Iwan S. Lukminto Suksesor Nakhoda Sritex yang Mumpuni

Selasa, 22 Desember 2020 17:07 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Iwan S. Lukminto disiapkan secara sistematis oleh ayahnya untuk menjadi Nakhoda Sritex. Iwan berhasil membawa Sritex menjadi lebih sukses.

Judul: Iwan S. Lukminto – Inovasi Tanpa Henti Untuk Indonesiaku

Penulis: Nasir Tamara

Tahun Terbit: 2016 (cetakan kedua)

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia dan Delta Publisher                     

Tebal: xxiv + 366

ISBN: 978-602-6208-15-6

 

Iwan Setiawan Lukminto adalah bisnisman yang moncer di usia muda. Ia berhasil membawa Group Sritex menjadi lebih besar dari saat diwariskan oleh sang ayah – H.M Lukminto. Sebagai anak lelaki pertama pasangan H.M Lukminto dan Hajah Susyana, ia disiapkan dari sejak kecil oleh ayahnya untuk suatu saat menggantikannya menjadi nahkoda Sritex Group.

Kita semua tahu bahwa Sritex adalah sebuah bisnis tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan yang dibangun dari usaha jual kain di dua kios di Pasar Klewer, Solo Jawa Tengah itu kini telah mampu memlayani pasar internasional dalam hal garmen. Sritex dipercaya oleh banyak negara untuk memproduksi seragam militer. Sritex juga dipercaya oleh banyak perusahaan garmen terkenal untuk memproduksi dagangan mereka. Sritex melayani pembuatan seragam militer dari berbagai negara, termasuk Jerman, Inggris, Austria, Swedia, Belanda, Australia, Uni Emirat Arab, Oman, Kuwait, negara-negara Asia Tenggara dan tentu saja TNI dan POLRI. Merk-merk Zara, JC Penny, Macy’s, Dres Barn, Scars GESS dan sebagainya menggunakan pabrik Stritex untuk produksi. Sritex bisa berkompetisi di pasar internasional karena pabrik ini sangat efisien. Sritex memproduksi benang sampai dengan produk akhir. Dengan rantai produksi yang semua bahannya bisa disediakan di satu tempat membuat biaya produksi Sritex sangat efisien.

Berbeda dengan kebanyakan bisnis keturunan Tionghoa yang menyurut di generasi kedua, Srtiex justru berkembang sangat fenomenal saat kepemimpinan beralih dari H.M Lukminto kepada Iwan Setiawan Lukminto. Hal ini besa terjadi karena proses suksesi leadership di Sritex Group berjalan melalui sebuah langkah yang direncanakan dengan baik.

Iwan S. Lukminto (selanjutnya hanya akan saya tulis Iwan), lahir pada tanggal 24 Juni 1975 di Solo. Iwan menyelesaikan masa sekolahnya dari SD sampai SMA di Kota Bengawan. Setamat SMA ia melanjutkan kuliah ke Universitas Suffolk di Boston Amerika Serikat. Meski ia bersekolah di Boston, tetapi Iwan selalu dilibatkan dalam pengelolaan Sritex. Ia harus pulang ke Solo untuk membantu bisnis ayahnya saat perkuliahan libur. Setamat dari Boston pada tahun 1997, ia langsung bergabung dengan Sritex. Ia tidak langsung mendapatkan posisi empuk, tetapi harus mulai dari posisi asisten Direktur. Ia menjadi asisten ayahnya sambal magang. Pada tahun 1999 ia mendapat promosi menjadi Wakil Direktur dan baru tahun 2006 ia diangkat menjadi Direktur menggantikan H.M. Lukminto.

Iwan memang disiapkan sejak kecil untuk mengelola Sritex Group. Saat ia masih SD, sepulang dari skeolah ia harus menemani orangtuanya berjualan kain di Pasar Klewer. Pengenalan lingkungan bisnis seperti ini memang banyak dilakukan oleh para keluarga Tionghoa. Sejak kecil anak-anak mereka dikenalkan dengan dunia bisnis yang digeluti oleh orangtuanya.

Meski H.M Lukminto menggunakan pendekatan trasidional Tionghoa dalam menyiapkan Iwan, Lukminto juga percaya kepada Pendidikan formal. Pengetahuan akademik sangat diperlukan untuk mencetak seorang pemimpin bisnis yang kompeten. Khususnya penguasaan ilmu pengetahuan dan Bahasa. Lukminto menyiapkan anak-anaknya mampu menggunakan Bahasa Inggris. Bahasa Inggris sangat dibutuhkan apabila perusahaan ingin berkompetnisi di dunia internasional. Pilihan sekolah ke Boston adalah salah satu upaya supaya Iwan mahir menggunakan Bahasa Inggris.

Saat menjadi asisten Direktur dan Wakil Direktur, Iwan selalu diajak oleh Lukminto untuk mencari mesin dan bernegosiasi dengan para buyer. Iwan yang mampu berbahasa Inggris dengan baik diminta menangani para klien yang berbahasa Inggris. Lukminto sendiri tidak bisa berbahasa Inggris. Keterlibatan Iwan secara intensif setelah selesai sekolah membuatnya sangat paham bagaimana menjalankan perusahaan ini.

Suami Megawati ini merasakan bagaimana ia bersama sang ayah membenahi pabrik yang dilanda krisis moneter pada tahun 1997. Pengalaman mengelola usaha dimasa turbulensi membuat Iwan paham benar bagaimana menyelamatkan sebuah perusahaan.

Iwan juga terlibat dalam keputusan akuisisi perusahaan tekstil lain yang dilakukan oleh Lukminto sejak tahun 1987. Oleh sebab itu, saat krisis moneter sudah mulai teratasi, pada tahun 2004 Iwan mulai menangani akuisisi perusahaan-perusahan tekstil yang sedang mengalami kesulitan.

Saat sang ayah wafat, Iwan sudah sangat siap menahkodai Sritex Group. Buktinya Iwan mampu mengembangkan Sritex lebih besar dariapda saat dikelola oleh ayahnya. Meski awalnya dia merasa kehilangan seorang mentor, namun mau tidak mau ia harus meneruskan usaha yang dirintis dari kecil oleh ayahnya tersebut.

Iwan meneruskan kebijakan integrasi pabrik dan akuisisi pabrik tekstil yang sedang mengalami masalah karena krisis ekonomi. Termasuk diantaranya adalah PT. Sari Warna, sebuah perusahaan tekstil besar di wilayah Solo yang diakuisisi pada tahun 2008. Akuisisi ini terjadi justru di saat dunia dilanda krisis ekonomi.  Sritex sebenarnya juga mengalami dampak dari resesi ekonomi ini. Tetapi karena pasar Sritex berragam, maka Sritex tetap mampu bertahan dari gempuran krisis. Saat ekspor ke Amerika bermasalah, Sritex masih bisa menjual produksi ke pasar domestik dan ke Timur Tengah. Sritex juga mendapatkan stimulus dari pemerintah dengan bantuan restrukturisasi mesin-mesin tekstil. Kebijakan Pemerintah ini diberikan kepada Sritex karena Sritex adalah pabrik yang tetap bisa menyerap tenaga kerja saat itu.

Iwan berhasil membawa Sritex menjadi perusahaan publik. Pada tahun 2013, atau 7 tahun setelah Sritex dikomandoi oleh Iwan, perusahaan ini masuk ke bursa saham. Sritex terdaftar di Bursa Efex Jakarta dengan code emiten SRIL. Iwan juga berhasil membawa Sritex menerbitkan obligasi global senilai USD270 juta dan USD30 juta MTN lokal.

Pada tahun 2015, atau kira-kira 10 tahun setelah memegang jabatan Direktur Sritex Group, Iwan telah membawa Sritex tumbuh luar biasa dari saat awal dia menjadi ditektur. Saat ini Sritex telah menjadi perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara dengan 9 pabruk spinning, 3 pabrik weaving, 3 pabrik dyeing/printing dan 8 parbik garmen. Sritex mempunyai dua pabrik utama di Solo dan di Semarang dengan mempekerjakan 16.800 tenaga kerja.

Apa kunci keberhasilan Iwan sehingga ia berhasil membawa Sritex menjadi jauh lebih besar dariapda saat dikelola oleh ayahnya? Pertama ia mendapatkan pelatihan dan mentoring yang intensif dari sang ayah. Iwan mengakui bahwa peran sang ayah dalam menyiapkan dirinya menjadi orang nomro satu di Sritex sangatlah besar. Kedua, ia mempunyai basis akademik yang kuat di dunia management. Kuliahnya di bidang business administration dari Suffolk Boston memberinya pengetahuan pengelolaan perusahaan secara modern. Ketiga, Iwan menguasai Bahasa Inggris sehingga ia tidak kesulitan dalam berkomunikasi dengan klien di berbagai belahan dunia. Keempat, ini adalah factor terpenting, Iwan adalah seorang INOVATOR. Ia terus berinovasi mengembangkan keunggulan Sritex sebagai sebuah perusahaan tekstil terintegrasi. Ia mengembangkan inovasi dalam hal produk, pemasaran maupun manajemen perusahaan. Untuk mendukung inovasi yang diterapkan di perusahaannya, Iwan tak segan-segan melatih pegawainya supaya bisa mengimplementasikan inovasi tersebut.

Iwan S. Lukminto adalah seorang pemimpin yang sangat berhasil di usia muda. Tak heran jika dia mendapatkan penghargaan sebagai Bussinessman of the Year pada tahun 2014 oleh Majalah Forbes Indonesia. (558)

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler