x

Iklan

AGUNG IZZUL HAQ

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Kamis, 21 Januari 2021 06:40 WIB

Covid-19, Konspirasi atau Pandemi


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Konspirasi dalam artian sempit adalah sebuah rencana terselubung/tersembunyi yang dijalankan segelintir orang. Konspirasi bisa dilakukan oleh siapa saja bukan hanya elite negara dan lain-lainnya saja, namun bisa juga dilakukan oleh seseorang. Misal saja untuk menggulingkan sebuah rezim, mengubah pola hidup dan pikir seseorang.


Teori konspirasi biasanya berkembang dalam situasi sosial yang serba tidak pasti dan ambigu. Tak terkecuali pada masa pandemi sekarang ini, banyak sekali yangmembuat spekulasi-spekulasi yang mana hal tersebut belum tentu benar dan kejelasaannya. Sehingga munculnya teori konspirasi pandemi covid-19 ini. Yang kemarin panas untuk diperbincangkan.


Pandemi Coronavirus (Covid-19) di Indonesia telah memasuki bulan ke-6 sejak kasus pertama diumumkan oleh pemerintah pada bulan Maret lalu.  Munculnya pandemi merupakan sesuatu yang baru dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat sehingga berdampak secara luas terhadap berbagai aspek kehidupan. Beragam reaksi bermunculan di publik, baik oleh pejabat publik, akademisi, politikus, influencer, hngga warganet. Alhasil, berbagai informasi semakin riuh berseliweran di media sosial dan menyiratkan kepanikan yang sedang dihadapi. Di antara beberapa informasi yang beredar di media sosial, sebagian menggiring narasi yang mengarah pada rasa ketidakpercayaan terhadap pandemi dan tenaga kesehatan yang bekerja di garda terdepan. Narasi tersebut dikemas melalui informasi hoax, ujaran kebencian, hingga konspirasi. Istilah yang disebutkan terakhir sedang menghiasi lini-masa Twitter dan menghebohkan jagat maya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan


Banyak diaantara kita yang masih bingung apakah pandemi ini adalah settingan dari pihak pemerintah atau fakta alam yang seharusmya kita percayaai adanya, sehingga munculah pertanyaan-pertanyan yang membuat kita semakin bingung dan ambigu terhadap apa yang dialami di indonesia saat ini. Banyak sekali orang-orang yang menganggap bahwa pandemi ini hanya permainan rezim dan dibalik itu ada kepentingan yang ingin dicapai.


Dalam artikel tirto.id ditulis studi Karen M.Douglas, RobbieM. Sutton, dan Aleksandra Gichocka yang berjudul “The Psychology of Conspiracy Theories” yang menunjukan bahwa konspirasi biasanay alat atau usaha untuk mengungkap tindakan-tindakan yang disembunyikan dari publik, dalam hal ini adalah masyarakat indonesia. Tentu saja hal tersebut membuat pola pikir kita utamanya jkaum awam yang belum paham dan mngerti apakah yang terjadi pada saat ini, hal tersebut bisa berakibat terjadinya sesat pikir terhadap kaum awam yang belum paham apakah pandemi dan yang terjadi pada saat ini di Indonesia.


Dewasa ini warga indonesia juga diserang dengan krisis psikologi, konsekuensi pandemi punya impak berbeda-beda bagi tiap individu. Di saaat normalitas yang dikenal orang seaakn semakin jauh dari normalitas kesehariian, dan kebanyakan mengikuti klaim-klaim narasi yang mana mengarah kearah serba tahu apa dan siapa penyebab ini. Oleh karena itu banyak sekali individu-individu yang mengaitkan sesuatu yang tidak ada hubungannya dan berbelit-belit.
Menyebarkan dan mempercayai apa itu teori konspirasi memberikan perasaan percaya diri semu, perasaan bahwa mereka memiliki informasi ekslusif yang tidak di miliki orang awam yang mereka nilai naif. Dalam riset menunjukan, orang yang terdensi untuk mnegembangkan teori konspirasi mereka kehilangan kontrol dalam kehidupannya, yang mana hal tersebut juga bisa menyerang terhadap seorang yang berpendidikan.


Teori konspirasi mengenai pandemi Covid-19 dimulai dengan isu virus yang sengaja disebarkan dari sebuah laboratorium di Wuhan, Tiongkok. Konspirasi lain menyebutkan bahwa Bill Gates adalah pihak yang terlibat dalam upaya penyebaran virus untuk memproduksi vaksin sebagai ladang bisnis. Di Indonesia, konspirasi pandemi Covid-19 menjadi perbincangan ketika pernyataan-pernyataan demikian disuarakan oleh orang-orang yang memiliki popularitas tinggi dan menjadi pusat perhatian di media sosial serta media massa. Konspirasi seperti dugaan komersialisasi rapid test, hingga rekasi pengingkatan kasus dalam masa krisis banyak ditemukan di media sosial. Belum ada pihak yang mampu memverifikasi kebenaran dari pernyataan-pernyataan miring tersebut.


Konspirasi mengenai pandemi Covid-19, akan mengganggu ketahanan informational relations sebagai salah satu elemen dalam sistem teknososial. Padahal informasi merupakan hal penting untuk mengatasi kondisi krisis. Maka, diperlukan usaha dari masyarakat maupun pemerintah untuk mengembalikan persepsi publik terhadap pandemi. Anggapan bahwa Covid-19 hanyalah konspirasi elit global yang tidak berbahaya perlu diberikan wacana tandingan untuk tetap menjaga kewaspadaan publik terhadap pandemi. Wacana tandingan digunakan melalui argumentasi kuat dengan daya tarik yang bersifat pribadi, keyakinan moral, dan menggambarkan suara netral.


Teori konspirasi lain soal Corona adalah adanya gelombang 5G yang bisa menyebarkan Corona. Teori yang belum bisa dibuktikan secara ilmiah ini dipercaya oleh sebagian orang di Inggris. Menara pemancar sinyal 5G di Birmingham dan Merseyside dibakar oleh seseorang yang sampai hari ini belum juga berhasil ditangkap


Jika narasi teori konspirasi terus disebarluaskan, diyakini kebenarannya, dan menyebabkan orang meremehkan bahaya virus Corona, bukan tidak mungkin Indonesia hanya bisa pasrah dengan herd immunity alamiah yang bisa membunuh 16 juta orang.


Jika pun pandemi Covid-19 ini adalah konspirasi lantas apakah para petugas medis keluarga yang ditinggalkan oleh korban jiwa itu semua hanya settingan atau apa. Hal yang konyol untuk dilakukan. Jerix yang kemarin mngatakan bahwa covid ini hanya konspirasi elit global dan indonesia bermain didalamnnya untuk mengambil keuntungan pribadi. Hal tersebut juga bisa dikatakan sebagai sesat pikir, mengapa, karena dalam teroi sesat pikir dikatakan bahwa argumen-argumen yang terdiri dari kata ambigu termasuk dalam sesat pikir.


Untuk menghandari tumbuhnuya sesat pikir pada saat ini adalah dengan pola pikiran atau pandangan yang kritis dalam menghadapi suata masalah atau suatau konteks yang mana kita dituntut untuk tidak langsung percaya terhadap hal tersebut, bahkan sampai untuk sampai meyakini kebenarannya. Untuk itu seabagai kaum intelektual kita juga harus lebih teliti dan mefilter narasi-narasi yang digembar-gemborkan bahwa itu adalah sebuah konspirasi yang belum tenteu kebenarannya sehingga tidak mengarah kepada sesat pikir.

Ikuti tulisan menarik AGUNG IZZUL HAQ lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB