x

Iklan

Aisyah Hetra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Minggu, 14 Maret 2021 18:59 WIB

Teknologi PLTU untuk Batu Bara Rupanya Lebih Ramah Lingkungan

Rupanya, dengan penggunaan PLTU, limbah batu bara yang katanya bikin ngeri lingkungan tersebut dapat lebih bermanfaat dan ramah lingkungan!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perbincangan mengenai dieleminasinya limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sedang 'hot' di publik. Banyak masyarakat mencerca hal ini. Namun tahukah Anda, rupanya beberapa industri di Indonesia telah menggunakan teknologi untuk pengolahan batu bara yang lebih ramah lingkungan?

Ia adalah PLTU (pembangkit listrik tenaga uap). Menurut Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PLSB3), Rosa Vivien Ratnawati, menerangkan bahwa KLHK sebagai instansi teknis memiliki alasan ilmiah berdasarkan scientific based knowledge. Dirinya juga menambahkan, pulverize coal sudah dioptimalisasi dalam pembakaran batu bara pada PLTU. Hal ini berarti, temperatur tinggi digunakan dalam pembakaran tersebut, sehingga karbon yang tak terbakar dalam FABA "menjadi lebih stabil dan minim".

"Pembakaran dilakukan pada temperatur rendah, dan sehingga unburned carbon di FABA-nya masih tinggi. Mengindikasikan pembakaran masih kurang sempurna dan relatif tidak stabil saat disimpan, sehingga masih dikategorikan limbah B3," ujar Rosa saat menjelaskan mengapa metode pembakaran batu bara dengan tungku hasilnya masuk dalam kategori limbah B3, dilansir dari bbc.com, Jumat (12/3/2021).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut penjelasan Rosa, bagi pihak industri yang menggunakan metode pembakaran batu bara dengan tungku, hasil pembakaran batu baranya masuk dalam kategori limbah B3, sedangkan industri yang menggunakan PLTU atau fasilitas pulverize coal dinyatakan non limbah B3.  

Pengolahan limbah FABA tentunya memiliki sejumlah manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya adalah bahan bangunan, substitusi semen, jalan, restorasi tambang hingga tambang bawah tanah. 

Meskipun FABA sudah tidak lagi menjadi keluarga limbah B3, limbah tersebut tidak boleh dibuang secara sembarangan dan harus dikelola sebaik mungkin. 

"Jadi enggak boleh dibuang sembarangan karena memang nantinya bagaimana masyarakat lingkungan yang harus mengolah ada dalam persetujuan dokumen lingkungannya," ujar Rosa. 

Di satu sisi, dikutip dari website Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti, mengatakan pemerintah wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemanfaatan limbah FABA ini. Secara paralel, PLTU yang banyak menghasilkan FABA sudah dapat melangkah cepat dan tepat dalam penyusunan skenario dan peta jalan pemanfaatannya.

Penasihat khusus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Yohanes Surya turut menerangkan, pemanfaatan FABA dapat menurunkan biaya produksi listrik dan mendapatkan keuntungan dari pemanfaatannya.

Sebelum regulasi ini diresmikan Presiden Joko Widodo, penanganan limbah abu batu bara masih terbatas pada penimbunan lahan, sehingga jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan pencemaran.

Aplikasi pemanfaatan FABA yang sudah diterapkan di lapangan sebagian besar terkait dengan bidang konstruksi dan infrastruktur.

Dari sini masyarakat belajar bahwa tidak semua limbah dikatakan “jahat” apabila kita sebagai “penanggung jawab”nya dapat bijak dalam pengelolaan serta tidak berhenti untuk peduli dengan lingkungan sekitar.

 

Ikuti tulisan menarik Aisyah Hetra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler