dirikusendiri
Oleh Apriadi, pengajar di SMAN 1 Simpang Hilir
Sedikit atau banyak dengan memahami dan mempelajari filsafat secara tidak langsung akan mempengaruhi cara pandang kita terhadap seseorang. Karena yang kita pelajari dalam filsafat ialah bagaimana cara orang berfikir dari berbagai era. Mulai era Yunani sampai kontemporer sekarang ini.
Sebagai pribadi, setelah mempelajari filsafat, dalam memandang sesorang boleh dikatakan penulis “bisa” mengetahui arah pikiran dan pembicaraan seseorang. Bagaimana ia mengarahkan mindset lawan bicara agar mengikuti yang dibicarakan. Kita akan menjadi lebih peka terhadap tipe seseorang dari arah pembicaraannya. Akibatnya kita akan sering dan gampang curiga/ragu kepada orang lain dengan hanya melihat bagaimana seseorang berargumen.
Perubahan besar yang terjadi selanjutnya adalah penulis yang dulunya santai terhadap siapa pun, kini menjadi lebih berhati-hati. Tetapi mau bagaimana lagi, sebab apa yang keluar dari mulut seseorang adalah manifestasi pemikirannya. Tentus aja ini perubahan positif. Tanpa disadari filsafat menjadi metode berfikir, dan bukan sebagai dogma normatif.
Sejak pendidikan dasar kita diajari dogma politik, dogma agama, juga dogma aturan menjadi rakyat yang patuh. Pendidikan formal sering jadi alat kekuasaan untuk menyebar dogma, bukan mendidik kita untuk bijak menetahui atau berfikir. Alhasil berita hoax, opini populer, logika umum/ common sense jargon dogmatis dan normatif mengurungkan penilaian kita menghadapi isu-isu yang terjadi. Kita senantiasa terkurung dalam logika benar dan salah yang tidak kritis atau semata reaktif.
Kreatifitas kita pun dibatasi norma dan asumsi atas yang "harus" dan "benar". Bukan dilandasi pertanyaan-pertanyaan kritis yang mengembangkan daya pikir dan imajinasi. Wajar saja jika kita lebih sibuk ber-opini tentang perubahan, tetapi gagap menciptakan konsep perubahan yang kita butuhkan.
Filsafat bisa melatih cara kita berfikir. Dia bukan dogma kebenaran tapi membentuk agar kita tidak terjerumus dalam hal yang mudah diasumsikan benar. Belum terlambat kita mulai belajar dan mengembalikan filsafat dalam keseharian. Juga dalam pendidikan anak-anak kita. Agar kita dalam lintas generasi ini lebih banyak membingkai pertanyaan bukan mahir menghakimi juga me-label-i.
Ikuti tulisan menarik apriadi apri lainnya di sini.