x

Presiden dan wakil

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 8 Februari 2021 09:11 WIB

Stop Permusuhan dan Hentikan Penggunaan Istilah Rasis Cebong dan Kadrun dengan Peraturan

Agar Indonesia kembali tenang dan damai, rasanya tidak sulit bagi pemerintah untuk membuat peraturan menyetop penggunaan istilah rasis cebong dan kadrun dalam berbagai bentuk tutur baik di media massa, media sosial, dan kehidupan nyata. Bila ada pelarangan penggunanaan istilah rasis cebong dan kadrun dari pemerintah seperti terbitnya SKB 3 menteri menyoal seragam sekolah, maka masyarakat akan kembali bertutur santun dan berbudi pekerti luhur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika hampir semua media massa cetak kini sudah beralih atau memiliki media online, maka dalam setiap artikel atau pemberitaan yang ditayangkan akan ada kolom komentar yang selalu akan dibanjiri komentar netizen atau warganet.

Mirisnya ada beberapa media online yang sangat rajin mengangkat dan menayangkan berita-berita yang digaransi menimbulkan polemik dan perseteruan tak berujung hasil dari Pilkada DKI dan Pilpres.

Para media online ini, mungkin ada yang membayar atau bagian dari kelompok tertentu, mungkin demi kepentingan meraih pemirsa (viewers), sangat gemar sekali mengutip cuitan para tokoh elite partai, tokoh parlemen, tokoh pemerintahan, tokoh partai, tokoh masyarakat, tokoh lembaga masyarakat atau pemerintahan, pengamat, praktisi, akademisi, para artis, hingga rakyat jelata, untuk dijadikan sumber berita, pun dalam penayangannya, judul berita sudah didesain sedemikian rupa yang tujuannya untuk memancing polemik dan kisruh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Herannya, berita-berita yang digaransi menimbulkan kisruh itu, ditulis oleh wartawan atau redaktur dari media online tersebut, bukan oleh pengamat atau praktisi atau oleh kolumnis.

Lebih dari itu, dengan sangat disadari, ternyata penayangan berita dengan model demikian memang ada pihak yang  sengaja memicu, membuat skenario, dengan tujuan memperkuat dan mengamankan kedudukan kelompoknya dari tahta dan harta yang sejatinya bukan miliknya, karena diperoleh dengan cara-cara tak halal dan mendolomi rakyat.

Karenanya, paket berita dan para komentator yang terus membikin resah dan kisruh ini, lebih berbahaya dari virus corona yang mematikan. Bahayanya dari paket berita dan komentatornya, mungkin benar bagian dari paket influenser dan buzzer milik rezim, dan pembiayaan yang sangat besar pun pakai uang rakyat.

Pantas saja masyarakat jadi diam takut jadi korban, sebab sudah terpasang jaringan perlindungan bagi kelompok mereka hingga kebal hukum, tapi bagi rakyat jelata, siapa berani melawan dan bersuara, apalagi membikin masalah, penjara jaminannya, karena paket ini memang dicipta dan ada tujuannya meski sangat dekat timbulkan disintegrasi bangsa.

Atas kondisi ini, malah saya kutip dari yahoo.com (20/10/2020), empat bulan yang lalu, Ketua Fraksi PKS di DPR, Mulyanto, menyebut "Pemerintahan Jokowi di periode kedua ini ambyar. Hampir semua sektor kehidupan mengalami grafik penurunan. Yang naik hanya utang dan kasus penangkapan aktivis politik yang kritis terhadap pemerintah," kata Mulyanto, Selasa 20 Oktober 2020.

Apa yang diungkap Mulyanto ini memang tidak bertepuk sebelah tangan. Pasalnya menyangkut Covid-19 saja, boleh dibilang antisipasi, pencegahan, dan penanganan Covid-19 di Indonesia masih gagal. Terlebih kebijakan PSBB terbaru bernama PPKM, malah diakui Presiden Jokowi tak efektif.

Terlebih bila menelisik kinerja pemerintah yang dianggap oleh berbagai pihak yang berseberangan dengan pemerintah, masih jauh dari janji kampanye yang disampaikan kepada rakyat.

Bahkan sama seperti yang saya rasakan dan berbagai pihak dan masyarakat rasakan hingga sekarang, masih sama seperti yang diungkap Mulyanto empat bulan yang lalu, yaitu fenomena masyarakat yang terus terpecah menjadi dua bagian dengan sebutan Cebong dan Kadrun, dan saya sebut sebagai paket itu.

Dan, sangat aneh, dalam situasi ini, pemerintah bukan mendamaikan, tetapi justru menjadi sumber perpecahan. Sebab pemerintah malah membikin paket kelompok influencer di media sosial yang digerakkan sebagai buzzer dan didanai langsung oleh negara yang anggarannya lebih besar dari anggaran riset vaksin corona dan lainnya.

Sungguh memprihatinkan, di kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf yang digadang rakyat agar lahir suri teladan di segala bidang hingga lahir kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan rakyat sesuai amanah Pembukaan UUD 1945, lahir rakyat yang cerdas intelegensi dan cerdas emosi, serta berbudi pekerti luhur, malah terus dihancurkan oleh paket antara media online dengan para influenser dan buzzernya yang menjadi bahan dan sumber berita untuk digoreng, lalu juga dikomentari oleh mereka sendiri.

Apakah kisruh yang dicipta influenser dan buzzer, lalu sebutan cebong dan kadrun akan dipertahankan dan terus digiatkan di Republik ini?  

Hingga periode kedua pemerintahan habis. Lalu, diperpanjang lagi bila tahta kepemimpinan juga tetap direbut oleh kelompok yang sama dengan sekarang?

Bapak Presiden, mohon hentikan pertikaian dengan selalu membawa julukan rasis cebong dan kadrun. Setop media online yang selalu mengangkat isu untuk dibikin perpecahan dan kisruh.

Mengapa harus masih ada influencer dan buzzer yang dibiayai dengan dana rakyat demi berbagai kepentingan pemerintah, bukan amanah untuk rakyat. Rakyat malah tak simpati hingga jadi antipati?

Ingat, ada 44,50 persen rakyat yang tak memilih Presiden sekarang berdasar laporan KPU, lho. Fakta dan realitanya, hingga kini rakyat juga masih bertanya. Itu rakyat yang memiliki hak pilih. Bagaimana rakyat yang tak memiliki hak pilih? Apa ada di pihak yang 55,50 persen? Atau ada dipihak yang 44,50 persen? Rakyat sendiri yang tahu. Dengan begitu kira-kira lebih besar jumlah cebong atau kadrun di negeri ini, bila istilah rasis ini akan terus dipertahankan dan terus menjadi dasar permusuhan sesama rakyat?

Buat aturan menyetop cebong dan kadrun

Agar Indonesia kembali tenang dan damai, rasanya tidak sulit bagi pemerintah untuk membuat peraturan menyetop penggunaan istilah rasis cebong dan kadrun dalam berbagai bentuk tutur baik di media massa, media sosial, dan kehidupan nyata.

Bila ada pelarangan penggunanaan istilah rasis cebong dan kadrun dari pemerintah seperti terbitnya SKB 3 menteri menyoal seragam sekolah, maka masyarakat akan kembali bertutur santun dan berbudi pekerti luhur.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB