Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Persatuan Artis Indonesia (PARFI) sedang dilangsung di Lembang, Jawa Barat, mulai 8 sampai 10 Maret 2021. Suka tak suka, PARFI adalah salah satu organisasi tua dan penting dalam industri perfilman nasional. Perjalanannya pun penuh liku, suka-duka, dan gegap-gempita.
Cikal bakal perkumpulan artis sudah ada sejak sejak 1940-an, yang saat itu beranama Sarikat Artis Indonesia (SARI). Pada anggota SARI adalah pemain sandiwara, penari, sutradara, penyanyi, hingga pelukis. Pada tahun 1951, lahir Persafi (Persatuan Artis Film dan Sandiwara Indonesia). Ini adalah wadah lanjutan dari SARI. Di masa-masa awal ini, anggota organisasi yang kemudian bernama Persatuan Karyawan Film dan Televisi (KFT) juga tergabung dalam PARFI. Baru pada 1964, mereka yang memposisikan dirinya sebagai “karyawan” atau “pembuat” film itu mendirikan organisasi sendiri.
Pada 10-12 Maret 1956, sejumlah artis film mengadakan pertemuan di Gedung SBKA yang kemudian dianggap sebagai Kongres Parfi pertama. Lalu pada 13 Maret 1956 para peserta pertemuan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno di Istana Negara. Pada saat itulah disampaikan oleh Mieke Wijaya kepada presiden bahwa telah terbentuk organisasi Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi). Mewakili para peserta, Mieke Wijaya menyampaikan laporannya yang antara lain berbunyi: “Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno. Ada tiga faktor jang membuat orang bersatu: sama-sama dalam sejarah, senasib dan secita-cita. Maka, setelah dua hari dua malam berdiskusi melalui perdebatan yang seru, lahirlah PARFI (Persatuan Artis Film Indonesia) yang diketuai oleh Soerjosoemanto.”
Singkat cerita, dalam perjalanannya kemudian, terjadi aneka kemelut, termasuk perebutan kursi ketua umum dan munculnya organisasi “pesaing”. Hingga akhirnya kini terpilih pengurus periode 2020-2025, yakni Alicia Djohan sebagai Ketua Umum; Paramitha Rusady sebagai Wakil Ketua Umum, Gusti Randa sebagai Sekretarus Umum, didampingi sejumlah anggota dewan pertimbangan, dewan pembina, dewan kehormatan, dan sejumlah pengurus lainnya. Dalam rencana strategisnya, dinyakan ada 4 (empat) hal: pengembangan sumber daya manusia; Advokasi kebijakan; kerjasama strategis; dan kegiatan sosial. Lalu, melalui Rakernas kali ini, dapat disusun program untuk memajukan organisasi. Hadirnya PARFI juga diharapkan agar para artis (seniman) film mendapat pengayoman, pembinaan, peningkatan kapasitas diri sehingga dapat terus berkarya, melalui perfilman nasional secara optimal, profesional, berintegritas, dan berkeadaban.
Saya pribadi menaruh harapan yang tinggi pada kepengurusan kali ini. Tampak para peserta Rekerna yang sempat saya kunjungi menunjukkan semangat yang tinggi. Tapi penting disadari oleh para pengurus, bahwa organisasi profesi semacam ini tidak banyak berguna juga tidak memberikan manfaat nyata kepada anggotanya. Jika tidak berguna, maka dia tidak memiliki daya tarik –apalagi merasa sebagai keharusan—bagi para aktor dan aktris untuk bergabung.
Lalu, untuk bisa menjalankan rencana strategias dan program-programnya, perlu dipikirkan pembentukan “sekretariat” yang tidak berubah-ubah seumur kepengurusan Parfi. Ini penting agar kerjasama yang dilakukan dengan pihak luar, misalnya dengan kementerian terkait dan lembaga swasta lain, tidak bubar bersama pergantian pengurusnya.
Kemudian, untuk hal-hal yang baik, tidak ada salahnya PARFI mengadopsi apa yang dilakukan Screen Actors Guild (SAG) yang kini merger dengan American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA). Tentu dengan modifikasi di sana-sini sesuai dengan kondisi Indonesia. SAG-AFTRA ini cukup kuat dan dihormati. Mereka yang kini menaungi sekitar 160.000 anggota itu tidak hanya memiliki program jangka pendek dan panjang, tetapi juga membuat aneka kegiatan yang menarik bagi anggota dan publik pada umumnya. Selamat Rakornas, semoga PARFI semakin jaya.
###
Ikuti tulisan menarik atmojo lainnya di sini.