x

HAM Jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 13 Desember 2020 09:23 WIB

Pidato Presiden Menyoal HAM Direspon Jempol Terbalik dari Warganet

Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disiarkan secara virtual di Youtube direspon puluhan ribu warga net dengan tanda jempol ke bawah alias tidak suka (dislike). Ini harus jadi bahan refleksi Jokowi. Faktanya persoalan HAM masa lalu belum bisa dituntaskan presiden. Sementara pelanggaran HAM baru juga terus terjadi. Itu tak bisa dituntaskan hanya dengan pidato seremonial belaka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membaca judul berita di media massa, Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka peringatan Hari HAM Se-Dunia 2020 yang disiarkan secara virtual oleh akun Youtube Kemitraan Indonesia, ada 40 ribuan warganet atau netizen yang meberikan tanda jempol ke bawah. Acara ini digelar oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kemitraan Partnership di Jakarta, pada Rabu, 9/12.

Banyaknya tanda dislike (tak suka) itu rasanya memang tak biasa. Bagaimana mungkin pidato Presiden sampai diberikan dishlike puluhan kali lipat dibandingkan dengan yang memberikan tanda jempol ke atas, like (suka)?

Penasaran dengan berita tersebut, saya pun coba kembali menyimak akun Youtube Kemitraan Indonesia tersebut. Saya penasaran sebab baru dua hari ini menulis artikel agar masyarakat lebih memahami tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan jenis pelanggarannya. Tujuan agar masyarakat terhindar dari pelanggaran dan dilanggar HAM-nya 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ternyata, saat saya buka akunnya pada Sabtu, 12 Desember 2020 pukul 20.11, sudah ditonton oleh 212 ribu pemirsa. Saat itu  ada 1,5 ribu like dan 40 ribu dislike, serta 16 ribu komentar. Bahkan ketika saya telusuri kolom komentar, juga tetap lebih banyak yang tidak respek atas pidato Presiden yang dipandang hanya sekadar seremoni.

Perlu diketahui, khususnya di Indonesia, media sosial (medsos) bernama Youtube adalah satu di antara medsos yang paling populer. Dengan fakta adanya warganet yang puluhan kali lipat tak menyukai pidato Presiden dibandingkan netizan yang suka, hal ini wajib menjadi perhatian dan refleksi bapak Jokowi. Biasanya, hal-hal yang terkait dengan Presiden, warganet/netizen akan lebih banyak yang pro kepada Jokowi. Namun menyoal hak asasi manusia ternyata warganet bisa disebut tak respek kepada Jokowi.

Pertanyaannya, apakah yang memberikan acungan jempol ke bawah alis dislike alias tak suka dan memberikan komentar tak mendukung adalah bagian dari influencer dan buzer? Rasanya kali ini jelas bukan, sebab para influencer dan buzzer justru dibayar oleh pemerintah untuk menjadi pendukung dan benteng bagi pihak oposisi,  meski bayaran mereka tetap dari uang rakyat.

Jadi, mustahil influencer dan buzer mengingkari janji dan merugikan kredibilitas Jokowi dengan memberikan acungan jempol ke bawah dan komentar jauh dari mendukung.

Meski fakta ini menjadi hal yang wajib bagi pemerintah membuka diri dan membuka mata hati, karena persoalan HAM di Indonesia memang masih banyak yang terbengkelai. Bahkan pelanggaran HAM baru juga tercipta dan dicipta. Wargenet memang tetap pesimis, Jokowi dengan pemerintahannya akan serius dan mampu menyelesaikan pelanggaran HAM yang sudah lewat dan pelanggaran HAM yang menurut warganet baru saja terjadi di NKRI.

Lebih dari itu, warganet juga masih terus terngiang atas ungkapan Jokowi yang sudah tersiar di berbagai media massa dan medsos di Indonesia, bahwa di periode kepemimpinannya yang kedua ini, sudah tak ada beban. Inilah yang dikawatirkan. Jokowi yang mengungkapkan sudah tak ada beban, karena tidak akan jadi Presiden lagi,  tentu bisa diartikan bahwa apa yang mau diperbuatnya bisa jadi sudah terserah apa maunya, meski tetap bicara bahwa tindakannya semua demi rakyat Indonesia. Inilah yang dikawatirkan, sehingga pidatonya menyoal HAM pun hanya dianggap sekadar seremoni oleh warganet.

Meski Jokowi menyebut bahwa pemerintah tidak pernah berhenti menyelesaikan penyelesaian pelanggaran HAM secara bijak dan bermartabat, namun berbagai pihak terkait dan masyarakat Indonesia dan internasional "tidak tidur" dan terus menjadi saksi atas persoalan HAM di Indonesia. Masyarakat pun menunggu Menko Polhukam Mahfud MD, yang diperintah Jokowi, apakah mampu menangani masalah HAM masa lalu, kemudian dilanjutkan agar hasilnya bisa diterima semua pihak dunia internasional?

Apakah komitmen pemerintah dalam penegakan HAM dan telah dituangkan dalam rencana Aksi Nasional HAM 2020-2025? Hak sipil, hak politik, serta hak ekonomi dan sosial, serta budaya benar-benar akan dilindungi secara berimbang, dan tak ada satu pun yang terabaikan atau hanya sekadar seremoni seperti komentar ribuan warganet?

Harus dilihat pula bahwa kategori pelanggran HAM jenis ringan seperti melakukan pengancaman, melakukan pencemaran nama baik seseorang, melakukan kekerasan, dan sebagainya, mesih terus sering terjadi. Sementara pelanggaran HAM berat atau Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan dengan maksud untuk menghancurkan memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama pun tetap bergulir di sini.

Rakyat sungguh sangat berharap agar sesama rakyat tidak saling melanggar HAM, dan pemerintah pun tidak mencontohkan melakukan pelanggaran HAM, tapi justru segera menyelesaikan pelanggaran yang sudah terjadi dengan tegas dan adil, tidak memihak.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler