x

Ronny Danur Indra

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 6 Januari 2021 18:13 WIB

Di Balik PSSI Mendapat Anugrah AFC Grassroots Charter Bronze Membership

Dalam catatan saya ada 3 tokoh sepak bola nasional yang betul-betul konsen pada sepak bola akar rumput. Dia adalah Ronny Pattinasarani, Danurwindo, dan Indra Sjafri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengapa PSSI dianugerahi AFC Grassroots Charter Bronze Membership? Saya kutip dari https://www.the-afc.com (4/1/2021), ternyata, anugerah itu diberikan atas dasar laporan dari PSSI kepada AFC. Laporannya adalah PSSI menyebut bahwa secara komprehensif telah memanfaatkan potensi populasi sepak bola akar rumput di seluruh negeri dengan strategi pengembangan yang berfokus pada empat bidang yaitu program kemitraan, program pemain, program kompetisi akar rumput, dan program pendidikan pelatih.

Dalam laporannya, untuk bidang kemitraan, PSSI mengatakan telah berkomitmen terhadap pembangunan akar rumput. Dan, hal ini sangat didukung oleh pemerintah, Kementerian Pendidikan, asosiasi sepak bola provinsi, sponsor, dan akademi muda setempat.

Selain itu, dalam laporan, PSSI juga menyebut telah bekerja sama dengan pihak berwenang. PSSI pun menyebut telah meluncurkan berbagai kegiatan dan juga membuat beberapa buku panduan bagi para guru olahraga, pelatih pendidik dan anak-anak untuk lebih mempromosikan permainan tersebut.

Sementara untuk laporan Program Pemain dituliskan, PSSI telah mencanangkan Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia) yang dituangkan dalam buku Kurikulum Pembangunan Sepak Bola Indonesia untuk menjangkau masyarakat luas sepak bola tanah air.

Terkait Filanesia ini, PSSI mengungkapkan bahwa upayanya adalah dengan cara mempromosikan Filanesia kepada para pelatih dan pemain dan  menggagas program Filanesia On The Road yang telah menarik lebih dari 750 anak dan 250 pelatih dari Jakarta, Padang, Banjarmasin, Kupang dan Ambon.

Berikutnya, PSSI juga melaporkan tentang Program Kompetisi Akar Rumput. PSSI menyebut membuat kategori usia muda ke dalam tiga fase yaitu, kesenangan, akuisisi keterampilan, dan permainan dengan batasan, anak-anak dari usia enam hingga sembilan tahun diperkenalkan dengan permainan, sebelum melanjutkan ke fase pengembangan keterampilan untuk kelompok usia 10 hingga 13 tahun.

Untuk fase permainan berkisar dari usia 14 hingga 17 tahun, yang juga menyediakan panggung untuk memulai pemilihan pemain elit.

Semua itu diselenggarakan oleh PSSI, mulai dari kompetisi reguler bagi anak-anak U-8 hingga U-20 dan telah melibatkan total 7.444 pemain dari 278 tim yang meliputi seluruh wilayah di Indonesia.

Laporan terakhir yang membuat AFC menganugerahi AFC Grassroots Charter Bronze Membership adalah Program Pendidikan Pelatih. PSSI merilis bahwa program pendidikan pelatih telah dirilis pada tahun 2018 sesuai dengan struktur pendidikan pelatih AFC. Pun ada rencana lebih lanjut untuk melatih lebih banyak instruktur lokal dalam upayanya untuk mempromosikan 'Filanesia'.

Disebutkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, lebih dari 3.500 pelatih akar rumput telah memperoleh manfaat dari 137 kursus pembinaan yang diselenggarakan oleh PSSI.

Terkait anugerah AFC Grassroots Charter Bronze Membership ini, dalam rilis AFC, Komisaris Jenderal Polisi Dr H. Mochamad Iriawan, Presiden PSSI, mengatakan: “Saya yakin ini akan menjadi tonggak sejarah dalam memajukan sepak bola akar rumput di Indonesia.

Iriawan juga menambahkan bahwa dengan AFC Grassroots Charter, PSSI telah memberikan arahan bagi pembangunan akar rumput di Indonesia dan Asia. PSSI akan terus bekerja sama dengan AFC dan berbagai pemangku kepentingan untuk memberikan manfaat yang maksimal bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia melalui sepak bola.

Untuk publik sepak bola nasional yang sudah tahu, atau belum pernah tahu, atau baru tahu setelah membaca artikel yang saya tulis ini, tentang mengapa PSSI mendapat anugerah AFC Grassroots Charter Bronze Membership, PSSI adalah Anggota AFC ke-31 yang diberikan dalam AFC Grassroots Charter, yang merupakan alat pengembangan untuk Asosiasi Anggota untuk mendukung kualitas program akar rumput mereka.

Bayangkan PSSI yang lahir pada 19 April 1930, 90 tahun yang lalu,  bergabung menjadi anggota FIFA pada tahun 1952, 68 tahun yang lalu. Kemudian menjadi bagian dari anggota AFC pada 1954, 66 tahun yang lalu, ternyata baru menjadi negara ke-31 yang dianugerahi AFC Grassroots Charter Bronze Membership. Padahal anggota AFC jumlahnya ada 47 Asosiasi atau negara.

Bila kepengurusan PSSI sekarang tak memberikan laporan kepada AFC seperti yang telah dirilis dalam situs resmi AFC, belum tentu anugerah AFC Grassroots Charter Bronze Membership di dapat oleh PSSI. Pun ternyata menjadi negara ke-31 dari 47 negara AFC yang diberikan anugerah itu. Luar biasa.

Ke mana saja selama ini PSSI? Saya yang sudah sangat lekat dan paham betul dunia sepak bola akar rumput, sejujurnya juga tak begitu merasa betul apa yang telah dilaporkan PSSI ke AFC, sebab hingga saat ini, saya juga masih menyebut sektor pembinaan sepak bola akar rumput (usia dini dan muda) justru digarap dengan sangat serius oleh pihak swasta, bukan oleh PSSI.

Publik sepak bola akar rumput di Indonesia juga sangat memahami persoalan pembinaan sepak bola akar rumput yang terus menjadi anak tiri bagi PSSI, dan mengapa demikian? Publik juga hafal alasan dan latar belakangnya.

Ronny Pattinasarani-Danurwindo-Indra Sjafri


Saat nama Sekolah Sepak Bola (SSB) digaungkan di zaman Ketua Umum Agum Gumelar dan Direktur Usia Mudanya Ronny Pattinasarani, saya ada di dalamnya. Lahirlah turnamen antar SSB resmi pertama di Indonesia yang digagas Ronny. Saya pun terus mendampingi program Ronny hingga PSSI dapat bekerjasama dengan PASI. Saya juga ikut merumuskan rintisan lahirnya Asosiasi SSB Jakarta (ASSBJ).

Namun, karena berbagai faktor, Ronny justru mendukung saya melahirkan Asosiasi SSB Depok (ASSBD) pada 2021 yang diakui oleh PSSI sebagai Asosiasi SSB resmi pertama di Indonesia yang peresmiannya pun diliput oleh Tabloid GO, Harian Warta Kota, dan Radar Dapak yang saat itu baru terbit mingguan.

Puluhan tahun saya bergelut dalam dunia sepak bola akar rumput, muncullah Buku Kurikulum Filanesia yang digagas oleh Danurwindo.

Andai tak ada Danurwindo, maka akan 91 usia PSSI tentu tak akan pernah muncul kata-kata Filanesia. Namun, begitu saya juga sudah memberi masukan kepada Danurwindo, bila Kurikulum Filanesia itu masih belum bisa disebut Kurikulum.

Hal ini pun saya sampaikan ke Indra Sjafri  sebagai Direktur Teknik PSSI yang meneruskan estafet Danurwindo. Kurukulum Filanesia wajib diperbaiki agar memenuhi syarat sebagai Kurikulum.

Sebab, membuat Kurikulum itu prosesnya panjang dan para ahli juga harus terlibat di dalamnya pun untuk memprosesnya butuh anggaran yang tak sedikit. Ini pun sudah saya ungkap baik kepada Danurwindo maupun Indra Sjafri.

Namun demikian, meski Kurikulum Filanesia wajib diperbaiki, bila tak ada Danurwindo di PSSI, maka hingga kini PSSI tak akan pernah melahirkan Kurikulum Sepak Bola Nasional (KSBN).

Gayung pun bersambut, hadirnya Indra Sjafri, maka dengan bekal Kurikulum yang ada, estafet penanganan sepak bola akar rumput diteruskan, hingga dapat memberikan laporan kepada AFC yang berbuah, PSSI akhirnya setelah 67 tahun menjadi anggota AFC menjadi negara ke-31 yang AFC Grassroots Charter Bronze Membership.

Sehingga, kini dalam catatan saya ada 3 tokoh sepak bola nasional yang betul-betul konsen pada sepak bola akar rumput. Dia adalah Ronny Pattinasarani, Danurwindo, dan Indra Sjafri.








Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler