x

Badan Pembina Institut Disabilitas Indonesia Bapak Dr Iqbal Alan Muhammad tengah menyerahkan donasi Alat Bantu Dengar Secara simbolis kepada Sekretaris Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia

Iklan

Susianah Affandy

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 2 Januari 2021 15:14 WIB

Stigma Penyandang Disabilitas

Masalah sosial yang dihadapi penyandang disabilitas adalah adanya stigma di tengah masyarakat. Stigma yang melekat pada penyandang disabilitas, bahwa memiliki anggota keluarga disabilitas dianggap sebagai aib keluarga, memalukan dan menurunkan harkat dan martabat keluarga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Stigma Penyandang Disabilitas. Institut Disabilitas Indonesia tengah memberikan donasi alat bantu dengar

Stigma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Masyarakat memberikan stigma yang bermacam-macam kepada para penyandang disabilitas. Akibat stigma tersebut, sebagaimana persepsi yang mempengaruhi sikap seseorang, dan sikap pun dapat mempengaruhi perilaku begitupun stigma masyarakat pada penyandang disabilitas membawa implikasi yang luas di masyarakat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap penyandang disabilitas. Sebanyak 15,15% responden menilai bahwa penyandang disabilitas memiliki kelebihan dan sebanyak 37,35% responden menilai mereka sebagai orang tidak memiliki kesempurnaan (Slamet, 2004). Keluarga yang memiliki anak penyandang disabilitas banyak dinilai sebagai keluarga yang mendapat kutukan Tuhan. Memiliki anak penyandang disabilitas dianggap sebagai aib.

Menurut Horton dan Leslie (dalam Edi Suharto, 1997:153) penyandang disabilitas memiliki permasalahan sebagai berikut : pertama, permasalahan yang berasal dari dalam diri sendiri (internal). Permasalahan internal dalam diri ini meliputi kurangnya pemahaman akan diri sendiri sehingga mereka tidak tahu potensi yang dimiliki dan bagaimana cara mengembangkannya. Penyandang disabilitas tidak memiliki ketrampilan atau keahlian karena mereka mengalami hambatan dan bahkan kendala dalam memperoleh haknya atas pendidikan dan pelatihan. Sarana dan prasarana pendidikan yang inklusi bagi penyandang disabilitas masih jauh panggang dari api.

Penyandang disabilitas sejak kecil mengalami permasalahan dalam pengasuhan keluarga, khsususnya keluarga yang tidak ramah dengan disabilitas, menganggapnya sebagai aib dan keluarga menempatkan mereka di belakang. Akibat pengasuhan yang salah tersebut berakibat pada tumbuh kembangnya.  Anak penyandang disabilitas tumbuh dengan kepercayaan diri yang rendah (inferiority complex). Kondisi disabilitasnya menyebabkan mereka minder dalam pergaulan dengan orang-orang disekelilingnya. Penyandang disabilitas mengalami keterasingan secara sosial. Permasalahan internal lain pada penyandang disabilitas adalah lemahnya ekonomi dikarekan tidak adanya sumber penghasilan dan kehidupan yang layak. Akibatnya mereka hidupnya bergantung pada orang lain.

Permasalahan penyandang disabilitas yang datang dari luar diri (eksternal) antara lain : pertama, persepsi masyarakat termasuk aparatur Pemerintah dan Pemerintah Daerah menilai bahwa penyandang disabilitas sebagai bagian dari penyandang masalah kesejahteraan sosial, tidak berdaya, sakit dan patut dikasihani. Persepsi seperti ini menempatkan penyandang disabilitas sebagai sumber daya yang potensinya diabaikan, hak-haknya atas pendidikan, hak partisipasi terbaikan. Akibat persepsi yang timpang, penyandang disabilitas kerap mendapatkan diskriminasi di masyarakat.

Masalah sosial yang dihadapi penyandang disabilitas adalah adanya stigma di tengah masyarakat. Stigma yang melekat pada penyandang disabilitas, bahwa memiliki anggota keluarga disabilitas dianggap sebagai aib keluarga, memalukan dan menurunkan harkat dan martabat keluarga. Masyarakat menilai bahwa penyandang disabilitas sama dengan orang sakit yang membutuhkan perlakuan khusus sehingga harus diasuh dengan penuh perhatian. Akibat penilaian seperti ini, masyarakat mengabaikan hak-hak penyandang disabilitas lainnya selain mendapatkan belas kasihan

Stigma yang buruk kepada penyandang disabilitas pada akhirnya melahirkan perlakuan diskriminatif dalam berbagai hal termasuk atas hak pendidikan dan pekerjaan yang layak. Di sisi lain pembangunan yang ada telah mengenyampingkan penyandang disabilitas baik dari sisi partisipasinya maupun ketersediaan sarana dan prasarana yang ramah bagi disabilitas. Kita dapat menyaksikan realita aksesibilitas penyandang disabilitas baik aksesibilitas fisik maupun aksesibilitas non fisik yang tersedia sangat terbatas.

Penulis :

Enita Adyalaksmita (Ketua Umum INDISI)

Susianah Affandy (Komisioner KPAI)

Institut Disabilitas Indonesia atau disingkat INDISI adalah lembaga sosial kemasyarakatan yang mendedikasikan diri pada pemberdayaan penyandang disabilitas. Berdiri pada 1 November 2020 dengan tujuan mewujudkan Indonesia yang ramah bagi penyandang disabilitas melalui upaya koordinasi dan saling sinergi dengan Pemerintah, Organisasi Sosial Kemasyarakatan, sinergi regional dan internasional.

Program jangka pendek INDISI membuat Apps mengenai lowongan kerja untuk disabilitas, Apps berisikan konten data jumlah penyandang disabilitas diseluruh Indonesia untuk penerima manfaat dari rekan kerja INDISI. Indisi juga menginisiasi Aplikasi konten guru inklusi penerima manfaat dari hubungan sinergi, aplikasi searching fasilitas umum serta mall mall dan restoran ramah disabilitas.

Indisi juga menginisiasi pendidikan inklusi di seluruh Indonesia dengan memfasilitasi pelatihan bagi guru-guru. Pada Tahun 2021 Indisi akan melakukan roadshow ke panti-panti sosial, komunitas penyandang disabilitas untuk melakukan pendataan potensi yang selanjutnya akan didorong agar berdaya secara ekonomi.

 

Ikuti tulisan menarik Susianah Affandy lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler