x

Mahfud MD

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 28 Desember 2020 12:14 WIB

Daftar Penguasa Lahan HGU di Tangan Mahfud MD; Apa Langkah Selanjutnya?

Menko Polhukam Mahfud Md mengaku mendapatkan daftar grup penguasa lahan HGU, luasnya ratusan ribu hektare. Penguasaan itu diperoleh dari pemerintahan sebelumnya, dari waktu ke waktu. Ini adalah limbah masa lalu yang rumit. Apakah pemerintah mampu menuntaskan persoalan pelik ini, mengingat penguasaan lahan itu dulu diserahkan dengan cara-cara yang sah oleh pemerintah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Gara-gara lahan Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah (MS) pimpinan Habib Rizieq Shihab dipersoalkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan melayangkan somasi meminta lahan segera dikembalikan, berbagai pihak memahami di Indonesia banyak yang menguasai lahan lebih besar dari Ponpes MS itu. Kini tabir sejenis "penjajahan" nonkolonialiasme berupa penguasaan tanah Hak Guna Usaha (HGU) itu jadi mengemuka ke publik.

Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengaku telah mendapatkan daftar grup penguasa lahan HGU. Kelompok pemegang HGU itu menguasai ratusan ribu hektare lahan.

Pengakuan ini ada dalam cuitannya @mohmahfudmd, Jumat (25/12/2020). "Saya dapat kiriman daftar grup penguasa tanah HGU yang setiap grup menguasai sampai ratusan ribu hektar. Ini gila. Penguasaan itu diperoleh dari pemerintahan dari waktu ke waktu, bukan baru. Ini adalah limbah masa lalu yang rumit penyelesaiannya karena di-cover dengan hukum formal. Tapi kita harus bisa."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Atas pengakuan Mahfud MD ini, saya pun coba mencari pemberitaan menyoal HGU yang dimaksud di berbagai media online. Ternyata, berita tentang HGU yang saya sebut dikuasai penjajah nonkolonialisme itu sudah ingar-bingar.

Mahfud Md, pun lantas menyikapi penguasaan lahan seluas itu oleh sekelompok orang adalah masalah yang perlu diselesaikan. Dia pun lantas menjawab pertanyaan yang muncul atas cuitannya itu. "Justeru ini kita sedang ambil langkah. Bukan curhat, tapi menginformasikan betapa rumitnya. Kita terus berusaha untuk menyelesaikannya. Problemnya hak-hak itu dulunya diberikan secara sah oleh pemerintah yang sah sehingga tak bisa diambil begitu saja. Cara menyelesaikannya juga harus dengan cara yang sah secara hukum," jawab Mahfud.

Apakah kira-kira Mahfud benar-benar akan mampu menyelesaikan masalah sejenis penjajahan nonkolonialisme ini? Pasalnya, dalam grup-grup whastapp pun kini riuh informasi yang diteruskan menyoal daftar penggarap tanah garapan HGU terbesar di Indonesia yang justru dikuasai oleh para taipan/konglomerat. Mereka dengan nyamannya menikmati sumber daya alam Indonesia di tengah penderitaan rakyat yang terus terjadi di negeri ini.

Yang menjadi pertanyaan saya, bila daftar pemilik HGU itu benar, maka pantas saja Mahmud menyebut bahwa ini "gila". Kira-kira, apakah daftar yang diterima Mahfud sama dengan daftar penggarap HGU yang tersebar di grup media sosial seperti yang saya terima?

Memang setelah saya lihat daftar itu, bukan lagi gila, tapi saya sendiri belum dapat kata yang tepat untuk mengungkapnya. Bagaimana tidak, selama puluhan tahun mereka bisa bersenang di atas penderitaan rakyat yang sebenarnya adalah pemilik sah Republik ini. Meski Mahfud menyebut penguasaan lahan HGU itu sah secara hukum, namun di dalamnya sudah terjadi berbagai persoalan.

Salah satu narasumber yang tak mau disebut identitasnya dan mengetahui soal HGU ini bercerita tentang pengalaman nyatanya di tahun 1999.

Kisahnya, di salah satu Kabupaten ada pihak yang meminjam lahan dari suatu provinsi yang statusnya hak asal Hutan Produksi Terbatas. Dari situ ditemukan kecurigaan ada perambahan hasil hutan. Lalu gabungan beberapa pihak turun ke lapangan mericek perbatasan. Ternyata luas area yang ditemukan ada kebun sawit milik sebuah PT. Artinya, PT itu telah merambah hutan yang luas tidak sama dengan data yang seharusnya ada dalam HGU, dan PT itu benar telah merusak batas.

Uniknya, awalnya mereka pura-pura tidak mengaku, namun kepura-puraan mereka dapat dibongkar setelah ditunjukkan bukti dan fakta-faktanya.

Dari peristiwa ini terkuak ada permainan, ada pencurian dan ada pembiaran dari pejabat terkait. Istilahnya, uang untuk menyemir sepatu pejabat terkait pun dari duit curian. Inilah mungkin yang dimaksud Mahfud bahwa para penggarap HGU itu dilindungi hukum karena prosesnya juga dilindungi para pejabat terkait yang bermain untuk kepentingan sendiri.

Dari peristiwa ini pun terungkap bahwa meski jelas tertera luas lahan yang seharusnya menjadi tanah HGU, ternyata mereka bisa merusak batas, memperluas wilayah sendiri dan dibiarkan oleh pejabat terkait karena saling menguntungkan bagi mereka.

Coba kita perhatikan 10 daftar penggarap HGU terbesar di Indonesia berikut ini, yang bisa jadi sudah ada di tangan Mahfud MD. Semoga informasi yang saya dapat dari grup whatsapp bukan hoaks. Dan bila benar, bisa menjadi catatan dan pengetahuan.

Berikut hanya saya kutip urutan dan luas lahan yang dikuasai.

1. 788 ribu hektar setara Rp 120,4 Triliun
2. 413 ribu hektar setara Rp 74,2 Triliun
3. 363 ribu hektar setara Rp. 84,6 Triliun
4. 342 ribu hektar setara Rp. 240,8 Triliun
5. 304 ribu setara Rp. 16,1 Triliun
6. 257 ribu hektar setara Rp 18,2 Triliun
7. 225 ribu hektar setara Rp. 37,8 Triliun
8. 206 ribu hektar setara Rp. 21 Triliun
9.200 ribu hektar setara Rp. 9 Triliun
10. 192 ribu hektar setara Rp. 60,2 Triliun

Sementara Ponpes MS, yang sekarang sedang dipersoalkan hanya 30.91 hektar, setara dengan berapa? Padahal digunakan untuk aktivitas pendidikan dan keagamaan, bukan kegiatan komersil untuk menumpuk kekayaan pribadi. Juga bukan memanfaatkan lahan yang membawa dampak buruk kepada kerusakan lingkungan.

Semoga pak Mahfud benar-benar dapat bertindak obyektif dan transparan, sebab izin HGU diyakini selama ini banyak KKN, kongkalikong sehingga dokumennya pun tentu akan mudah dimentahkan secara hukum.

Terlebih, mendengar kisah dari salah satu narasumber yang sudah saya ungkap, yakin akan banyak ditemukan ketidakcocokan antara dokumen HGU dengan fakta lahan yang digarap. Lahan garapan tentu akan lebih luas dari ukuran yang tertera dalam HGU.

Mungkin rakyat Indonesia yang sempat menonton Debat Presiden dalam Pilpres 2019 masih ingat, salah satu Capres menyebut tentang lahan HGU. Dan, ternyata disinyalir, justru para taipan yang menjadi penjajah nonkolonialisme itulah yang menjadi pemodal untuk Capres dalam Pilpres.

75 tahun Indonesia merdeka, rakyat tetap masih menderita. Siapa yang menikmati kekayaan alam dan isinya di NKRI, ternyata tetap para taipan yang berkolaborasi dengan para pejabat dan politisi.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler