x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 6 Maret 2021 11:17 WIB

(Ingin) Membenci Produk Asing, Tapi Rindu

Mendorong rakyat untuk mencintai produk dalam negeri tak bisa sekedar melalui imbauan dan ajakan. Perlu kemauan politik yang sungguh-sungguh dan strategi yang jelas untuk mendorong produk-produk dalam negeri memenuhi harapan rakyat. Ada rasionalitas konsumen yang harus dipenuhi terlebih dulu, barulah ajakan untuk mencintai produk dalam negeri akan memiliki efek.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Semangat yang digaungkan Presiden Jokowi sungguh luar biasa: cintai produk sendiri, bencilah produk asing! Imbauan dan ajakan ini sebenarnya bukanlah hal baru, sebab di masa Orde Baru Pak Harto juga mengimbau dan mengajak untuk mencintai produk dalam negeri, tanpa embel-embel bencilah produk asing—inilah yang luar biasa. Pertanyaannya: sangupkah kita melakukan kedua hal itu?

Beberapa tahun terakhir para pejabat kabinet Presiden Jokowi sebenarnya sudah mengumandangkan seruan serupa, tapi dampaknya biasa-biasa saja. Imbauan serupa digaungkan kembali di tengah derasnya produk impor dari mobil mewah miliaran rupiah hingga jarum pentul yang dijual di lapak kaki lima seharga Rp 2.000 per kotak kecil. Kita memang penggemar segala macam produk impor, jadi cukupkah mengajak rakyat beralih ke produk dalam negeri dengan imbauan, ajakan, dan slogan?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai slogan, kemandiran dan swa-sembada sudah sering digaungkan khususnya dalam janji-janji kampanye partai politik, dan biasanya berhenti sebagai kata-kata. Orang banyak berkata: katanya mau mandiri, kok impor beras, kedelai, pacul, sampai masker. Banyak kebutuhan rakyat yang sebenarnya sudah mampu dipenuhi oleh produk dalam negeri, tapi toh kran tetap dibuka lebar dengan alasan tertentu. Bukankah ini kontradiktif antara ajakan dan kebijakan?

Mendorong rakyat untuk mencintai produk dalam negeri tak bisa sekedar melalui imbauan, ajakan, kampanye. Perlu kemauan politik yang sungguh-sungguh dan strategi yang jelas untuk mendorong produk-produk dalam negeri memenuhi harapan rakyat. Sebagai konsumen, rakyat memilih produk dengan pertimbangan tertentu, di antaranya kualitas, harga, ketersediaan, jaminan purnajual, merek, dan seterusnya.

Maknanya, ada rasionalitas konsumen yang harus dipenuhi terlebih dulu, barulah ajakan dan imbauan untuk mencintai produk dalam negeri akan memiliki efek. Misalnya saja ketika beberapa pebisnis domestik meluncurkan minuman kopi yang rasanya tidak kalah dari merek global, pertumbuhan bisnisnya tergolong cepat. Ini menandakan bahwa rasionalitas konsumen terpenuhi oleh kopi merek domestik itu. Tanpa terlalu banyak diimbau dan diajak mencintai produk dalam negeri pun, penggemar kopi langsung jatuh cinta pada kopi merek domestik ini.

Membangun loyalitas warga kepada produk dalam negeri penting dibarengi dengan upaya strategis untuk meningkatkan kualitas produk, distribusi, peningkatan merek, bahkan hingga keteladanan para pejabat publik. Bukankah sudah sering pejabat dan para istri memamerkan koleksi produk-produk luar yang harganya wah. Gampangnya membuka kran impor yang memanjakan sebagian pebisnis juga berkontribusi terhadap sukarnya produk dalam negeri berkembang. Ditambah lagi gempuran merk luar negeri yang berasosiasi dengan kelas sosial tertentu yang membuat ajakan membenci produk luar negeri menjadi tidak realistis. Para pejabat publik mesti memberi contoh sebagai wujud komitmen kepada produk domestik--bila berhenti pada imbauan dan slogan, ya mana mempan. Lagi pula, banyak produk luar negeri yang belum tergantikan oleh produk domestik.

Bahwa jumlah penduduk yang mencapai 270 juta orang itu merupakan pasar yang sangat besar sudah terang benderang dan tak perlu diulang-ulang oleh para pejabat. Yang justru harus dipikirkan ialah bagaimana strategi merebut pasar yang luar biasa ini, sebab imbauan, ajakan, dan slogan cintailah produk dalam negeri tak akan pernah cukup untuk membangun loyalitas. Jikalaupun ada, loyalitas ini tidak akan mampu bertahan lama begitu produk impor membanjir dengan harga yang supermurah—harga yang selangit saja dibeli!

Strategi itu tentu bukan hanya untuk meningkatkan aspek kualitas produk, tapi yang lebih penting ialah menemukan jawaban mengapa produk luar diminati, sedangkan produk domestik kurang? Apakah karena faktor desain berperan besar, umpamanya? Karena itu, memahami persepsi masyarakat terhadap produk domestik sangatlah penting, antara lain dengan melibatkan psikolog, antropolog, maupun pakar dalam design thinking agar produsen domestik memahami benar karakter dan perilaku konsumen dalam negeri. Tanpa ikhtiar itu, imbauan, ajakan, maupun slogan hanya akan menguap di udara. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler