x

Moeldoko

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 9 Maret 2021 12:02 WIB

Ini Bukan Sekedar Soal Demokrat, Tapi Masa Depan Demokrasi Kita

Rakyat menunggu bagaimana sikap Presiden menghadapi persoalan ini, sebab ini bukan hanya soal Demokrat, melainkan tentang masa depan demokrasi kita. Sikap dan tindakan Presiden akan menunjukkan seberapa kuat komitmen Presiden terhadap perkembangan demokrasi kita, demokrasi yang sehat, adil, jujur, dan substansial, bukan demokrasi prosedural.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Demokrasi bisa tertindas sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul kembali dengan keinsafan.”

--Bung Hatta

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Peristiwa yang disebut oleh penggagasnya sebagai Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Sibolangit telah menciptakan kegaduhan baru di negeri ini. Begitu mudah puluhan orang menggelar pertemuan untuk mendudukkan seorang pejabat tinggi negara sebagai ketua umum baru partai dan menggusur ketua umum yang sah menurut aturan partai maupun aturan hukum.

Perselisihan internal partai sudah kerap terjadi, sebagaimana dialami oleh PDI di masa Orde Baru, PPP, PKB, Golkar, hingga PAN dan PKS. Empat partai yang pertama sempat mengalami dualisme kepemimpinan, sedangkan untuk PAN dan PKS anggota yang tidak sepaham lagi dengan kepemimpinan partai memilih keluar dan mendirikan partai baru.

Walaupun mungkin ada pengaruh atau tekanan dari pihak luar, namun dualisme kepemimpinan itu ditempati oleh orang-orang partai sendiri. Beda dengan peristiwa Sibolangit yang menimpa Demokrat saat ini. Orang yang didudukkan sebagai ketua umum versi Sibolangit adalah bukan kader Demokrat, dan terlebih lagi ia seorang pejabat tinggi negara yang berkantor di lingkungan Istana Presiden.

Inilah yang mengagetkan masyarakat luas dan menimbulkan kritik tajam dari berbagai pihak. Mengapa? Karena keterlibatan pejabat teras Istana, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Hingga hari ini belum ada pernyataan resmi Istana mengenai peristiwa tersebut. Hanya Menkopolhukam Mahfud Md. yang mengeluarkan pernyataan bahwa kongres luar biasa di Sibolangit itu masalah internal partai, sehingga pemerintah tidak bisa intervensi, baik itu mendorong penyelenggaraan ataupun mencegahnya. Orang banyak merasakan keanehan dalam pernyataan itu: lantas pejabat tinggi negara yang kini mengklaim ketua umum Demokrat apakah bukan bagian dari pemerintah?

Baru kali ini hal semacam itu terjadi. Masyarakat bertanya-tanya apakah praktik politik yang tidak etis semacam itu akan dijadikan kelaziman baru dan dianggap lumrah sebagai praktik demokrasi? Lantas, bagaimana kepastian masa depan partai politik apabila siapapun, apa lagi pejabat tinggi negara, dengan mudah dan merasa berhak mengambil alih kepemimpinan secara paksa di tengah jalan? Mungkin saja pemimpin partai politik lainnya kini tidak bisa tidur nyenyak karena kapan saja mereka bisa dijungkalkan dari kursi kepemimpinan, bahkan oleh orang dari luar partai. Karena itu, pengambilalihan paksa kepemimpinan Demokrat bukanlah sekedar soal Demokrat, tapi masa depan demokrasi kita karena berpotensi terus mengalami kemerosotan.

Peristiwa Sibolangit juga bukan merupakan pendidikan politik yang baik bagi rakyat, sebab peristiwa itu mengesankan bahwa partai bukan lagi alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melalui permufakatan dan kerjasama, melainkan alat untuk memperebutkan kekuasaan demi kepentingan masing-masing individu maupun kelompoknya. Rakyat yang seharusnya diajak semakin melek politik berpotensi akan memandang politik sebagai ruang yang penuh intrik dan harus dijauhi.

Menjadi sangat penting dan mendesak bagi Presiden Jokowi untuk berbicara mengenai situasi ini, bukan berdiam diri seolah tidak terjadi apa-apa, sebab masyarakat luas akan memperoleh kesan bahwa Presiden membiarkan hal itu terjadi. Rakyat menunggu bagaimana sikap Presiden menghadapi persoalan ini, sebab ini bukan hanya soal Demokrat, melainkan tentang masa depan demokrasi kita. Sikap dan tindakan Presiden akan menunjukkan seberapa kuat komitmen Presiden terhadap perkembangan demokrasi kita, demokrasi yang sehat, adil, jujur, dan substansial, bukan demokrasi prosedural.

Sebagai Kepala Negara, Presiden Jokowi memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan hidup praktik demokrasi yang sehat serta menyingkirkan kepentingan jangka pendek yang mengganggu hal itu. Presiden memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan tindakan demi menjaga kesehatan demokrasi kita yang telah kita upayakan bersama dengan susah payah. Dan itu akan menjadi warisan berharga yang akan selalu dikenang oleh generasi mendatang. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler