikel global masih didominasi untuk industri stainless steel yakni 71%, sedangkan untuk kebutuhan industri lain seperti baterai lithium masih sebesar 3%. 

Di balik itu semua, kabar baiknya adalah kini pembangunan smelter Indonesia mulai beragam. Menurut sumber Kementerian ESDM, sudah ada 6 perusahaan yang berencana membangun smelter dengan sistem HPAL (high pressure acid leaching), seperti yang dimiliki oleh Coral Bay di Filipina dan Moa Bay di Kuba. 

Dari keenam HPAL tersebut, lima diantaranya ditargetkan akan beroperasi pada 2021. Keenam perusahaan tersebut adalah PT Halmahera Persada Lygend, PT Adhikara Cipta Mulia, PT Smelter Nikel Indonesia, PT Huayue, PT QMB, dan PT Vale Indonesia. Investasi untuk smelter HPAL ini nantinya bisa mencapai US$65 ribu per ton nikel. Sementara RKEF hanya US$13 ribu per ton nikel.

Dengan adanya rencana pengembangan di industri hilir, investasi nikel Indonesia diyakini akan semakin maju. Plusnya di sisi hulu, wilayah greenfield yang dapat dieksplorasi masih sangat luas.

Lalu, apakah kita sendiri telah bersiap menyambut segudang harapan baik untuk masa depan Indonesia?

Ikuti tulisan menarik Sri Kandhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler