x

PSSI

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 27 Januari 2021 09:16 WIB

Kualitas dan Mutu Pengurus PSSI Dipertanyakan

Sampai kapan PSSI akan membiarkan kualitas dan mutu oraganisasi terus tak standar? Secara makro dan mikro pun kini publik dapat membaca kualitas dan mutu pengurus PSSI. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat saya ikut melamar menjadi calon Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI pada Mei 2017, banyak asa di hati dan pikiran saya untuk membantu PSSI khususnya terhadap tiga hal, yaitu keorganisasian, kepemimpinan, dan program menyeluruh dari kurikulum, pondasi akar rumput, kompetisi, hingga timnas sesuai karakter Indonesia.Namun, setelah saya "membaca" lebih dalam tentang PSSI, saya pun mundur dan tak hadir dalam tes seleksi. Dan, hasil bacaan saya pun terbukti.

Setelah empat tahun  berlalu, rekan sesama pelamar Sekjen yang terpilih pun mengundurkan diri, hingga hari ini tak ada lagi Sekjen PSSI asli.

PSSI dapat berbuat apa?

Kini, di tengah pandemi Corona, sebagai negara yang rakyatnya menjadi salah satu pecinta olah raga sepak bola terbesar di dunia, nyatanya tatkala sepak bola manca negara masih dapat menggeliat dengan kompetisi domestiknya, ternyata di bawah naungan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), kompetisi sepak bola nasional tetap mangkrak. Kalah oleh Pilkada dan berbagai hal lain karena adanya pesanan atau kepentingan.

Terlebih Piala Dunia U-20 dan event AFC dan FIFA juga ditunda atau dibatalkan, tetapi di dalam Indonesia, PSSI tetap.tak dapat berbuat apa-apa, jauh dari spirit apa yang melatar belakangi lahirnya organisasi PSSI untuk bangsa Indonesia.

Padahal, seharusnya dengan protokol kesehatan yang ketat dan laga tanpa penonton, rakyat Indonesia masih dapat terhibur oleh pertandingan liga yang disaksikan di layar televisi. Pun, bila kompetisi berjalan, maka semua pelaku yang berhubungan atau bersinggungan dengan sepak bola dapat mengepulkan asap dapurnya di tengah derita corona.

Sayang, sepak bola sebagai olah raga yang digaransi dapat meningkatkan imun, bahkan di Indonesia hingga kini juga tak ditemukan klaster corona dari sepak bola, malah dikalahkan oleh kerumunan-kerumunan yang bersembunyi di balik protokol kesehatan. Hingga masyarakat pun berpikir bahwa, ternyata rakyat jelata tak boleh berkerumun dengan apapun alasannya. Namun, rakyat tak biasa, elite partai, pejabat, dan pendukung penguasa, boleh berkerumun dengan alasan sudah mengikuti prosedur protokol kesehatan ketat.

Itulah fenomena yang kini terjadi di +62, seolah NKRI hanya milik mereka, bukan milik rakyat Indonesia, rakyat jelata.

Kualitas dan mutu PSSI?

Kembali ke masalah kompetisi, PSSI, dan berbagai persoalan yang terus menjadi benang kusut persepak bolaan nasional, sejatinya, publik berpikir bahwa bila tak ada pandemi corona, pengurus PSSI sekarang bisa apa untuk sepak bola nasional?

Saat dulu saya melamar, yang ingin saya bantu di PSSI adalah menyoal keorganisasian, kepemimpinan, dan program menyeluruh dari kurikulum, pondasi akar rumput, kompetisi, hingga timnas sesuai karakter Indonesia.

Sayang sejauh pengamatan saya, hal itu hingga kini belum nampak ada pergerakan yang signifikan. Hingga pada setiap kesempatan, publik pun terus bertanya tentang kinerja dan program PSSI yang lebih menonjol urusannya melulu persoalan timnas dan Liga 1 atau Liga 2, sektor lain tak mengapung.

Keorganisasian dan kepemimpinan di PSSI terus dipertanyakan. Program menyeluruh mulai dari kurikulum, kepelatihan, pondasi akar rumput, kompetisi, hingga timnas sesuai karakter Indonesia pun tak tergarap berkesinambungan.

Bahkan, atas kondisi ini pun, publik kini malah malas membicarakan PSSI dan kepengurusannya. Sebab, publik berpikir pengurus PSSI sekarang seperti tak ada. Pengurusnya tak bermutu, tak kompeten. Mungkin di beberapa bidang, pengurusnya profesional, tapi apakah kompeten dalam kepribadian dan sosial misalnya? Apakah memiliki kompetensi keorganisasian dan kepemimpinan?

PSSI kini justru dianggap tak memiliki standar mutu yang seharusnya dipenuhi oleh setiap organisasi atau lembaga, baik lembaga publik maupun bisnis.

Mutu menjadi indikator penting dalam penyelenggaraan organisasi. Mutu  adalah cerminan organisasi dalam menyelenggarakan visi, misi, tujuan, maupun strateginya.

Mutu yang baik dan berkualitas tentunya akan menjadi perhatian masyarakat luas. Kualitas mutu menjadi barometer kualitas layanan dalam organisasi. Mutu itu menjadi indikator utama dalam organisasi.

PSSI adalah organisasi publik, maka jaminan mutu menjadi mutlak. Pertanyaannya bagaimana PSSI menggaransi mutu itu? Faktanya, publik kini sudah antipati kepada PSSI. Apa yang kini diperbuat oleh PSSI di tengah pandemi?

Bila pemimpin PSSI bermutu, maka membangun kualitas mutu bisa dimulai dari kelembagaan, keorganisasian. Mutu harus dilakukan secara tersistematik dan terstruktur agar menjadi pembiasaan yang dapat membentuk karakter pengurus di dalamnya.

Bila pembangunan mutu dilakukan secara tersistem, terorganisir dengan terprogram, maka bisa dipastikan perlahan tapi pasti akan berdampak secara signifikan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia pengurus PSSI itu sendiri.

Apakah selama ini di organisasi PSSI mengenal ISO (International Organization for Standardization)? ISO merupakan komponen yang diperlukan untuk membangun kualitas organisasi menjadi lebih baik. ISO adalah bagian dari perbaikan dan peningkatan kualitas melalui manajemen mutu dalam rangka menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.

Apakah selama ini PSSI sudah melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan kualitas mutu internal pengurus PSSI?  Ingat, masyarakat, publik sepak bola nasional kini sudah semakin cerdas dan melek informasi.

Publik sudah dapat menilai kualitas organisasi PSSI yang masih jauh dari standar mutu, karena sejak berdiri hingga sekarang PSSI hanyalah milik para voter, bukan milik publik sepak bola nasional, meski sepak bola nasional dapat hidup karena suporter Indonesia.

Para voter terus berjualan transaksional dan hanya mengejar keuntungan pribadi serta mendorong PSSI dikuasai oleh pihak yang menjadikan PSSI kendaraan politik.

Sehingga, yang ada di PSSI adalah kepentingan dan kepentingan. Kualitas mutu tak penting, keorganisasian dan kepemimpinan tak penting, program-program pun sepertinya hanya dijamah yang menghasilkan uang saja.

Sampai kapan PSSI akan membiarkan kualitas dan mutu oraganisasi terus tak standar? Secara makro dan mikro pun kini publik dapat membaca kualitas dan mutu pengurus PSSI. 

Ubah voter, maka PSSI bermutu

Sayang publik hanya bisa bersuara, menggumam, berteriak, dan mengelus dada atas semua kondisi ini, sebab sesuai statuta, PSSI hanya milik voter yang jadi raja, tapi ada di dalam Negara Republik Indonesia.

Enak sekali, meski pengurusnya tak bermutu dan tak berkualitas, PSSI tak ada urusan dengan rakyat Indonesia. Satu-satunya jalan, bila PSSI mau dibikin berkualitas dan bermutu, ada revolusi statuta khusus voter yang mewakili Indonesia, bukan segelintir orang dan kepentingan.


Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu