Pada tahun 2017 lalu, keberuntungan memihak pada saya. Saya ditunjuk sebagai pemimpin suatu komunitas yang cukup besar. Sebelumnya, saya memang memiliki pengalaman menjadi ketua kelas selama 4 tahun berturut-turut di SD, ketua OSIS di SMP maupun SMA dan menjabat sebagai ketua HIMA di kampus. Setidaknya pengalaman saya menjadi pemimpin terbilang tidak sebentar.
Rasa syukur tidak dapat saya sembunyikan ketika bisa dipercaya menjadi pemimpin di komunitas, lumayan kan ada pengalaman dan tantangan yang sebelumnya belum pernah ditemui? Di dalam komunitas yang saya pimpin ini terbagi menjadi beberapa bidang yang masing-masing memiliki “kepala”nya. Dalam memilih “kepala” di setiap bidangnya, saya memiliki beberapa kriteria yang wajib dimiliki oleh calonnya, salah satunya yaitu harus memiliki latar pendidikan yang sama dengan saya. Biar kalau diskusi, nyambung gitu lho percakapannya.
Namun akhir-akhir ini, masalah muncul. Dua “kepala” yang saya percayai dapat memimpin di bidangnya, mencari masalah. Berbagai komplain dari anggota, komunitas lain hingga klien mengenai kinerja kedua “kepala” ini datang menyerbu saya. Tunggu dulu! Saya sendiri pun bingung dan tidak tahu apa-apa tentang komplain dari mereka.
Kita sebut saja kedua “kepala” ini Rama dan Rini. Mentang-mentang saya sibuk kesana kemari mengurusi segala hal, Rama dan Rini malah memanfaatkan kesempatan ini untuk cawe-cawe yang bukan ranahnya mereka. Beberapa anggota mengompori saya, mereka bilang seperti ini, “Hati-hati, mereka tuh dekat sama kamu sekalian panjat sosial. Nanti kalau mereka sudah terkenal, kamu bakal ditinggal, deh.”
Saya tidak bisa menyangkal kalau Rama dan Rini memiliki strategi kerja yang bagus, dapat berpikir secara kritis, orang intelektual banget, deh. Tipe menantu idaman banget, kan? Namun semakin ke sini, apa yang anggota saya katakan selalu menghantui pikiran. Setelah saya lihat, Rama dan Rini memang semakin eksis dimana-mana. Jangan-jangan mereka ingin menggeser posisi saya sebagai ketua komunitas?
Saya bingung, sebenarnya siapa yang salah dalam kasus ini. Apakah seharusnya sebagai ketua komunitas tugas saya untuk mengontrol kepala-kepala di seluruh bidang terlalu longgar atau justru menjadi kesalahan Rama dan Rini yang memang senang cawe-cawe tanpa sepengetahuan saya?
Benarkah saya gagal menjadi seorang pemimpin? Menjalankan salah satu tugasnya untuk mengontrol bawahannya saja tidak bisa.
Ikuti tulisan menarik Aisyah Hetra lainnya di sini.