x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Jumat, 29 Januari 2021 15:07 WIB

Kasus Covid-19 Tembus 1 Juta, Sikap Lebih Penting daripada Fakta

Hanya 10% hidup itu tergantung fakta. Tapi 90% sangat bergantung pada sikap kita. Maka, sikap lebih penting daripada fakta. Kenapa?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tembus 1 juta sudah, angka kasus Covid-19 di Indonesia hari ini. Mungkin ke depan akan terus bertambah. PPKM Jawa Bali pun diperpanjang hingga 8 Feb 2021. Vaksinasi pun baru dimulai. Ehh tiba-tiba, ada lagi siswi SMK yang dipaksa berjilbab di sekolah. Gempa bumi pun melanda, hingga gunung-gunung. Itu semua fakta; sesuatu yang terjadi. Kasat mata bisa dilihat siapapun.

 

Jadi, apapun yang terjadi hari ini. Adalah fakta, sebuah kenyataan. Fakta itu tidak bisa dibantah. Walau siapapun boleh saja memperdebatkannya. Tapi sayang, hari ini kian banyak orang yang terbuai oleh fakta. Tanpa tahu harus bersikap apa? Alhasil, terpaku pada fakta. Lalu, mempersoalkan “kenapa ini terjadi” atau “kenapa bisa terjadi?”. Jawabnya bisa jadi, karena tidak punya sikap.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Maka, sikap lebih penting daripada fakta.

Karena apapun yang terjadi, itu semua fakta. Tinggal gimana menyikapinya, mau seperti apa? Bila faktanya angka kasus Covid-19 meningkat terus. Harusnya kita bersikap untuk disiplin dalam protocol Kesehatan. Pakai masker, rajin cuci tangan, dan jaga jarak. Sikap itu lebih penting daripada fakta. Karena sejatinya, hanya10% hidup itu tergantung pada fakta. Tapi 90% sangat tergantung pada sikap. Cara kita menyikapi apa yang terjadi.

 

Apapun yang terjadi, akhirnya berujung pada sikap.

Iya semua tergantung sikap. Sikaplah yang menjadikan esok lebih baik atau lebih buruk. Sikap pula yang bikin Covid-19 akan makin bertamabh atau berkurang. Sikap itu ibarat kaca mata. Terasa GELAP bila pakai kaca mata HITAM. Terasa TERANG bila pakai kaca mata JERNIH. Jadi terserah sikap kita.  Di balik fakta, mau makin gelap atau mengubahnya jadi terang? Bersikap untuk sehat atau sakit? Atau mau berpikir negatif atau positif. Itulah sikap.

 

Sikap itu lebih penting daripada fakta.

Sikap pun lebih hebat daripada pangkat dan jabatan. Sikap pula yang menentukan uang mau jadi apa dan apa manfaatnya? Pendidikan tinggi, pengalaman hebat bahkan perasaan benar sendiri pun tidak lebih penting daripada sikap. Dan sikap jauh lebih penting daripada apa yang orang lain katakana.

 

Maka bersikaplah atas semua fakta. Bersikap dalam segala keadaan. Suka atau tidak, harus atas dasar sikap. Karena sikap itu cara kita berpendirian. Cara mempertahankan prinsip hidup. Agar tetap mampu berdiri tegak di tengah hiruk pikuk fakta yang terjadi.

 

Seperti membangun taman bacaan pun butuh sikap. Karena sifatnya sosial, justru taman bacaan harus dikelola dengan sikap penuh komitmen dan konsisten. Bila tidak, maka terlalu banyak rasa frustasi, keluh-kesah, hingga akhirnya “mati suri”. Nama taman bacaannya ada. Tapi aktivitasnya tiada.

 

Karena sikap pula, siapapun akan tetap apa adanya. Bukam ada apanya. Sikap itulah yang menentukan seseorang tetap jadi dirinya sendiri. Bukan malah ingin menjadi seperti orang lain. Atau membandingkan dirinya dengan keadaan orang lain.

 

Sekali lagi, sikap itu lebih penting daripada fakta.

Karena sikap, apapun yang ada bisa jadi lebih baik atau bisa lebih hancur. Sikap itulah yang akan “membaikkan” atau malah “menghancurkan”. Karena SIKAP adalah sebuah perbuatan kecil yang mampu menghasilkan perbedaan yang besar. Karena pada akhirnya, sikap pula yang membedakan antara petarung dengan pecundang. Bersikap optimis sekalipun dalam keadaan sulit. Bersikap lurus di kala banyak orang lain bengkok.

 

Adalah fakta hari ini. Semua orang pasti ingin meraih SURGA. Tapi, apakah mereka sudah bersikap seperti orang-orang Surga? Faktanya ingin surga. Tapi sikap dan perilakunya bertentangan denan surga. Bagaimana bisa begitu?

 

Maka sikap lebih penting daripada fakta.

Karena sejatinya, SURGA itu bukan hanya TEMPAT. Tapi hasil dari serangkaian SIKAP. Maka benahi sikap kita. Karena sikap selalu bersemayam pada hati nurani dan pikiran yang seimbang. Sikap yang obhektif, bukan yang subjektif …

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu