x

Gambar oleh Please Don\x27t sell My Artwork AS IS dari Pixabay

Iklan

Yaquta Maziyatin Jamilah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Desember 2020

Kamis, 24 Desember 2020 06:14 WIB

Secercah Harapan di Ujung Senja Hukum Indonesia


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Jangan resah dengan ujung senja,

Karena kalian anak muda adalah bagian dari fajar.”

 -Emha Ainun Nadjib. 

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalimat di atas adalah mantera yang menurut saya perlu difahami dan diaplikasikan oleh para generasi muda bangsa Indonesia, termasuk saya. Karena kami adalah harapan Indonesia di masa yang akan datang. Menjadi penerus perjuangan pendahulu dan sebagai pembangun peradaban di masa depan maka dari itu dengan prinsip melestarikan budaya lama yang baik dan mengambil budaya baru yang lebih baik, kami akan terus belajar dan berproses dalam memperbaiki seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur  sesuai dengan cita cita luhur bangsa Indonesia.

Sebelumnya perkenalkan nama saya Bibul, pemuda desa yang mempunyai ribuan mimpí untuk dirinya dan tanah airnya. Akan tetapi pada tulisan ini saya tidak ingin menjabarkan pembahasan di atas secara luas melainkan penjabaran tentang  “Saya, Hukum dan Indonesia”.

Kita hidup di negara hukum, dimana semua di atur oleh aturan yang dibuat oleh pelbagai lembaga negara, entah itu lembaga pusat  mapun lembaga daerah, menyesuaikan dengan otonomi pemerintahan dan kebijakan tupoksi masing masing. Akan tetapi, setelah 75 tahun negara ini merdeka dari bangsa penjajah kita masih belum bisa lepas dari ketidak adilan yang terjadi di masyarakat terutama pada pelaksaan hukum dan peradilan. 

Hukum masih seperti pisau, tumpul ke atas namun sangat tajam ke bawah. Hal ini bisa ditinjau dari banyaknya kasus Pelaku kriminalitas atas dasar “keterpaksaan” seperti mencuri singkong karena sangat kelaparan, hukumnya lebih berat di bandingkan dengan pejabat pemerintah yang melakukan tindakan korupsi anggaran pembelanjaan negara. Jika dua kasus itu di komparasikan,kita bisa mendapat titik temu jika hukum di negara kita ini masih pandang bulu tergantung dengan Jabatan, kekuasaan dan kekayaan yang di miliki oleh pelaku. Selain itu Indonesia saya rasa masih belum maksimal dalam mencegah dan mengusut kasus pelanggaran Hak asasi manusia, masih banyak kasus Pelanggaran HAM yang belum di temukan titik terangnya, seperti kasus Marsinah, peristiwa Trisakti dan puluhan bahkan ratusan kasus yang masih belum terselesaikan baik pada proses penyelidikan atau peradilan.

Selain contoh yang saya paparkan di atas, tentunya masih banyak lagi penyimpangan pelaksaan hukum yang terjadi di Indonesia, namun kita tidak akan stagnan untuk membahas dan menyalahkan kebobrokan itu, karena tugas kita sekarang adalah belajar dan memperbaikinya. Hukum harus sesuai moralitas dan nilai luhur bangsa Indonesia, karena di atas hukum masih ada kemanusiaan. Dan alasan saya menulis coretan ini adalah rasa miris akan ketidak adilan yang terjadi selama ini, tentunya dengan semangat untuk memperjuangkan hukum agar sesuai dengan nilai nilai kemanusiaan tanpa pandang bulu terhadap jabatan,kekuasaan dan seluruh kroni kroninya. Besar harapan saya kepada seluruh praktisi da akademisi agar bergerak dengan hati nurani untuk melayani dan mengayomi kepada yang membutuhkan, terutama kepada masyarakat lapisan menengah ke bawah yang selama ini kurang terlindungi dan selalu menjadi korban ketidak adlilan. Kita akan terus belajar dan berproses untuk menjadi pribadi yang tulus,ber integritas tinggi dan kokoh dalam memperrjuangkan nilai kemanusian. Sesuai dengan dawuh almarhum  Gus Dur “Kalau ingin melakukan perubahan jangan tunduk pada kenyataan, asal yakin pada jalan yang benar”. Panjang Umur kebaikan,salam.

 

Ikuti tulisan menarik Yaquta Maziyatin Jamilah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler