x

BPJS

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 1 Desember 2020 17:08 WIB

Kelas Standar BPJS Mencekik Rakyat Jelata Lagi

Salah apa rakyat? Iuran BPJS dikutak-katik terus, rakyat jelata juga yang harus menanggung beban dan derita di tengah NKRI yang sudah lepas dari 75 tahun dari penjajahan kolonialisme.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Dalam situasi dan kondisi yang penuh keprihatinan, terutama karena adanya pandemi corona yang masih terus merajalela, sehingga menggerus semua aspek kehidupan rakyat terutama kesehatan dan ekonomi yang terus terpuruk, pemerintah masih terus terlihat mengobok-obok persoalan iuran BPJS Kesehatan yang sedang dipikirkan ke arah perubahan kelas standar, efeknya jelas signifikan pada rupiah yang harus dibayarkan oleh rakyat.

Sungguh persoalan BPJS ini, akibat tak cermatnya pihak yang merancang dan mengelola, rakyat akan terus jadi kambing hitam dan korban, serta terus menjadi kelinci percobaan.

Setelah iuran dinaikkan lagi oleh pemerintah (baca: Presiden) tanpa peduli dan mendengar suara rakyat, kini pemerintah melalui stakeholder terkaitpun terus mengkutak-katik rumusan kelas BPJS Kesehatan yang sedang diproses menuju kelas standar.

Dari berbagai proses kutaki-katiknya dan indikator persoalan kelas standar, beberapa pihak pun memprediksi iuran kelas standar akan jatuh pada angka Rp 78 ribu Angka ini jelas melonjak jauh dari iuran BPJS Kesehatan kelas III yang kini tengah berlaku.

Rp 75 ribu itu untuk 1 kepala, bagaimana bila dalam 1 keluarga isinya ada 3/4/5 dst kepala?

Sungguh, kesehatan yang menjadi hajat hidup rakyat dan seharusnya negara hadir untuk rakyat, untuk urusan kesehatan malah rakyat terus ditekan dan dikorbankan. Belum lagi iuran BPJS Kesehatan dalam praktiknya tak ubahnya bak upeti di zaman kerajaan dan penjajahan, yang hukumnya wajib bagi setiap rakyat membayar. Bila tak membayar dianggap hutang, pun ada dendanya.

Harapan agar rakyat dapat berobat gratis pun terus menjadi utopia. Padahal banyak sekali calon kepala daerah yang jelang Pilkada 2020 dan Pilkada-Pilkada sebelumnya selalu umbar janji akan menggratiskan berobat bagi rakyatnya. Namun, hingga kini kenyataannya mana?

Bukannya rakyat mendapat kabar baik dan berita yang menentramkan di tengah berbagai keterpurukan dan penderitaan, menyoal BPJS Kesehatan ini, justru rakyat erus dibikin tidak pernah dapat tidur nyenyak dan hidup tenang. Apa pasalnya?

Setelah iuran dinaikkan, kabar terbaru kepesertaan BPJS Kesehatan akan berubah dari sistem tiga kelas menjadi satu standar yang sama mulai 2021. Artinya, nanti tak ada lagi pembagian kepesertaan berdasarkan kelas mandiri I, II, dan III untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). 

Luar biasa, apakah rencana ini sudah meminta pendapat dan aspirasi rakyat PBPU yang akan menjadi obyek pemungutan upeti bernama iuran BPJS Kesehatan? Apakah DPR yang mewakili rakyat benar-benar akan menjadi wakil rakyat dengan rencana kelas standar yang sudah tentu akan menambah kesusahan rakyat?

Luar biasa, rakyat terus dikorbankan meski rencana kelas standar ini akan dilakukan secara bertahap mulai tahun depan, 2021.

Ironusnya kelas standar yang diharapkan menjadi solusi oleh pemerintah, jelas akan menjadi musibah bagi rakyat. Jelas, munculnya kelas standar yang berbuntut iuran pun akan membengkak, meski ketentuan mengenai kelas standar tercantum dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Pada Pasal 54 A berbunyi untuk keberlangsungan pendanaan Jaminan Kesehatan, menteri bersama kementerian/lembaga terkait, organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan melakukan peninjauan manfaat Jaminan Kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan rawat inap kelas standar paling lambat Desember 2020, tetap saja jelas akan kembali membelenggu hati dan pikiran rakyat.

Bila benar kelas standar nantinya mengharuskan setiap kepala rakyat membayar Rp 75 ribu, maka jelas akan sangat memberatkan siapa dan menguntungkan siapa.

Rakyat yang kaya akan semakin enak hidup di Republik Indonesia, karena cukup merogoh kocek 75 ribu rupiah untuk setiap anggota keluarganya demi membayar upeti bernama iuran kesehatan. Bagaimana dengan rakyat kelas menengah hingga rakyat miskin yang untuk sekadar makan sehari-hari saja susah?

Apakah lahirnya iuran BPJS Kesehatan akan memenuhi azas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia? lebih dari itu, apakah lahirnya Iuran BPJS Kesehatan juga sesuai dengan amanah Pembukaan UUD 1945, sebab kondisi rakyat Indonesia memang masih lebih banyak yang miskin ekonomi/harta dan juga masih banyak sekali rakyat yang miskin hati, meski kaya harta Sementara, untuk membayar iuran BPJS Kesehatan, jelas harus dengan uang, bukan kekayaan hati.

Salah apa rakyat? Iuran BPJS dikutak-katik terus, rakyat jelata juga yang harus menanggung beban dan derita di tengah NKRI yang sudah lepas dari 75 tahun dari penjajahan kolonialisme.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler