x

Iklan

Puji Handoko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2020

Kamis, 11 Februari 2021 17:35 WIB

Perusahaan Minyak Dunia Masih Merugi, Pertamina Cetak Laba

Keuntungan itu diperoleh karena Pertamina bergerak cepat melakukan perbaikan internal. Di antaranya menerapkan penghematan hingga 30 persen. Dalam kondisi sulit, langkah itu adalah yang paling realistis. Pertamina mengatur skala prioritas untuk merealisasikan investasi, juga melakukan renegosiasi kontrak eksisting. Pencapaian Pertamina memang sebuah anomali, jika berkaca pada kondisi perusahaan migas dunia sekarang, sebab hal itu terjadi di tengah pandemi Corona yang masih menggila. Perekonomian belum pulih. Mobilitas juga masih terbatas. Bila dibandingkan dengan British Petroleum (BP) yang rugi Rp 80 triliun, atau Exxon yang membukukan kerugian hingga ratusan triliun rupiah, Pertamina jelas patut bergembira.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Corona membuat tatanan perekonomian dunia berjumpalitan. Raksasa migas dunia yang sebelumnya berposisi sangat aman dan terus memperoleh keuntungan, kali ini harus gigit jari. Harga minyak mentah sempat mengalami penurunan yang parah. Meskipun sekarang sudah mulai merangkak naik, tapi bisnis perminyakan belum begitu menggembirakan.

 

Dalam kondisi seperti itu, ada beberapa perusahaan migas dunia yang tetap solid dan berhasil membukukan laba, Pertamina salah satunya. Pertamina pada akhir 2020 berhasil mencatatkan laba sebanyak Rp14 triliun per Desember 2020.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Padahal di awal tahun 2020, Pertamina, sebagaimana umumnya perusahaan migas dunia lain, mengalami kerugian. Dibanding perusahaan besar dunia yang lain, kerugian Pertamina saat itu terbilang kecil. Namun di tahun yang sama, Pertamina telah berhasil kembali mencatatkan laba.

 

Jumlah itu memang belum melalui proses audit kantor akuntan publik (KAP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun melalui hitungan kasar itu, justru nantinya jumlahnya bisa bertambah lebih besar sesudah melalui proses audit.

 

"Jadi di posisi semester I-2020 kita rugi Rp 11 triliun, alhamdulillah di Desember ini in house closing unaudited posisinya membukukan laba US$1 miliar atau sekitar Rp14 triliun," kata Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa 9 Februari 2021.

 

Keuntungan itu diperoleh karena Pertamina bergerak cepat melakukan perbaikan internal. Di antaranya menerapkan penghematan hingga 30 persen. Dalam kondisi sulit, langkah itu adalah yang paling realistis. Pertamina mengatur skala prioritas untuk merealisasikan investasi, juga melakukan renegosiasi kontrak eksisting.

 

Pencapaian Pertamina memang sebuah anomali, jika berkaca pada kondisi perusahaan migas dunia sekarang, sebab hal itu terjadi di tengah pandemi Corona yang masih menggila. Perekonomian belum pulih. Mobilitas juga masih terbatas. Bila dibandingkan dengan British Petroleum (BP) yang rugi Rp 80 triliun, atau Exxon yang membukukan kerugian hingga ratusan triliun rupiah, Pertamina jelas patut bergembira.

 

Mestinya, perusahaan-perusahaan itu juga telah melakukan langkah yang diambil Pertamina. Namun faktanya mereka masih tetap merugi. Dengan demikian, keuntungan yang dihasilkan oleh Pertamina merupakan sebuah pencapaian kerja keras direksinya yang peka keadaan. Ini merupakan bukti direksi telah mengelola perusahaan dengan hati-hati, sehingga bisa dengan cepat pulih saat terjadi benturan.

 

Ini adalah sebuah kabar gembira, menjadi cermin dari kondisi Indonesia secara umum. Jika BBM adalah indikator mobilitas orang dan barang, maka keuntungan yang didapat Pertamina juga bagian dari indikator itu. Memang kondisi Pertamina belum seperti masa sebelum datangnya Corona, namun dengan kehati-hatian dan kejelian dalam melihat peluang, Pertamina akan melangkah dengan lebih optimis menuju masa depan.

 

 

Ikuti tulisan menarik Puji Handoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler