Gerakan Wakaf Nasional Untuk Mengentaskan Kemiskinan, Efektifkah?
Rabu, 27 Januari 2021 15:16 WIBPada 25 Januari 2021 telah diluncurkan GNWU (Gerakan Nasional Wakaf Uang). GNWU ini ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan. Lantas, apakah GNWU itu efektif dalam mengentaskan kemiskinan?
Gerakan Wakaf Nasional Untuk Pengentasan Kemiskinan, Efektifkah?
Oleh Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)
Presiden Jokowi pada konpers, 25 Januari 2021 meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU). Melalui siaran virtual, presiden menyebutkan potensi wakaf sebesar Rp 2000 trilyun per tahun. Sedangkan wakaf uang bisa tembus Rp 188 trilyun.
Presiden, Wapres dan Menkeu Sri Mulyani bersama-sama dalam peluncuran GNWU. Nantinya wakaf diperuntukkan bukan hanya dalam urusan ibadah, akan tetapi lebih produktif lagi. Mempercepat pembangunan nasional, khususnya dalam pengentasan kemiskinan nasional.
Persoalan kemiskinan bangsa tidak hanya kita berbicara masalah individual. Karena pendidikan rendah sehingga akses dalam pemenuhan kebutuhan hidup menjadi terbatas, tidak hanya sebatas hal demikian. Angka kemiskinan di Indonesia sekitar 26,42 juta jiwa pada Maret 2020. Artinya persoalan kemiskinan ini sistemik.
Faktor salah urus pengelolaan negara atas SDA menjadi hal yang mendasar. SDA bukannya dikelola oleh negara, justru diserahkan pengelolaannya kepada swasta dan asing. Sementara itu negara hanya mendapatkan royalti saja. Padahal SDA itu milik rakyat, yang berhak mengelola hanya negara.
Wakaf termasuk shodaqoh itu hukumnya sunnah. Artinya disebut melakukan kesunahan, tatkala kewajiban telah ditunaikan.
Secara individual, mencukupi nafkah keluarga adalah kewajiban bagi para suami. Bahkan orang tua dan saudara perempuannya menjadi tanggungan laki-laki. Artinya negara tidak bisa memaksakan warganya untuk berwakaf. Jadi GNWU hanya bersifat himbauan.
Jika memang demikian halnya, mengandalkan gerakan wakaf untuk mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan umum menjadi hal yang tidak relevan. Pasalnya negara itu seharusnya memiliki power dalam mengelola semua potensi yang ada. Tidak elok rasanya rakyat diseru untuk peduli kepada nasib bangsa dan negerinya melalui gerakan wakaf, sementara itu kekayaan alamnya diserahkan kepada swasta dan asing.
Merujuk kepada hadits Nabi Saw yang menyatakan:
الناس شركاء في ثلاث الماء والنار والكلاء
Manusia itu berkepemilikan bersama pada 3 hal yakni air, api dan padang gembalaan.
Dari hadits tersebut, terdapat larangan menyerahkan SDA kepada swasta dan asing. Alasannya SDA itu bukan milik individu, perusahaan ataupun negara. Jadi tidak berhak negara memprivatisasi SDA. Negara hanya mengelola sebagai wakil rakyat. Hasilnya dikembalikan pada rakyat untuk sebesar-besar kemakmurannya.
Hukumnya wajib bagi negara untuk menasionalisasi semua SDA yang ada. Potensi SDA sangat besar dan berpotensi bagi kesejahteraan bangsa dan negara.
Potensi ikan laut Indonesia senilai 6 juta ton per tahun. Potensi kekayaan laut Indonesia berada di peringkat ke-4 dunia. Per 30 Juni 2020, potensi pendapatan emas yang dikeruk Freeport sekitar 1,16 milyar US dollar. Pendapatan Freeport di April 2020 mencapai 144 juta US dollar.
Adapun pada SDA berupa batubara. Aset kepemilikan negara dalam kerjasama PKP2B (Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Penambangan Batubara) mencapai Rp 37 trilyun. Sementara aset perusahaan batubara meningkat pesat. PT Adaro Energy Tbk mencatat aset Rp 7,06 milyar US dollar pada 2018. PT ITMG menguasai aset 354 juta ton batubara. Bahkan 9 anak perusahaannya bergerak di bidang batubara. Artinya akan menjadi devisa yang sangat besar bila negara yang mengelola semua potensi SDA tersebut. Tidak perlu Menkeu mencari dana utang dari negara-negara donor. Padahal sejatinya utang luar negeri hanya menjadi alat penjajahan asing. Walhasil Indonesia masih dan terus berada dalam cengkeraman Kapitalisme dan ekonomi Liberalisme-nya.
Oleh karena itu, guna mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan umum, harus ada keberanian politik melepaskan diri dari jerat Kapitalisme. Dengan begitu, Indonesia juga akan terbebas dari Ekonomi Liberal.
Selanjutnya negara mengambil Islam termasuk konsep sistem ekonominya. Dengan begitu, konsep kepemilikan atas aset ekonomi menjadi jelas. Walhasil tidak akan terjadi salah urus terhadap aset-aset negara dan kekayaan alamnya. Tentunya kesejahteraan umum akan bisa segera diwujudkan.
# 26 Januari 2021
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Demam Pilpres 2024, Cermin Politik Pragmatis Demokrasi
Kamis, 24 Juni 2021 06:39 WIBMempertanyakan Urgensi Kursus Komisaris
Senin, 14 Juni 2021 18:53 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler