x

Petugas kesehatan menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis 6 Agsutus 2020. Simulasi tersebut dilakukan untuk melihat kesiapan tenaga medis dalam penanganan dan pengujian klinis tahap III vaksin COVID-19 produksi Sinovac kepada 1.620 relawan. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Iklan

Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja - FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 31 Oktober 2020 17:37 WIB

Optimisme di Tengah Pandemi Covid-19

Diperkirakan tidak lama lagi umat manusia akan menggeser persepsi ketakutannya dari orang tanpa gejala Covid-19 menjadi keberanian menghadapi tantangan. Mungkin dua bulan lagi kesadaran itu akan muncul, dimana umat manusia, spesies paling cerdas di muka bumi, yang menghadapi masalah ratusan tahun dengan kehebatan adaptasinya, akan menggeser kecemasannya tentang jaga jarak dan bermasker menjadi keberanian berkorban dan berbagi. Berpikir adil memandang masalah lihat baik buruknya lihat sembuh dan tertularnya, lihat hidup dan kematiannya. Bangun keyakinan bukan kecemasan!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PAkai MAsker

Diperkirakan tidak perlu waktu lama lagi umat manusia akan menggeser persepsi ketakutannya dari orang tanpa gejala Covid-19 menjadi keberanian menghadapi tantangan. Mungkin dua bulan lagi kesadaran itu akan muncul dimana umat manusia, spesies paling cerdas di muka bumi yang menghadapi masalah ratusan tahun dengan kehebatan adaptasinya, akan menggeser kecemasannya tentang jaga jarak dan bermasker menjadi keberanian berkorban dan berbagi.

Kepercayaan penulis muncul berdasarkan pengalaman gejala demam, batuk, pilek dan bersin dalam tiga tahun terakhir. Penulis tidak lagi mengatasinya dengan mengkonsumsi Paracetamol tapi herbal habbatusauda, madu, dan sari dari daun dan buah, makanan bergizi (cukup karbohidrat, protein, lemak dan mineral dan berserat) ditambah istirahat yang cukup dan olahraga teratur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedangkan olahraga teratur sudah penulis terapkan tidak kurang dari dua tahun terakhir 1-5 kali dalam sepekan. Paracetamol dan herbal memiliki kesamaan yaitu sama-sama mengandung zat kimia tapi paracetamol sintesis dari manusia yang memiliki efek samping sedangkan herbal adalah sintesis alami. Sudah dipahami meluas pikiran positif (optimis dan yang sejenis) membentuk badan yang sehat, sebaliknya pikiran negatif (pesimis dan yang sejenis) menjadikan badan berpenyakit.

Pun yang meyakinkan penulis adalah persepsi dari survei yang hasilnya tidak kurang dari 75 persen partisipan menyatakan anaknya tidak bergejala demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan, dan/atau sesak napas dalam tiga bulan terakhir

Data per tanggal 29 Oktober 2020 menunjukkan tingkat kesembuhan dari Covid-19 (SARS-CoV2/Severe Acute Respiratory Syndrome-Coronavirus2) di Indonesia adalah 329.778 per 396.454 yang terkonfirmasi positif Covid-19 (SARS-CoV2). Artinya sekitar 83,18 persen sembuh dari yang terkonfirmasi positif Covid-19. Ini meningkat 1,9 persen dibandingkan update data per 27 Oktober (322.248 per 396.454) atau meningkat 37 persen dibandingkan update data per 6 Juli (29.919/64.958).

Jumlah penduduk terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia adalah 404.048 per 269.603.400 total penduduk Indonesia. Artinya sekitar 0,14 persen penduduk Indonesia yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Jika melihat data 29 Oktober 2020, Jumlah penduduk terkonfirmasi Covid-19 di dunia adalah 44.351.506 per 7.794.798.739 total penduduk dunia. Artinya 0,56 persen penduduk dunia yang terkonfirmasi positif Covid-19 atau meningkat 0,01 persen jika melihat data 27 Oktober 2020 (43.341.451/7.794.798.739).

Apakah wajar jika kita terlalu khawatir pada Covid-19 sementara kita tahu 99 persen penduduk dunia  adalah non-konfirmasi covid-19? Bahkan tidak sampai 1 persen penduduk dunia terkonfirmasi Covid-19?

Apakah Covid-19 meningkatkan persentase kematian?

Kematian akibat SARS-CoV2 (2019-2020) sebanyak 1.157.509 per 43.341.451 yang tertular, kematian akibat SARS-CoV (2002-2004) 774 dari 8.098 yang tertular, dam kematian akibat Middle East Respiratory Syndrome-Coronavirus atau MERS-Cov  (2012) adalah 858 dari 2.494 orang yang tertular.

Berurut persentase kematian dari jumlah yang tertular SARS-CoV, MERS-CoV, dan SARS-CoV2 adalah 9,55 persen : 34,4 persen : 2,67 persen. Artinya secara persentase antara angka kematian dan angka penularan MERS-Cov lebih membunuh dua belas kali lipat dibandingkan SARS-CoV2 (Covid-19). SARS-CoV lebih membunuh tiga kali lipat dibandingkan SARS-CoV2 (Covid-19). Namun dari hitungan jumlah penularan saja, Covid-19 lebih mudah dan cepat menular yakni tujuh belas kali lipat dibandingkan MERS-CoV.

Kajian ini tidak bermaksud meremehkan SARS-CoV2 (nama virus) penyebab Covid-19 (nama penyakit) di Indonesia. Namun bakteri Tbc lebih meningkatkan kematian, dan efek tembakau (merokok) jauh lebih meningkatkan kematian daripada Tbc .

Setelah enam bulan lebih, pada 17 Oktober 2020, jumlah kematian karena SARS-Cov2 (Covid-19) di Indonesia adalah 12.431, bila dianggap kematian akibat Covid-19 sebanyak dua kali lipat (12.431 x 2 = 24.862) dihitung sebagai kasus setahun maka perbandingan kematian per tahun di Indonesia akibat SARS-CoV2, bakteri Tbc dan efek tembakau (merokok) berurut sebagai berikut 24.862 : 93.000 : 225.700. Artinya Bakteri Tbc tiga kali lebih membunuh daripada SARS-CoV2. Dengan jelas terang benderang bahwa efek tembakau (rokok) sembilan kali lebih membunuh daripada SARS-CoV2.

Kematian pada perokok aktif jauh lebih banyak dari perokok pasif. Pada 2018 WHO merilis statistik kematian perokok pasif (orang yang tidak merokok tapi menghirup asap rokok orang lain) sebanyak 890 ribu kematian di dunia. Mengapa masker dan jaga jarak tidak diterapkan sejak dahulu untuk membatasi jumlah bakteri Tbc dan menghindari asap rokok? Mungkin karena SARS-CoV2 ini jenis makhluk yang paling mudah dan cepat menularnya di tengah umat manusia. Semoga pihak yang berkompeten di bidang ini menjelaskan kepada masyarakat apa alasannya.

Gambaran di Kabupaten Merangin (Zona Orange)

Pada bulan Juli pekan kedua (295 partisipan) dan Oktober pekan ketiga (285 partisipan) penulis membuat survei online di Sekolah Permata Hati Merangin. Partisipannya adalah gabungan Orangtua siswa TK, SD, dan SMP Permata Hati. Bagaimana penerapan protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19 di RT orang tua siswa berdomisili?

Hasil  survei Juli 59,3 persen berusaha berhati-hati, 30,5 persen biasa saja, 8,8 persen sangat ketat bermasker dan jaga jarak, dan 1,4 persen menjawab tidak tahu. Pada survei Oktober (tidak kurang di 19 desa/kelurahan) 56,8 persen berusaha berhati-hati, 32,3 persen biasa saja, 10,2 persen sangat ketat bermasker dan jaga jarak, dan 0,7 persen menjawab tidak tahu.

Hasil lainnya 75,1 persen menjawab kuesioner bahwa anak mereka tidak bergejala demam, batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, dan/atau pilek selama 3 bulan terakhir (Juli, Agustus, September). Pada survei pekan kedua Juli hasilnya 77,2 persen menjawab kuesioner bahwa anak mereka tidak bergejala selama 3 bulan terakhir (April, Mei, dan Juni).

Persepsi orang tua siswa ini dapat diambil makna bahwa 3 dari setiap 4 siswa memiliki imunitas yang baik dalam tiga bulan terakhir, tidak berbanding lurus dengan hasil survei alasan mengizinkan anak mereka untuk belajar tatap muka di sekolah. Hanya 17,2 persen saja yang yakin dengan imunitas anaknya. Ini pertanda kecemasan menggeser persepsi mereka akan keyakinan imunitas-tubuh-optimal.

Faktanya setiap tubuh manusia dilengkapi sistem imun yang bekerja atau bertempur setiap hari menghadapi bibit-bibit penyakit. Memang vaksin merangsang kekebalan tubuh seseorang namun setiap orang secara alamiah akan membentuk antibodi bekerja sama dengan sel memori untuk melawan bibit penyakit yang sama pada pertempuran yang kedua. Termasuk dalam melawan bakteri Tbc, virus influenza, cuma bedanya terhadap Tbc sudah dtemukan vaksinnya sedangkan influenza belum karena kecepatan mutasinya.

Berdasarkan wawancara penulis dengan seorang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan dinyatakan negatif setelah 14 hari maka penulis menjadi yakin kita wajib optimis menghadapi Covid-19 ini. Jangan hanya melihat angka orang yang tertular tapi lihat juga angka orang yang sembuh. Jangan hanya melihat angka kematian tapi lihat juga angka orang yang masih hidup. Memang wajar jika orang tua menghawatirkan kehidupan anaknya, tidak masalah. Bila terlalu khawatir sebaiknya segera berkonsultasi dengan psikolog, dokter atau orang yang paham di bidang kelimuan tertentu.

Apa alasan utama orang tua mengizinkan anaknya bersekolah (belajar tatap muka) dijawab dari hasil survei pada Juli 11,8 persen (34 orang) karena yakin dengan imunitas anak, 27,7 persen (81 orang) karena protokol kesehatan. Sedangkan hasil survei pada Oktober 17,2 persen (49 orang) karena yakin dengan imunitas anak dan 40 persen (114 orang) karena protokol kesehatan. Terjadi kenaikan keyakinan pada imunitas anak dan pada protokol kesehatan.

Apa alasan utama orang tua tidak mengizinkan anaknya bersekolah (belajar tatap muka)? Hasil survei Juli 34,5 persen (101 orang)  karena sangat cemas dengan imunitas anak. Alasan yang sama pada hasil survei Oktober sebanyak 24,6 persen (70 orang). Terjadi penurunan kecemasan.

Pandemi ini semakin menantang, penulis pun mewawancarai kasus kematian yang didata oleh Pemda Kabupaten Merangin yaitu terdapat 1 kematian. Dalam wawancara via telepon pada 29 September 2020 didapati keterangan bahwa korban meninggal berusia 67 tahun (dengan penyakit utama pembengkakan jantung) di RS Pemda Kabupaten Bungo dan dimakamkan dengan mode pemakanan korban Covid-19.

Hasil tes RT-PCR baru keluar beberapa hari kemudian, beliau terkonfirmasi positif. Maka Dinkes Merangin melakukan contact tracing ke beberapa anggota keluarga dan tenaga medis di sejumlah Rumah Sakit di Kabupaten Merangin dan Kabupaten Bungo yang memiliki kontak erat dengan korban.

Penulis mewawancari juga orang yang sudah sembuh dari Covid -19 di Merangin pada tanggal 3 Oktober 2020. Dalam satu keluarga hanya 5 yang terkonfirmasi positif Covid-19. Maka mereka berlima diisolasi selama 14 hari di sebuah rumah di Pematang Kandis, semua biaya ditanggung Dinkes.

Mereka dikunjungi pihak Dinkes, diberikan makanan bergizi tiga kali sehari dan diberi buah-buahan dan vitamin. Dari 5 yang terkonfirmasi positif hanya 1 yang punya keluhan, yaitu sakit kepala. “Waktu awal-awal dibilang positif, perasaan gimana, cemas?” tanya penulis pada remaja berusia 12 tahun. “Gak, biasa-biasa aja!” kata beliau berinisial AL yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Penulis pun mewawancarai operator di Call Centre (119) Satgas Nasional Covid-19 pada tanggal 6 Oktober 2020, penulis mendapati informasi bahwa kematian akibat Covid dengan penyakit-penyerta di Indonesia sebanyak 3,7 persen dari total kematian murni akibat Covid-19. Semua wawancara tersebut  sebagai gambaran tentang sumber primer tentang pandemi ini dan bagian dari Contact Tracing atau melihat sebaran Covid-19 di Merangin.

Catatan kecil

Sulit memahami penyakit dalam waktu singkat karena penyakit (Covid-19) ini belum setahun, dua tahun atau beberapa tahun, jadi wajar jika perkembangan terus diupdate dan wajar pula tidak sedikit hoax yang muncul berkenannya.

Berkenaan kejahatan global di balik pandemi Covid-19 ini, kemungkinannya bisa benar bisa salah. Mulai dari proses identifikasi virus ini dan penyakitnya, hingga proses uji RT-PCR yang mengacu pada WHO. Juga permintaan uji ulang secara mandiri untuk menguji temun WHO dari para penggiat medsos agar tidak terima mentah-mentah bahan, alat, informasi atau prosedur dari WHO. Penulis berharap adanya tim investigasi yang mengungkap seadil-adilnya berkenaan pandemi ini karena ujian besar berkenaan pandemi ini tidak hanya menimpa pusat negeri ini di Jakarta tapi juga di desa kami di Kabupaten Merangin yang direspon menjadi ketakutan berlebihan.

Jaga jarak berlebihan dan lainnya seperti kisah perbedaan kesimpulan dua dokter, yang satu mengatakan ini secara klinis adalah Covid-19 dan yang satu lagi ini hanya drop pasca bedah bayi yang berakhir meninggal dan dikuburkan dengan pemakaman ala Covid-19 dan menyisakan kesedihan yang mendalam bagi ibunya.

Rekomendasi

Mari kita optimis menghadapi Covid-19 ini! Jangan terlalu khawatir berlebihan karena tingkat kesembuhan nasional saat ini 83,18 persen (update 29 Oktober)! Penulis memprediksi lebih dari 50 persen masyarakat Merangin akan merespon pandemi biasa-biasa saja karena tingkat keyakinan dengan imunitas (sistem kekebalan tubuh) naik hingga lebih dari 50 persen mulai tahun 2021. Dan istilah OTG (Orang Tanpa Gejala) diprediksi bergeser menjadi keberanian menghadapi tantangan virus ini bukan ketakutan psikologis.

Mari berpikir jernih, hingga 29 Oktober 2020, tidak sampai 1 persen penduduk dunia yang terkonfirmasi positif Covid-19 (SARS-CoV2). Sisanya lebih dari 99 persen penduduk non-konfirmasi. Begitu pula di Indonesia persentasenya tidak kurang dari 99 persen.

Seandainya gelas terlalu banyak udara maka air akan sedikit, seandainya jiwa terlalu banyak ketakutan maka keberanian akan mengkerdil. Kita wajib berlindung kepada Yang Maha Melindungi dari kesusahan (masa depan), kesedihan (masa lalu), kelemahan (tak mampu), kemalasan (tak mau), kepengecutan, kebakhilan (pelit), lilitan utang dan kesewenangan (otoriter) manusia.

 

Bacaan lanjutan:

1. Data Nasional Kematian Karena Efek Merokok per Tahun

2. Data Nasional Kematian Karena Tbc per Tahun

3. Data Dunia Kematian Perokok Pasif

 

4. Data Covid-19

5. Data Covid-19 Per 17 Oktober

 

Ikuti tulisan menarik Mahendra Ibn Muhammad Adam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler