Perpres RAN-PE Disahkan, Persatuan Jadi Ambyar

Selasa, 19 Januari 2021 11:48 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perpres RAN-PE Disahkan, Persatuan Jadi Ambyar

Oleh Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)

Belum kering air mata akibat bencana yang bertubi, di awal 2021 ini disahkan Perpres RAN-PE (Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan). Perpres No 07 Tahun 2021 tentang RAN-PE ini berlaku mulai periode 2020 hingga 2024.

Perpres RAN-PE ini dilatarbelakangi belum adanya materi yang bisa mencegah potensi munculnya tindakan kekerasan akibat paham-paham ekstremisme dan radikalisme. Oleh karena itu melalui Perpres RAN-PE akan bisa dirumuskan langkah-langkah strategis yang bersifat nasional dalam mencegah ekstremisme dan radikalisme. Nantinya Perpres ini akan digawangi oleh Kemdikbud dan BNPT atau BPIP.

Dalam pelaksanaan Perpres RAN-PE ini melibatkan semua kementerian, lembaga, daerah bahkan juga masyarakat. Keterlibatan masyarakat tertuang di dalam pasal 8. Adapun sumber pendanaan Perpres RAN-PE diambilkan dari APBN, APBD dan sumber-sumber lain yang relevan. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam pasal 11.

Menilik frase ekstremisme yang berbasis kekerasan, seharusnya diarahkan pada peran negara dalam menanggulangi terjadinya disintegrasi bangsa yang dimotori oleh kelompok-kelompok separatis seperti OPM. Jelas OPM ini sudah nyata melakukan aksi kekerasan bersenjata yang meresahkan. Penembakan OPM kepada 30 pekerja Trans-Papua, kerusuhan Wamena tahun 2019 yang dimotori OPM dan lainnya. Bahkan yang menjadi korban OPM adalah aparat, bukan hanya rakyat sipil. Disusul deklarasi kemerdekaan Papua Barat oleh Benny Wenda.

Hanya saja yang bisa ditelisik selama ini, frase ekstremisme, radikalisme ataupun terorisme muaranya ditujukan kepada Islam dan kaum muslimin. Indikasinya terlihat dari proyek moderasi Islam hingga direvisinya sekitar 55 buku ajar agama Islam. Di samping itu, tatkala mencuat wacana untuk menormalisasi hubungan Indonesia-Israel, yang memberatkan realisasinya adalah masih kuatnya sentimen ke-Islaman.

Begitu pula, suatu kebijakan tentunya obyek terbesarnya adalah umat Islam. Mengingat penduduk negeri ini mayoritasnya adalah umat Islam.

Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan oleh umat Islam adalah memperkuat ukhuwah Islamiyyah. Bukankah Allah dan Rasul-Nya sudah berpesan bahkan mewajibkan agar umat Islam ini bersatu dan tidak berpecah belah. Sesama umat Islam itu bersaudara. Di dalam firmanNya, Allah SWT menegaskan berikut ini.

انّما المؤمنون اخوة فاصلحوا بين اخويكم واتقوا اللّه لعلكم ترحمون.
Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah di antara saudara kalian. Bertaqwalah kepada Allah, mudah-mudahan kalian mendapat Rahmat Allah.

Kepada orang non muslim yang hidup berdampingan damai dengan umat Islam, Islam melarang menyakiti mereka. Bagaimana pula terhadap sesama umat Islam?

Perpres RAN-PE ini berpotensi memecah belah di antara sesama anak bangsa. Antar anggota masyarakat akan saling mencurigai. Lantas akan terjadi saling lapor melaporkan. Yang dilaporkan tidak terima karena menganggap nama baiknya dicemarkan dengan tuduhan terlibat kegiatan ekstremisme dan terorisme, justru akan balik melaporkan. Kehidupan bermasyarakat menjadi tidak tenang. Kebencian semakin subur di tengah masyarakat. Hasilnya persatuan bangsa terkoyak. Anak bangsa bertarung di kakinya sendiri. Sungguh ironis.

Apakah potret masyarakat yang saling mencurigai dan membenci adalah cita-cita kemerdekaan bangsa? Tentu saja bukan. Mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan umum dengan masing-masing warga negara memberikan perannya. Umat Islam telah memainkan dan memberikan perannya yang besar terhadap bangsa dan negeri ini. Dari masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah dan ikut dalam mengisi kemerdekaan. Umat Islam tetap dan terus memberikan perannya dalam menjaga persatuan bangsa. Umat Islam akan terus menjaga bangsa dan negeri ini dari setiap upaya penjajahan dalam berbagai bentuknya.

Bukankah penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan? Bukankah kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa? Bukankah kemerdekaan itu adalah berkat Rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa? Walhasil, wujud rasa syukur kehadirat Allah SWT itu adalah dengan tunduk patuh terhadap semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua yang dilarangNya.

Begitu pula, di masa pandemi ini, seharusnya negara fokus kepada hal-hal yang sangat dibutuhkan masyarakat. Yang ditunggu-tunggu rakyat adalah penuntasan masalah krisis kesehatan dan krisis ekonomi yang dideritanya. Korban pandemi sudah sedemikian banyak. Mengingat tatkala krisis kesehatan ini bisa ditangani tentu ekonomi nasional bisa cepat dipulihkan.

Di tengah pandemi ini, ekonomi rakyat terpukul. Penghasilan mereka berkurang. Justru harga-harga kebutuhan pokok di pasaran naik. Harga lombok, tahu, tempe menjadi mahal. Ditambah lagi bencana alam melanda. Banjir di Kalimantan Selatan, gempa di Sulawesi Barat dan lainnya menanti peran negara guna mengatasinya dengan secepatnya dan sebaik-baiknya. Rakyat sudah demikian menderita. Yang mereka butuhkan adalah negara hadir dalam menolong penderitaan mereka. Memulihkan kesehatan dan ekonomi mereka.

Pada saat rakyat harus berjuang di tengah pandemi dan ekonomi sulit, justru negara menelorkan Perpres RAN-PE. Rakyat itu membutuhkan kerjasama di antara mereka. Ambil contoh, bencana banjir Kalsel. Korban yang mengungsi itu membutuhkan uluran tangan dari saudaranya sebangsa. Mereka saling menolong. Tidak ada lagi sekat di antara mereka.

Walhasil negara yang kuat itu ditopang oleh rakyatnya yang bersatu padu. Bersatu padu dalam mewujudkan kesejahteraan yang diberkahi oleh Tuhan seru sekalian alam, Allah SWT.

# 18 Januari 2021

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mizan

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler