x

Ibuku

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 22 Desember 2020 16:50 WIB

Saat Ibuku Terkena Sindrom Geriatri

Saya dan keluarga pun jadi tahu ada jenis sakit bernama sindrom geriatri. Karenanya, kini giliran kami untuk membalas menjaga dan merawat Ibu, seperti selama ini Ibu telah menjaga, merawat, membimbing, dan mendidik kami. Terima kasih ibu. Selamat Hari Ibu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Curah kasihmu, ikhlas tak terbatas. Pancar sayangmu, di setiap waktu, dalam doa restu. 

(Supartono JW.21122016). 

Saya kaget saat mendengar Ibuku tiba-tiba tak mau makan dan minum. Sikap yang tak biasa Ibu, karena keluarga hanya berpikir Ibu masuk angin biasa, hingga tak nafsu makan dan minum. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam situasi pandemi Covid-19, keluarga yang terdiri kakak-adik dan para keponakan saya, karena Ayah telah lebih dahulu dipanggil Allah, semuanya jadi paranoid dan tak mau membawa Ibu ke Rumah Sakit karena kondisi corona. Lebih dari itu, sepanjang hidupnya, sejak Ibu lahir di tahun 1945 hingga kini berusia 75 tahun sama dengan negeri ini, Ibu belum pernah sakit dan merasakan opname, rawat inap di Rumah Sakit dan Ibu pun saat itu juga tetap menolak bila mau dibawa ke Rumah Sakit.

Ibu hanya mau dibawa ke dokter, padahal kondisi Ibu yang kurang asupan makan dan minum, membuatnya jadi lemah, lemas, dan dehidrasi.

Namun, setelah melewati satu, dua, tiga, hari hingga satu munggu terlewati dan rawat jalan, alhamdulillah Ibu sendiri menyatakan siap di opname demi mendapatkan cairan infus yang memang sudah seharusnya diterima Ibu sejak awal sakit yang tak biasa ini.

Pasalnya, baru kali ini kami sekeluarga mengalami pengalaman Ibu tak mau makan dan minum.

Keluarga pun akhirnya memilih Rumah Sakit Swasta yang sepi pasien dan kamar rawat inap  yang sendiri. Setelah melakukan serangkaian tes Covid-19 dan hasilnya negatif, Ibu pun langsung mendapatkan perawatan. Selang infuspun langsung menempel pada tangan Ibu.

Setelah empat hari tiga malam, kondisi Mama membaik, meski untuk asupan makan masih jauh dari normal. Saat dokter datang melakukan kunjungan, pada akhirnya menyampaikan pesan bahwa Mama sudah diizinkan pulang dan nanti perlu kontrol rawat jalan.

Kakak saya mewakili keluarga, akhirnya ke ruang dokter mengambil hasil tes laboratorium dan Surat Informasi tentang sakitnya Iby. Saat surat itu saya terima, saya baca bahwa Ibu terkena sakit Sindrom Geriatri.

Dokter pun menjelaskan bahwa Sindrom Geriatri adalah berbagai gejala dari masalah kesehatan yang sering terjadi pada orang lanjut usia atau lansia akibat proses penuaan. 

Arti sindrom adalah kumpulan gejala yang muncul bersamaan dan biasanya disebabkan oleh penyakit atau kondisi medis tertentu. Sementara itu, geriatri adalah sebutan bagi kaum lansia, yaitu orang berusia di atas 60 tahun.

Dokter pun melanjutkan bahwa sindrom geriatri umumnya bersifat menahun dan tidak memiliki gejala yang khas atau spesifik. Selain itu, lansia yang mengalami sindrom geriatri juga biasanya akan mengalami penurunan fungsi organ akibat proses penuaan, kurang mampu atau kesulitan dalam melakukan aktivitas harian, seperti mandi atau berpakaian, sehingga perlu dibantu oleh orang-orang di sekitarnya. Juga mulai menurunnya fungsi penglihatan dan pendengaran, termasuk nafsu makan dan minum.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang lansia bisa mengalami sindrom geriatri, di antaranya faktor genetik, kondisi fisik maupun psikologis, kondisi lingkungan, dan status sosial.

Dari penjelasan dokter, kami sekeluarga menyadari bahwa hingga saat ini, Ibu yang hanya tinggal berdua dengan adik saya, memang sangat memikirkan satu adik saya yang belum juga mau memiliki pendamping hidup. 

Sepanjang kami berkumpul di setiap pekan dan kesempatan di rumah Ibu maupun dalam video call keluarga, karena kakak dan adik sudah tinggal berbeda daerah dan kota, yang dibicarakan Ibu tak pernah lepas dari keinginan agar adik saya mau menikah, sehingga saya juga berpikir bahwa satu di antara sebab Ibu terserang sindrom geriatri karena faktor psikologis karena sangat memikirkan adik saya. Saat itu, dokter juga menyebut, nampaknya ada yang sangat dipikirkan Ibu. 

Itulah kisah tentang sakitnya Ibu yang tidak pernah saya dan keluarga duga dan pikirkan sebelumnya.

Atas kejadian ini, saya pun bersyukur bahwa di peringatan Hari Ibu ke-61 dan diusia Ibu yang ke-75, Ibu masih sehat dan terus menjadi mentari dan rembulan bagi saya dan keluarga. Ibu yang senantiasa memberikan cahaya terang hingga saya dan keluarga selalu dapat melewati kehidupan dari "kegelapan". Ibu yang selalu menghangatkan di tengah cuaca "dingin" kehidupan.

Di usia Ibu yang ke-75 ternyata saya baru tahu bahwa setiap manusia yang memasuki fase lanjut usia, tentu tak dapat menolak hadirnya sindrom geriatri. Sebab, hingga Ayah saya tutup usia, sindrom geriatri tak pernah menyerangnya.

Semoga, Ibu akan tetap sehat di usia senja. Kini, saya dan keluarga pun tahu apa yang harus dilakukan untuk menjaga dan merawat Ibu agar tetap sehat tak terserang sindrom geriatri lagi.

Terima kasih Ibu, karena-mu kita semua terlahir ke dunia, dan hari ini, adalah tahun ke-61 di Indonesia, Hari-mu diperingati, pun oleh seluruh bangsa di dunia.

Ibu selalu memberi dan tak pernah berharap kembali. Bila Negara harus memperingati Hari Ibu di setiap tanggal 22 Desember, bagiku Hari Ibu adalah setiap hari, karena "surga di telapak kaki ibu", dan tanpa ibu, kita tidak ada, kita bukan siapa-siapa. 

Saya dan keluarga pun jadi tahu ada jenis sakit bernama sindrom geriatri. Karenanya, kini giliran kami untuk membalas menjaga dan merawat Ibu, seperti selama ini Ibu telah menjaga, merawat, membimbing, dan mendidik kami.

Terima kasih ibu. Selamat Hari Ibu.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu