x

Guru

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 6 Januari 2021 12:32 WIB

Daya Tarik Pekerjaan Guru Itu Menjadi PNS, kok Disetop?

Ironisnya, sektor guru setiap kali menteri berganti pun tidak pernah tergarap. Jadi, jujur saja, sayang uang rakyat terus dihamburkan demi menggaji dan membayar guru dan pensiun guru PNS, yang lebih banyak tak profesional, tak kompeten, dan tak pernah lulus UKG. Jadi, bila negara mau Indonesia maju, guru PNS ini memang harus digarap dengan benar. Buat kualifikasinya yang lebih berstandar tinggi, setiap guru PNS wajib profesional, kompeten, dan lulus UKG, atau yang lainnya, benar-benar standar, yang tak standar atau tak lulus dalam uji, harus ada sanksi, turun golongan dan gaji, bahkan berhenti jadi PNS. Dengan demikian, jabatan menjadi guru PNS akan bergengsi, diminati. Imbasnya, pendidikan akan meningkat kualitasnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Peribahasa "sudah jatuh, tertimpa tangga" rasanya pas sekali dengan kondisi dunia pendidikan di Indonesia, terlebih hasil pendidikan Indonesia terus tercecer di Asia dan Asia Tenggara meski sudah 75 tahun merdeka.

Setelah sebelumnya pemerintah memutuskan mulai 2021, guru honorer tak bisa jadi PNS, kini rencana penghapusan jalur PNS bagi guru dalam rekruitmen Aparatur Sipil Negara (ASN) pun diluncurkan.

Karenanya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pun meminta pemerintah mengkaji ulang rencana mengeluarkan formasi guru dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan meminta pemerintah diminta tetap membuka dua jalur rekrutmen, yakni PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), adalah tepat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kepada awak media Kamis, 31/12/2020, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, rekrutmen guru PPPK ditujukan untuk memberikan kesempatan dan sebagai penghargaan kepada para guru honorer yang berusia di atas 35 tahun untuk memperoleh kepastian status kepegawaiannya. Sedangkan, formasi guru CPNS membuka kesempatan bagi lulusan pendidikan di bawah usia 35 tahun yang berminat menjadi PNS dan memberi kesempatan kepada guru sebagai ASN.

Masalahnya, peran guru sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Bila diubah, perubahan status guru ini akan dapat membuat profesi guru menjadi kurang dipandang karena tidak ada kepastian status kepegawaian dan jenjang karier.

PGRI pun menilai, rencana kebijakan ini bentuk diskriminasi terhadap profesi guru dan menyebabkan lulusan terbaik dari SMA tidak berminat meneruskan studi lanjut di berbagai jurusan pendidikan di LPTK. Sebab, ada ketidakpastian status kepegawaian dan karier profesi guru, sehingga dikuatirkan akan terjadi penurunan kualitas pengajar di masa mendatang.

Selain PGRI, karena rencana ini dipandang akan menurunkan kualitas dan kuantitas guru di masa depan, Wakil Ketua DPR bidang Kesra A Muhaimin Iskandar, Minggu, 3/1/2021, juga menolak dengan tegas, pasalnya dapat menurunkan minat generasi muda di tanah air untuk memilih profesi sebagai seorang pendidik.

Bagaimanapun seorang profesional juga membutuhkan jaminan kesinambungan atas profesi yang mereka geluti termasuk para pendidik. Jika jaminan kesinambungan pekerjaan tersebut tidak bisa diberikan oleh satu bidang profesi tertentu maka bisa dipastikan menurunkan bakal menurunkan jumlah peminatnya.

Memang ironis, di satu sisi kita berharap para guru kita profesional saat mendidik anak-anak kita, namun di sisi lain pemerintah dan masyarakat masih memperlakukan mereka secara tidak professional.

Untuk itu, keinginan pemerintah agar di masa depan ASN sebagian besar terdiri dari PPPK, wajib dikaji lebih dalam lagi. Kajian meliputi peta kebutuhan ASN, standar kompetensi yang dibutuhkan, hingga bidang-bidang apa saja yang layaknya diisi ASN dari jalur PNS atau PPPK. Pasalnya, mengubah postur aparatur negara dan melakukan reformasi birokrasi tidak mudah. Butuh kajian mendalam dan sosialisasi yang masif sebelum benar-benar diputuskan, sehingga tidak malah memicu kegaduhan baru.

Pertanyaannya, sebenarnya para pejabat di pemerintahan Indonesia ini mengerti tentang akar masalah dunia pendidikan tidak? Apa hanya mengerti tentang politik, dinasti, oligarki, hingga korupsi?

Apa mereka juga memahami kondisi dan keberadaan pendidikan di Indonesia, di luar pendidikan yang terkena imbas corona? Inikah hasil pendidikan para pejabat pemerintahan kita itu? Atau mereka berpikir karena guru-guru mereka dulu tak profesional dll, hingga sekarang malah bikin karir guru dipentokkan dimatikan?

Sudah berkali-kali diungkap, diajarkan di kelas-kelas, ditulis, diwartakan, dan lain sebagainya, Negara yang kuat dan maju, itu karena dipenuhi oleh rakyat yang "terdidik". Sehingga, dalam Negara itu akan diisi oleh manusia-manusia yang cerdas intelegensi dan personaliti (mental) serta berkarakter, berbudi pekerti luhur, santun, karena terdidik.

Siapa yang membuat manusia itu terdidik? Jawabnya, jelas guru. Pertanyaannya, sudah sejauh mana pemerintah memahami tentang apa, siapa, mengapa, kapan, bagaimana, di mana tentang peta guru di Indonesia? Apa hanya berpikir agar rakyat tetap bodoh dan jajah versi baru?

Catatan kecil saya

Masalah terbesar pendidikan di Indonesia adalah karena guru. Guru sebagai ujung tombak pencerdasan bangsa, hingga kini masih belum "digarap" dengan benar. Sementara di seluruh Indonesia, persoalan kekurangan guru juga tetap menjadi topik utama. Sehingga, saya dapat menyebut, "siapa saja sangat mudah menjadi guru, berbagI bidang meski bukan bidangnya, tanpa perlu persyaratan rumit, tanpa perlu ijazah pendidikan guru, hingga tak perlu juga Surat Izin Mengajar (SIM) guru yang kini masih bernama Akta 4.

Sementara, di sisi lain, guru-guru yang telah berstatus PNS pun, meski mengampu pelajaran sesuai bidangnya, tetap saja jauh dari kompeten dan profesional. Malas kreatif dan inovatif, maka pantas saja, dalam setiap Uji Kompetensi Guru (UKG) juga tak lulus. Tapi mereka tetap saja bekerja menjadi guru dengan cara-cara klasik, sebab meski tak lulus UKG, tak kreatif dan inovatif, tak dipecat, gaji yang diterimanya dari uang rakyat, tak pernah dipotong.

Bandingkan dengan guru-guru sekolah swasta, tuntutannya berat, hanya berstatus pegawai tetap yang tak ada garansi gaji pensiun, pun banyak yang statusnya pegawai kontrak.

Sungguh berbanding terbalik rezeki guru-guru sekolah swasta "kecil/besar" dan guru PNS, namun siapa yang benar-benar jadi guru yang diharapkan profesional dan kompeten?

Sehingga, kini banyak sekali masyarakat yang berharap dapat menjadi guru dan diterima menjadi PNS, karena ada garansi karir dan jaminan masa tua.

Sayangnya, karena tak digarap dan didampingi dengan benar, guru-guru PNS pun lebih banyak yang saat mengajar tak sesuai harapan siswa, orang tua, dan negara. Masyarakat pun paham adat guru-guru PNS di sekolah negeri, karena prestasinya tak menonjol. Bikin tugas-tugas sebagai tanggungjawab seorang guru banyak yang sekadar copy paste bukan bikin baru atau karya sendiri.

Mungkin inilah, yang sudah terendus oleh para pejabat kita, hingga rencana penghapusan jalur PNS bagi guru dalam rekruitmen Aparatur Sipil Negara (ASN) pun diluncurkan. Bukan berpikir bagaimana PNS guru itu didudukkan di tempat yang benar, karena enak dapat gaji dan jaminan hari tua degan beban dan tugas berat mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mengapa saya bisa bicara seperti ini? Sebab kisah tentang perilaku, sikap, dan kompetensi guru PNS, memang banyak yang tak tersorot kamera dan berita. Dan, Pada suatu waktu, saya pernah bertugas mengawasi perilaku guru PNS di suatu sekolah. Berikutnya saya memberikan pelatihan dan pre test uji kompetensi guru sederhana. Hasilnya, seperti yang saya duga. Malah, para guru membela diri, bahwa siswa lulusannya banyak yang kembali masuk sekolah negeri terutama dengan jalur Nilai Ebtanas Murni (NEM) karena hasil dari bimbimbingannya. Waktu itu, saya pun berseloroh, yakin para siswa itu bukan berhasil karena ikut Bimbel (Bimbingan Belajar) di luar sekolah? Sementara sikap dan cara mengajarnya jauh dari profesional.

Dari fakta-fakta yang saya alami dan temukan sepanjang puluhan tahun bergelut di dunia pendidikan ini, hal yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah agar pendidikan di Indonesia bangkit dari keterpurukan adalah,

Bagaimana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa menjadi poros dari segala poros perbaikan dan perubahan di Indonesia. Mustahil pendidikan di Indonesia akan dapat bangkit, sebab Menteri Pendidikannya hanya diberikan ruang selama 5 tahun. Setelahnya diganti. Setiap pergantian menteri, selalu juga diiringi perubahan kebijakan pendidikan.

Ironisnya, sektor guru setiap kali menteri berganti pun tidak pernah tergarap. Jadi, jujur saja, sayang uang rakyat terus dihamburkan demi menggaji dan membayar guru dan pensiun guru PNS, yang lebih banyak tak profesional, tak kompeten, dan tak pernah lulus UKG.

Jadi, bila negara mau Indonesia maju, guru PNS ini memang harus digarap dengan benar. Buat kualifikasinya yang lebih berstandar tinggi, setiap guru PNS wajib profesional, kompeten, dan lulus UKG, atau yang lainnya, benar-benar standar, yang tak standar atau tak lulus dalam uji, harus ada sanksi, turun golongan dan gaji, bahkan berhenti jadi PNS. Dengan demikian, jabatan menjadi guru PNS akan bergengsi, diminati. Imbasnya, pendidikan akan meningkat kualitasnya.

Yang sebelumnya terjadi, setiap rekruitmen calon guru PNS selalu diikuti oleh jutaan rakyat. Namun, bagi masyarakat yang terpilih, setelah jadi guru PNS tak lagi bekerja sesuai ekspetasi, bahkan "leha-leha".

Selain fakta bahwa pendidikan Indonesia terus tertinggal dan tercecer, kita juga dapat melihat, semakin ke sini, para lulusan sekolah atau perguruan tinggi tak matang terutama dalam hal personaliti (mental). Tak dewasa dan nampak masih seperti anak-anak. Tentu ini efek dari siapa guru dan dosennya yang lebih banyak tak kompeten dan tak profesional.

Ini yang seharusnya diperhatikan dan diperbaiki pemerintah. Bukan menyetop rekruitmen guru untuk PNS. Malah buat standar tinggi untuk tes calon guru PNS, dan setelah diterima menjadi PNS, supervisi dan penilaian guru juga wajib diperbaiki dan diubah standarnya. Rasanya sudah terlalu lama, menyoal guru PNS ini "tidur". Ayo bangunkan, kasih semangat, bukan dimatikan atau ditiadakan.

 

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler