Pulang dari mengikuti peluncuran Novel Maman Suherman yang berjudul RE, saya nebeng sama Ety Budihadjo naik taksi ke Blok M. Di Prapatan jalan Sultan Hasanudin saya turun dan berjalan kaki ke terminal Blok M. Sementara Ety menjemput suaminya ke RS Pertamina.
Di terminal Blok M saya langsung menuju loket Bus Transjakarta, atau yang lebih familiar disebut warga sebagai Busway. Sebelum masuk loket, di gerbang masuk sekilas saya membaca tulisan yang berbunyi: Mulai 5 Mei, Terminal Bus Trasjakarta Blok M akan memakai system e-Tiket, dan seterusnya....
Pikiran saya melayang ke pengalaman saya tahun lalu. Saat saya di beri e-Tiket ini oleh anak saya yang saat itu nilainya Rp. 50.000. Tapi, tidak sampai sepuluh kali saya memanfaatkannya, saldo tiket itu habis, dan harus segera diisi ulang. Saat itu timbul kecurigaan saya, bahwa saldo saya terdebet ganda oleh mesin pemindai di gerbang peperiksaan tiket. Tapi karena tidak mempunyai bukti otentik, selain hanya perasaan baru memakai belum sampai sepuluh kali, saya hanya mendiamkannya saja. tapi sejak itu saya tidak memanfaatkan lagi kartu e-tiket tersebut. Kapok...
Kemarin saya membaca tulisan rekan Lita Chan Lai di Kompasiana, di mana dia mengalami kartu e-Tiketnya terdebet dua kali. Tapi tak dapat penyelesaian di Halte bus Transjakarta.
Setelah saya membeli tiket di loket reguler, saya langsung naik ke ruang tunggu terminal di lantai atas. Di saat saya naik tangga dan kebetulan berjalan di pinggir kiri dengan pemandangan bebas kearah pintu masuk di sebelah kiri saya, saya mendengar bunyi dari mesin pemindai e-Tiket bus Transjakarta di gerbang jalur masuk penumpang, tidak hanya sekali, tapi beberapa kali, reflek saya berhenti dan mata saya langsung menuju sumber suara di gerbang masuk pemeriksaan tikut penumpang.
Biasanya, mesin pemindai atau scanner itu hanya akan berbunyi satu kali saat kartu e-Tiket itu ditempelkan di atas sensornya, lalu dengan otomatis lampu hijau akan menyala di atas pintu masuk dan palang besi (gate bar) yang menghalangi orang yang masuk dengan segera akan dalam posisi bebas bisa didorong berputar, sehinga calon penumpang bisa masuk ke ruang tunggu.
Tapi pada kejadian yang saya saksikan dari atas tangga menuju ruang tunggu itu, walau kartu sudah ditempel dan suara beep telah terdengar, namun lampu hijau tidak menyala, palang pintu masuk tetap terkunci. Proses pemindaian ini diulang dua kali oleh petugas jaga yang ada di sana, hasilnya tetap sama. Pada pemindaian ke empat baru berhasil, lampu hijau menyala.
Yang menjadi masalah adalah setiap pemindaian, maka saldo yang terdapat di dalam kartu e-Tiket itu juga terpotong sebanyak Rp. 3.500,- Pada kejadian itu, proses pemindaian terjadi 4 kali, maka dipastikan saldo penumpang yang memakai kartu tersebut akan berkurang 4 X Rp. 3.500 = Rp.14.000. Padahal dia hanya sendiri dan baru satu kali pemakaian e-Tiketnya.
Bila kejadian ini berulang, karena belum sempurnanya system e-Tiket ini bekerja, berapa banya penumpang busway ini yang akan dirugikan. Bagi mereka yang teliti, mungkin bisa langsung komplain. Tapi bagi yang tidak teliti, maka sistem ini akan merampok saldo e-Tiket penumpang Busway ini tanpa diketahu si pemakai tiket. Bagi yang sadar bahwa e-Tiketnya didebet dua kali, mengajukan komplain juga tak membuahkan apa-apa. Karena pihak Transjakarta tidak menyediakan petugas khusus yang menangani kompain itu dan mengembalikan uang penumpang yang dicolong oleh mesin pemindai mereka.
Saya langsung teringat dengan kejadian yang sama yang dialami oleh seorang Kompasianer Lita Chan Lai yang di tulisnya di Kompasiana 1 Mei yang lalu. Seorang penumpang lain juga pernah mengalami hal yang sama, seperti disampaikannya di Facebook, di kolom komentar di bawah status Lita Chan Lai. Saya yakin, masih banyak penumpang yang mengalami hal ini, namun tidak menyadarinya, atau mungkin ada juga yang sdara dan komplain, tapi tidak mengungkapkannya di media.
Ikuti tulisan menarik Dian Kelana lainnya di sini.