x

Enita Adyalaksmita Ketua Umum Institut Disabilitas Indonesia memaparkan 6 hambatan penyandang disabilitas memperoleh haknya

Iklan

Susianah Affandy

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 29 Desember 2020 17:25 WIB

Inilah Hambatan Utama Penyandang Disabilitas Sulit Peroleh Haknya

Hambatan utama yang mengakibatkan penyandang disabilitas tidak peroleh haknya adalah mindset penyelenggara Negara/Pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupunn Pemerintah Daerah. Sebagian besar penyelenggara Negara memiliki anggapan bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Akibat dari pandangan yang sarat dengan stereotyping tersebut berdampak pada kebijakan Pemerintah dalam penanganan penyandang disabilitas selama bertahun-tahun lamanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Inilah Hambatan Utama Penyandang Disabilitas Sulit Peroleh Haknya

Enita Adyalaksmita, Ketua Umum Institut Disabilitas Indonesia (INDISI) dalam sambutannya pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penguatan Hak Penyandang Disabilitas menyatakan enam hal yang menghambat mereka dalam memperoleh hak-hak asasi dalam kehidupan sehari-hari.  Nita menyebutkan bahwa setiap orang yang terlahir di dunia ini melekat dalam dirinya hak asasi manusia, tidak pandang latar belakang sosial, ras, suku, budaya, agama dan kebangsaan. Namun patut di sayangkan, penyandang disabilitas selama ini masih kesulitan memperoleh hak-hak asasinya tersebut. Mereka masih sulit diterima di sekolah-sekolah umum untuk memperoleh hak atas pendidikan. Mereka juga kesulitan untuk memperoleh akses pekerjaan yang layak meski memiliki keahlian .

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hambatan utama yang mengakibatkan penyandang disabilitas tidak peroleh haknya adalah mindset penyelenggara Negara/Pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupunn Pemerintah Daerah. Sebagian besar penyelenggara Negara memiliki anggapan bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Akibat dari pandangan yang sarat dengan stereotyping tersebut berdampak pada kebijakan Pemerintah dalam penanganan penyandang disabilitas selama bertahun-tahun lamanya.

Pemerintah menggunakan pendekatan charity dalam penanganan penyandang disabilitas. Pendekatan tersebut membawa penyandang disabilitas sebagai sosok yang patut dikasihani, mendapatkan belas kasihan, dan ditempatkan sebagai obyek dalam pembangunan. Program yang dijalankan Pemerintahpun juga tidak jauh dari program “belas kasihan”, seperti terwujud dalam program santunan, bansos dan sebagainya.

Pandangan “miring” kepada penyandang disabilitas pada akhirnya secara bertahun-tahun juga melekat dalam pikiran bawah sadar masyarakat Indonesia. Keluarga yang memiliki anak penyandang disabilitas di sebagian masyarakat pedesaan dianggap sebagai aib. Anak-anak penyandang disabilitas dalam keluarganya kerap ditempatkan di belakang, sebagai contoh ketika ada tamu yang datang, mereka di ajak ke belakang agar sang tamu tidak mengetahui keberadaannya. Mereka dikucilkan sejak kecil sehingga saat dewasa menjadi eksklusiff dengan sendirinya.

Pendekatan charity sudah seharusnya di rubah dengan pendekatan pemenuhan hak, karena itulah konsekwensi Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Artinya negara Indonesia dituntut untuk memenuhi hak-hak dasar penyandnag disabilitas. Tuntutan tersebut sesungguhnya telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandnag Disabilitas. Dalam UU tersebut Pemerintah mengakui hak penyandang disabilitas dan mewajibkan pemerintah untuk memberikan mereka perlakuan yang setara dengan non-disabilitas.

Dalam UU dan peraturan yang telah terbit, Pemerintah memperkenalkan pendekatan yang lebih adil terhadap penyandang disabilitas. UU yang baru juga menggunakan pendekatan dengan melihat isu disabilitas dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya sebagai masalah individu tapi juga sebagai hasil dari interaksi antara individual dan lingkungan sekitar. Bagaimana penerapan UU tersebut. Menjawab pertanyaan ini terpulang pada persepsi para penyelanggara negara. Wallahu’alam

Ikuti tulisan menarik Susianah Affandy lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler