x

Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 4 Februari 2021 14:06 WIB

Plin-plannya Pendirian Elite Politik: Pilkada 2020 Begini, Pilkada 2024 Begitu

Argumen yang dikemukakan pemerintah dan elite politik untuk menolak normalisasi jadwal penyelenggaraan pilkada ke tahun 2022-23 merupakan kebalikan dari argumen yang mereka sampaikan saat menginginkan pilkada diadakan pada Desember 2020. Ketidakkonsistenan sikap dan argumen ini memperlihatkan adanya kepentingan sesaat yang ingin dicapai, yaitu meraih atau mempertahankan kekuasaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Para elite politik kita berubah-ubah pendirian dalam menyikapi urusan, padahal urusannya serupa, yaitu penyelenggaraan pilkada. Entah karena mereka mudah lupa walaupun jarak antar kejadian hanya dua bulan atau mereka tidak peduli, sebab perubahan pendirian dan sikap itu disesuaikan dengan kebutuhan saat itu. Perkara argumennya apa untuk mendukung pendirian yang berubah-ubah, namanya politikus tentu jago dalam membuatnya.

Begitulah yang terjadi dengan Pilkada 2020. Ketika Presiden Jokowi dan para elite politik menginginkan pilkada diadakan pada bulan Desember 2020, mereka bersikeras pilkada harus terlaksana. Argumen pertama yang mereka katakan: agar tidak terjadi kekosongan pemangku jabatan kepala daerah, sebab berpotensi menimbulkan ketidakpastian. Mereka tidak mau jabatan ini diisi oleh pelaksana tugas, tapi harus kepala daerah definitif hasil pilkada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Argumen kedua: pilkada dapat menjadi stimulus ekonomi daerah, sebab dapat membantu menggerakkan perekonomian masyarakat. Ekonomi lokal dianggap akan menggeliat karena terstimulasi oleh penyenggaraan pilkada. Misalnya, akan meningkatkan produksi kaos, spanduk, atau suvenir untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat. 

Para elite politik tersebut menolak keberatan yang diajukan oleh sebagian masyarakat. Waktu itu, unsur-unsur yang menolak pilkada diadakan pada Desember 2020 mengatakan bahwa situasi pandemi masih belum terkendali, sehingga berisiko tinggi dari segi kesehatan bila pilkada tetap diadakan pada bulan itu. Namun keberatan ini tidak diacuhkan.

Bagaimana kini, berkaitan dengan pilkada 2024?

Undang-undang memang mengamanahkan agar pilkada diadakan serentak bersama pilpres dan pileg pada tahun 2024. Namun, mengingat pengalaman betapa berat pelaksanaan pilpres dan pileg pada 2019, sebagian masyarakat mengusulkan agar pilkada dilaksanakan terpisah dan dikembalikan ke jadwal semula alias dinormalisasi, yaitu pada 2022 dan 2023. Komisi Pemilihan Umum [KPU] telah menyatakan bahwa beban penyelenggaraan pemilu serentak pada 2024 akan sangat berat jika melihat pengalaman pilpres dan pileg yang lalu.

Para pengusul revisi undang-undang tersebut mengatakan sebaiknya jadwal pilkada ‘dinormalkan’, maksudnya dikembali ke tahun 2022 dan 2023. Pada tahun ini, banyak kepala daerah yang habis masa jabatannya, sebab mereka kepala daerah hasil pilkada 2017 dan 2018. Namun Presiden Jokowi dan para elite partai tetap ingin pilkada diadakan berbarengan dengan pilpres dan pileg pada 2024. Artinya, akan ada banyak pelaksana tugas kepala daerah sejak 2022 dan 2023untuk mengelola pemerintahan daerah. Jika meminjam argumen mereka ketika menolak usul penundaan pilkada 2020, bukankah belum adanya kepala daerah definitif itu akan menimbulkan ketidakpastian?

Argumen berikutnya juga kebalikan dari argumen terdahulu. Dulu, para elite politik mengatakan bahwa penyelenggaraan pilkada 2020 dapat menjadi stimulus ekonomi, lha kenapa alasan ini tidak digunakan lagi untuk memajukan pilkada ke tahun 2022 dan 2023? Kan lumayan, ekonomi jadi lebih cepat bergerak dinamis sehingga semakin cepat pulih. Namun, kini mereka beralasan bahwa jika jadwal pilkada dikembalikan ke jadwal semula, ada potensi timbulnya ketegangan yang dapat mengganggu pemulihan kesehatan dan ekonomi. 

Argumen berikutnya: pemerintah dan elite politik mengatakan bahwa situasi pandemi belum kondusif untuk menyelenggarakan pilkada pada 2022 dan 2023, sehingga pilkada tetap diadakan pada 2024. Padahal, argumen inilah yang disampaikan unsur-unsur masyarakat saat mengusulkan agar pilkada 2020 ditunda sebab situasi pandemi belum sepenuhnya terkendali, namun ditolak pemerintah dan elite politik.

Tampak jelas betapa argumen yang dikemukakan pemerintah dan elite politik untuk menolak normalisasi jadwal penyelenggaraan pilkada ke tahun 2022-23 merupakan kebalikan dari argumen yang mereka sampaikan pada 2020. Padahal, jarak antara Desember dan Februari hanya dua bulan. Apakah mereka sudah lupa sehingga tidak konsisten dalam pendirian, ataukah argumen apapun boleh dipakai asal mendukung kepentingan sendiri?

Ketidakkonsistenan sikap dan argumen mengenai jadwal penyelenggaraan pilkada itu memperlihatkan adanya kepentingan sesaat yang ingin dicapai, yaitu meraih atau mempertahankan kekuasaan. Ketidaksetujuan untuk menormalkan jadwal pilkada ke tahun 2022 dan 2023 sesungguhnya lebih merupakan hasil perhitungan politik ketimbang memikirkan kepentingan rakyat banyak mengingat sangat beratnya beban penyelenggaraan pemilihan serentak pada 2024.

Pengaturan jadwal pilkada ini rupanya dianggap krusial oleh elite politik karena dianggap ada relasinya dengan jadwal pemilihan presiden pada 2024. Ada beberapa kepala daerah yang potensial untuk maju ke gelanggang pilpres akan habis masa jabatannya pada 2022-23. Jika pilkada dikembalikan ke jadwal normal, para kepala daerah ini mungkin terpilih kembali, dan dengan demikian akan memiliki panggung politik untuk bisa maju ke gelanggang pilpres. Jika pilkada tetap pada 2024, mereka sulit mencari panggung, sebab sudah tidak lagi menjabat kepala daerah, sehingga potensi untuk maju ke pilpres akan jauh berkurang. Maknanya, ini mengurangi pesaing bagi elite politik yang ingin maju ke gelanggang pilpres 2024. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu