Dihargai dan Menghargai
Dalam beberapa waktu terakhir media membanjiri kita dengan berita tentang sebuah ormas yang kini sudah dilarang karena cenderung membuat gaduh dan tidak sesuai undang-undang. Kepulangan pemimpinnya dari negeri Arab membuat para pengikut dan pengagumnya berduyun-duyun ke bandara tuk menyambut. Kerumunan tak terhindarkan, jalanan macet, bahkan banyak penerbangan baik domestik maupun internasional menjadi terganggu.
Aksi penyambutan tersebut sesungguhnya baik, sebab itu hak para pengikutnya untuk merayakan kedatangan orang yang mereka kengeni, kagumi, dan nantikan. Itu tidak salah. Hanya saja yang kemudian menimbulkan masalah adalah situasi pandemi saat ini dan dampak tindakan mereka.
Mereka sudah tahu bahwa semua orang di dunia ini tengah berjuang melawan badai Covid-19. Tak perlu jauh-jauh untuk melihat bagaimana dampak dan daya destruktifnya, di sekitar kita sendiri atau mungkin kita sendiri mengalaminya. Banyak orang yang kita kenal, sayangi, dan sebagainya yang terjangkit virus ini bahkan sebagaianya harus pergi meninggalkan kita selamanya. Gara-gara pademi banyak yang kehilangan pekerjaan, pendapatan, dan lain-lain, mungkin kita sendiri mengalaminya. Bisa ditebak, aksi berkerumun menyambut kepulangan imam besar mereka tersebut menimbulkan kerumunan yang pastinya menjadi salah satu locus virus itu berkembang dan bermigrasi.
Tidak berhenti di situ, aksi mereka juga mengganggu kegiatan banyak orang. Ada yang jadwal berpergiannya terganggu karena aksi mereka baik udara maupun darat. Di sini kita bisa melihat, aksi itu jelas tidak kooperatif dengan usaha bersama untuk memerangi pandemi yang terus menyerang umat manusia.
Aksi mereka ternyata berlanjut. Gerombolan manusia tetap terbentuk saat ada acara pernikahan anak imam besar mereka, aksi demo, dsb yang menimbulkan kerumunan. Berdasarkan hasil pemeriksaan terakhir pada salah satu demo ditemukan beberapa pendemo yang positif Covid-19. Tentu saja ini meresahkan dan ‘mungkin’ wajar bila orang marah dan gusar.
Mungkin anggota ormas tersebut bisa berdalih untuk membela diri. Mereka bisa mengatakan bahwa berkumpul, dsb itu hak mereka. Sebagai manusia mereka punya hak yang asasi, maka bila mau berkumpul atau apa saja itu hak mereka. Argumen itu tentu benar. Namun, mereka juga perlu sadar bahwa manusia tentu bukan hanya mereka. Ada orang lain. Orang lain pun punya hak untuk merasa tenang, aman, dan damai. Maka, bila dengan menggunakan argumen “itu hak kami” kemudian merugikan ketenangan orang lain tentu sudah tidak benar. Sebab, hak itu menuntut tanggung jawab.
Apabila kita menuntut hak kita dihargai, maka kita pun perlu menghargai orang lain. Itulah tanggung jawab kita.
Tentang ketersebaran Covid-19 mungkin mereka bisa berdelik bahwa, toh, bila positif mereka hanya mungkin menjangkiti orang-orang dekat mereka dan tidak mungkin menjangkiti orang lain. Argumen ini nampaknya benar, tetapi sebenarnya keliru. Bila mereka tinggal di goa atau hutan, itu mungkin benar. Namun, bila masih hidup dengan masyarakat luas, argumen seperti itu tidak benar. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam seluruh ruang pergerakkan mereka tentu akan berhubungan dengan banyak orang, baik sadar maupun tidak sadar. Penyebaran virus, tidak mengenal kerabat ataupun orang lain.
Oleh karena itu, kesadaran bahwa menuntut hak pribadi itu berhubungan langsung dengan tanggung jawab terhadap orang lain itu penting. Dengan itu, orang bisa lebih tahu dan berhati-hati dalam bertindak. Sebab, selama masih hidup di dunia, manusia akan selalu terhubung dengan orang lain. Di sini kita belajar bahwa segala tindakan selalu terhubung dengan banyak orang. Diskretif dalam menentukan pilihan adalah mutlak hukumnya karena virus tidak pernah berkompromi. Dia menyerang siapa saja yang memberi peluang baginya tuk bersarang.
Ikuti tulisan menarik egi daki lainnya di sini.