x

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Tempo/Muhammad Hodayat

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 27 November 2020 06:13 WIB

Gara-gara Rame Ekspor Benur, Netizen Kangen Bu Susi

Sembari tetap mengomentari aksi Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] dalam menciduk Edhy Prabowo saat menginjakkan kaki di Bumi Pertiwi pada dinihari, netizen sibuk mencari-cari di mana Bu Susi Pudjiastuti. Foto-foto Bu Susi pun bermunculan di media sosial, disertai caption mengungkapkan kerinduan—rindu pada aksinya menenggelamkan kapal asing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Warga masyarakat rupanya semakin piawai dalam memaknai sebuah kejadian, peristiwa, ataupun bahkan sebuah foto, bahkan tanpa belajar lebih dulu pengetahuan tentang simbol ataupun simulakra dan sejenisnya yang pelik itu. Sebagian sih memang memakai ilmu yang dinamai othak-athik-gathuk [berbagai hal dirangkai dan disambung-sambungkan agar cocok atau terlihat cocok, tapi banyak juga yang membuat analisis berbasis bukti atau katakanlah semacam evidence based analysis—loh, memangnya ada analisis tanpa bukti?

Makna yang diambil dari sebuah peristiwa atau foto itu kemudian ditafsirkan dengan cara tertentu, bahkan dengan selera tertentu ala netizen, serta jadi sejenis keasyikan tersendiri. Bahkan banyak yang kemudian menuangkan tafsir masing-masing menjadi sebentuk meme atau komik pendek atau tulisan satir yang kadang-kadang terasa nylekit di hati. Boleh dikata ini perkembangan baru dan karena itu merupakan tafsir, maka mestinya sih tidak tergolong hoax. Tafsir bisa saja salah, tapi hoax sengaja bikin orang dapat  informasi yang salah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Contohnya, ketika Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengunggah foto dirinya sedang membaca buku, netizen pun langsung merespons. Bahkan, politikus pun menanggapi, padahal membaca buku itu kegiatan biasa-biasa saja. Tapi, mata warga memang tertuju pada judul buku yang dipegang Anies [kita tak bisa memastikan apakah Anies memang sedang membaca, atau berpose seolah-olah sedang membaca], yaitu How Democracis Die. Warga yang membuat tafsir atas foto itu niscaya mengikuti perkembangan politik mutakhir. Jika ia tidak updated, ia akan menganggap foto itu biasa-biasa, padahal foto itu mungkin memang biasa dan tak perlu ditafsirkan ke mana-mana....

Contoh berikutnya ialah respon warga masyarakat terhadap Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan. Sembari tetap mengomentari aksi Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] dalam menciduk Edhy saat menginjakkan kaki di Bumi Pertiwi pada dinihari, netizen khususnya malah sibuk mencari-cari di mana Bu Susi Pudjiastuti. Foto-foto Bu Susi pun bermunculan di media sosial, disertai caption mengungkapkan kerinduan—rindu pada aksinya.

Nama Bu Susi, penjaga Tanah Pangandaran, Jawa Barat, dibawa-bawa, loh apa hubungannya? Bu Susi tidak punya urusan dengan ekspor benih lobster alias benur, bahkan blio termasuk yang bersuara keras menentang kebijakan itu, sehingga ada yang menuding Bu Susi terpapar virus post-power syndrome. Nyatanya sekarang? Kritik itu terbukti, sebab ekspor benih lobster itu berpotensi terjadinya pat gulipat—seperti ditulis Koran Tempo dan Majalah Tempo, bahkan ketika kebijakan ekspor benur itu masih berupa rencana yang sedang digodog. Memang sih, penciuman para jurnalis Tempo ini begitu tajam, bisa mengendus aromanya sebelum kejadian... waskita, sungguh!

Selain Bu Susi, menurut pak Emil Salim, salah seorang senior netizen kita, yang mula-mula menentang keras rencana kebijakan ekspor benur itu dua organisasi keagamaan, yakni NU dan Muhammadiyah. Kalau dua organisasi besar ini sudah berbicara menolak berarti memang ada kemungkinan bahaya yang tersimpan dalam rencana itu. Namun, telinga memang tidak selalu terbuka, apa lagi jika suara yang masuk tidak sesuai dengan apa yang ingin kita dengar. Alias, kita cenderung menyukai suara-suara yang ingin kita dengar, misalnya pujian dan musik pengantar tidur.

Salah satu tafsir yang juga muncul pasca terciduknya Menteri Edhy Prabowo—wah, nama belakangnya ini loh, sebagian netizen bilang alangkah bagusnya jika Bu Susi ditarik kembali ke dalam kabinet kerja. Namanya juga harapan warga, bisa didengar bisa pula tidak, bisa terwujud bisa pula tidak diwujudkan. Sejauh ini mah tidak ada tanda-tanda, sebab Presiden Jokowi sudah menunjuk Menko Luhut Panjaitan sebagai menteri sementara KKP. Yang warga belum tahu, apakah peraturan menteri yang mengizinkan ekspor benih lobster hingga ratusan juta ekor itu akan dibatalkan atau tidak.  

Lagi pula jika Bu Susi mau dimasukkan kembali ke kabinet mungkin agak susah ya, soalnya kira-kira ada yang kepentingannya terganggu atau gak ya? Padahal, jika Bu Susi balik lagi ke kabinet kerja, netizen yang sudah kangen itu bisa menyaksikan lagi aksi bu Susi di lautan kita yang sangat luas ini menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan kita jauh lebih banyak daripada kucing yang mengambil tulang ikan di meja makan. Mungkin netizen rindu seruan Bu Susi dengan gayanya yang khas itu: “Tenggelamkan.... !” >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler