x

Iklan

Riki Sualah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Juli 2020

Jumat, 12 Maret 2021 07:45 WIB

6 Alasan Nikel Layak Disebut Primadona Mineral, dan Singkirkan Batubara

Predikat batubara sebagai primadona komoditas mineral Indonesia rupanya telah bergeser semenjak hadirnya mineral terbaru bernama nikel. Tak hanya pamornya saja, harganya sebagai komoditas juga menjanjikan. Berikut 6 fjakta yang membuat nikel kian mencorong. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Predikat batubara sebagai primadona komoditas mineral Indonesia rupanya telah bergeser semenjak hadirnya mineral terbaru bernama nikel. Kini, nikel adalah primadona Indonesia yang kian melejit. Tak hanya pamornya saja, namun harganya sebagai komoditas yang membikin tercengang. Inilah sederet fakta mengenai nikel adalah primadona Indonesia yang terbaru. 

1. Nikel Jenis I dan II

Nikel yang merupakan salah satu logam hasil tambang untuk berbagai keperluan sehari-hari ini rupanya memiliki dua jenis. Di pasar, jenis nikel dikenal dengan Nikel Kelas I dan Nikel Kelas II. Untuk Nikel Kelas II yakni NPI dan Feronikel (FeNi) banyak digunakan untuk pembuatan stainless steel. Sedangkan Nikel Kelas I yakni Nickel-Matte (Ni Matte) dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) seringkali digunakan untuk produk lain seperti bahan baku baterai mobil listrik. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

2. Sumber Daya Bijih Nikel yang Melimpah di Indonesia

Berdasarkan data pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel yang melimpah. Sebanyak 11.887 juta ton dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton nikel bercokol di Indonesia. Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam. 

 

3. Indonesia Berkontribusi 27% dari Total Produksi Nikel Global

Menurut data Badan Geologi, area wilayah di Indonesia yang berpotensi memiliki cadangan nikel tinggi adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Dengan area sebaran yang luas, Indonesia menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan menyumbang 27% dari total produksi global. 

 

4. Sempat Menggemparkan Pasar Global dengan Menghentikan Ekspor Bijih Nikel

Selain nikel adalah primadona Indonesia, mineral yang satu ini merupakan bahan baku utama dari baterai mobil listrik yang merupakan bisnis kemilau di masa depan bagi pasar global sekaligus Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki cadangan nikel tertinggi di dunia. Oleh sebab itu, pemerintah yang awalnya merencanakan penghentian ekspor bijih nikel di tahun 2022, rupanya diresmikan efektif per 1 Januari 2020. Akibat dari ini, harga nikel di bursa LME (London Metal Exchange) bergeliat liar. Pada waktu itu, harga nikel di LME naik dari US$12.000/ton menjadi US$18.000/ton atau naik sekitar 50%.

 

5. Penghentian Ekspor Bijih Nikel Indonesia Menimbulkan Kontroversi Hingga ke WTO

Kebijakan untuk menghentikan ekspor bijih nikel Indonesia menimbulkan pro dan kontra. Uni Eropa yang bergantung pada pasokan nikel dari Indonesia langsung menggugat masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Padahal, Indonesia selama ini mengekspor nikelnya sebanyak 98% ke China, lalu sisanya ke Uni Eropa (UE). Blok kerjasama ekonomi Benua Biru tersebut merasa dirugikan dengan kebijakan pemerintah RI. 

Bahkan, baru-baru ini UE meminta WTO membentuk panel khusus untuk menyelesaikan perselisihan dagang antara kedua belah pihak. UE lebih memilih menyelesaikan permasalahan ini ke jalur hukum melalui WTO, sedangkan China memilih jalan lain yakni dengan berinvestasi di Indonesia. 

Kebijakan ini nantinya diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain global dalam industri stainless steel dan mobil listrik. 

 

6. Sentimen Bullish Sejak Mobil Listrik Tren

Ramalah yang dirilis oleh Goldman Sachs mengatakan bahwa harga nikel menjadi bullish karena adanya tren penjualan mobil listrik yang diprediksi akan terus naik. Bank investasi asal Wall Street tersebut memperkirakan target harga nikel akan naik hingga US$21.000/ton dalam periode 12 bulan ke depan. Menurutnya, penjualan mobil listrik akan terus meningkat seiring dengan upgrade penggunaan baterai berbahan baku nikel. 

Sementara untuk nikel kelas II akan tetap terjaga keseimbangannya di pasar seiring kuatnya peningkatan kapasitas nikel pig iron (NPI) di Indonesia yang mengimbangi penurunan produksi China dan pertumbuhan permintaan nikel untuk stainless steel. DBS Bank dalam laporannya juga memperkirakan kontribusi baterai listrik terhadap konsumsi nikel akan meningkat hingga 30% pada 2030 dari yang hanya 5% di tahun 2019.

Luar biasa ya fakta-fakta terkait salah satu mineral kebanggaan kita ini!

Ikuti tulisan menarik Riki Sualah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB