x

PPKM tak efektif

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 1 Februari 2021 15:04 WIB

PPKM Tak Efektif, Setelah ini Kebijakan Apa Bapak Presiden?

Apa pun kebijakan yang dilakukan, memang akan sulit berhasil meredem corona yang justru tak mengenal budaya permisif, bila para petugas negara tak dapat diandalkan. Herannya, budaya permisif yang mengakar kuat di +62 ini justru terus subur ikut dicontoh oleh masyarakat, meski sedang berhadapan dengan virus yang tak kenal kompromi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kendati kini sedang berlangsung PSBB yang katanya ketat bernama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali, nyatanya kasus Covid-19 di Indonesia kian hari justru terus meningkat tak terkendali.

Ini apanya yang bermasalah? Petugas untuk pelaksana PSBBnya atau PPKMnya atau masyarakatnya? Yang pasti, pelaksanaan PPKM boleh dibilang tak berhasil.

Artinya, dari sebelum corona datang ke Indonesia, hingga corona terdeteksi ada di +62, upaya pemerintah untuk mengantisipasi dan mencegah justru bisa dibilang tidak ada yang berhasil, karena sejak awal pemerintah lebih memikirkan ekonomi ketimbang nyawa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan di tengah corona yang terus merajalela, pemerintah terus menghujani berbagai peraturan dan kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat, hutang negara pun semakin melangit.

Malah, kini pemerintah meluncurkan kebijakan tentang pajak pulsa. Sebelumnya mengulik-ulik dana wakaf. Namun, pembangunan infrastruktur juga jalan terus.

Lebih ironis, Presiden Jokowi juga  menyatakan bahwa kebijakan PPKM di Pulau Jawa dan Bali untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19) tidak efektif. Lho, kok Presiden sampai bicara begitu, padahal  PPKM ini resmi kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah pusat di bawah Presiden bukan oleh pemerintah daerah di bawah Gubernur.

Coba simak, apa pernyataan Presiden dalam video rapat terbatas yang diunggah akun Sekretariat Presiden di Youtube, Minggu (31/1/2021). "Saya ingin menyampaikan mengenai yang berkaitan dengan PPKM, tanggal 11-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya, ini tidak efektif." 

Jokowi menyebut, ketidakefektifan PPKM terlihat dari mobilitas masyarakat yang masih tinggi, sehingga di beberapa provinsi kasus positif Covid-19 tetap naik. Padahal esensi dari PPKM saat ini ialah mengurangi atau bahkan mencegah mobilitas masyarakat untuk menekan laju penularan Covid-19. Namun, dalam implementasinya, Jokowi menyebut kebijakan tersebut  tidak tegas. 

Nah, mengapa Presiden baru mengucap sekarang, bila dalam praktik di lapangan, hampir semua kebijakan mengenai antisipasi dan pencegahan  Covid-19 dari sebelum corona datang hingga terdeteksi di Indonesia, belum ada peraturan dan kebijakan yang berhasil. Setahun terlewati, tapi ternyata semua kebijakan memang tidak ada yang dilaksanakan dengan tegas dan disiplin, karena dua hal. Petugasnya sendiri dan masyarakat yang memang sudah abai dan tak percaya kepada kebijakan pemerintah.

Sangat terlambat, bila baru sekarang Presiden bicara ketegasan dan konsistensi dari penerapan kebijakan PPKM yang memang sangat dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

Pasalnya, esensi dari PPKM adalah membatasi mobilitas, tetapi Presiden melihat di implementasinya tidak tegas dan tidak konsisten. Sudah begitu, PPKM pun berdampak pada penurunan ekonomi yang tidak perlu dikhawatirkan, selama PPKM mampu menekan kasus positif Covid. Tetapi ternyata yang terjadi tidak sepeeti yang diharapkan. Ekonomi menurun, kasus pun terus meningkat.

Atas kondisi ini, dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi menginstruksikan agar Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk terlibat lebih sering  memberi contoh kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan kepada masyarakat.

Harapannya,  untuk contoh kedisiplinan itu, Kementerian Agama melibatkan tokoh-tokoh agamanya seperti apa, TNI seperti apa, di Polri seperti apa dan  Menko nanti  men-drive agar di lapangan betul-betul terimplementasi. Pun harus melibatkan sebanyak-banyaknya pakar dan epidemiolog dalam keterlibatan dan kerja sama bersama pemerintah dan diharapkan akan menghasilkan desain kebijakan yang lebih baik dan komprehensif.

Budaya permisif, tak tegas

Sayang memang, kebijakan PPKM yang  telah berlangsung dua jilid, pertama dilangsungkan pada 11 hingga 25 Januari 2021. Sementara, jilid kedua dilaksanakan mulai 26 Januari hingga 8 Februari, namun hari ini dinyatakan tak efektif oleh Presiden.

Meski pernyataan Presiden menjadi kontradiksi dengan kenyataan. Sebab, pelaksanaan PPKM jilid II, pemerintah justru mengendorkan sejumlah aturan, salah satunya, pemerintah mengizinkan pusat perbelanjaan atau mal hingga restoran beroperasi sampai pukul 20.00 WIB. Padahal, pada PPKM jilid pertama, baik mall dan restoran hanya diizinkan beroperasi sampai pukul 19.00 WIB.

Bila faktanya PPKM jilid I saja tak tegas dan tak disiplin dalam pelaksanaan, PPKM jilid II malah dikendorkan. Tetapi, Presiden menyatakan tak efektif. Ini mana yang mau diikuti?

Ada PPKM pun kasus positif Covid-19 justru terus melangit. Malah secara kumulatif, sejak awal pandemi sampai dengan Minggu (31/1), jumlah kasus positif di Indonesia mencapai 1.078.314 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 873.221 dinyatakan sembuh, dan 29.998 meninggal dunia.

Jadi bingungkan? PSBB sudah, PPKM sudah. Tapi semuanya tidak ada yang berhasil. Bila sampai ada kebijakan lockdown pun, mustahil akan berhasil, bila para petugas pemerintah masih tak tegas dan disiplin. Rakyat juga tetap abai. Masih kental budaya permisif, terbuka, membolehkan, mengizinkan, memaafkan, longgar hingga para pelanggar melenggang.

Namun, apa pun kebijakan yang dilakukan, memang akan sulit berhasil meredem corona yang justru tak mengenal budaya permisif, bila para petugas negara tak dapat diandalkan.

Herannya, budaya permisif yang mengakar kuat di +62 ini justru terus subur ikut dicontoh oleh masyarakat, meski sedang berhadapan dengan virus yang tak kenal kompromi.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler