x

Liga TopSkor

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 15 Maret 2021 08:24 WIB

Selamat 10 Tahun Liga TopSkor yang Penuh Karakter

Masih banyak kisah tentang LTS  ini, tetapi di HUT ke-10 ini, minimal saya bangga menjadi saksi perjuangan Bung Yuke dan ABY-nya. Teruslah berkibar Liga TopSkor. Sehat dan terus semangat Bung Yuke dan ABY. Teruslah seperti air. Mengalir ikhlas dan tanpa pamrih. Aamiin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Catatan kecil 10 tahun Liga TopSkor

10 tahun Liga TopSkor, Penuh Pendidikan Karakter ala M. Yusuf Kurniawan (Yuke)
Oleh Drs. Supartono, M.Pd.
Pengamat Sepakbola Nasional

Selamat Ulang Tahun yang ke-10 Liga TopSkor (LTS) 13 Maret 2011-2021.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat LTS berusia 6 tahun, di penghujung tahun 2017, saya sudah  mencatat kisah manis pembinaan generasi muda yang wajib diapungkan dan wajib dipahami oleh segenap pencinta sepakbola nasional khususnya, umumnya bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahkan, menurut saya, sangat layak Musium Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan atas sepakterjang Liga ini. Atau, setidaknya PSSI dan KONI yang wajib terlebih dahulu mengapresiasi karena bagaimanapun pembinaan di Liga ini memberikan dampak terhadap sepakbola nasional. Pun, karakter pemain usia muda.

Dia adalah perhelatan Liga TopSkor. Liga swasta yang menjelma menjadi Liga yang sangat berandil dalam kancah persepakbolaan nasional usia muda. Sebab, liga ini telah menjangkau tingkat nasional. Di kenal di Liga Dunia melalui even Gothia. Memberikan kontribusi luar biasa untuk pembinaan karakter pemain usia muda dan pemain muda bagi timnas.

Muhammad Yusuf Kurniawan (Yuke)

Sesuai Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 September 2017, Penyelenggaraan Liga Topskor yang digagas oleh Muhammad Yusuf Kurniawan, (Baca:Bung Yuke) ternyata telah cukup banyak memberikan andil terhadap terdidiknya moral dan karakter seluruh komponen yang terlibat dalam putaran liga. Mulai dari siswa, orangtua, pelatih, pengurus SSB, Komite Liga TopSkor, sponsor, medai cetak dan elektornik dan seluruh stakeholder yang terlibat di dalamnya.

Bung Yuke, bagi pemirsa sepakbola nasional tentu sudah tidak asing lagi. Sosok yang telah menghiasi layar kaca hampir di seluruh stasiun televisi nasional dalam acara pertandingan sepakbola nasional maupun mancanegara, benar-benar telah dikenal masyarakat Indonesia, tentu saja atas analisisnya dalam mengomentari jalannya laga di pertandingan yang dipandunya. Pengamat sepak bola, Komentator bola domestik & internasional, Pemimpin Redaksi Harian TopSkor (saat itu), Direktur Kompetisi Usia Muda Liga TopSkor, IG: @yuke_topskor. Itulah profil lengkapnya.

Maka, tidak heran bila ternyata Liga TopSkor yang dinakodainya, telah berputar selama satu dekade, satu dasawarsa, dan yang paling membanggakan, bila ditelisik, apa saja yang terjadi dalam Liga TopSkor, ternyata sudah menjawab Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter melalui jalur nonformal yang diselenggarakan secara mandiri, dan dengan pendanaan mandiri pula.

Bung Yuke, sempat menjabat sebagai Direktur Pembina Usia Muda PSSI di awal Kepungurusan Edy Rahmayadi. Namun, atas kecintaannya terhadap pembinaan usia muda dan pendidikan karakter dalam Liga TopSkor, namanya dalam Kepengurusan PSSI tidak sampai mencuat ke permukaan atas kemauannya sendiri. Luar biasa!

Faktanya Bung Yuke justru tetap bergeming dengan Liga TopSkor yang sejalan dengan program Kemendikbud (Karakter). Fakta bahwa liga ini telah terbukti membentuk pemain dan pelatih berkarakter, digaransi oleh Bung Yuke, melalui tim Teknik Studi Grup (TSG), yang dari tahun ke tahun senantiasa diperbaharui mengikuti perkembangan zaman.

Melalui TSG, pengurus SSB, pelatih, dan pemain menjadi memahami bagaimana mengelola SSB, menjadi pelatih profesional, dan pemain yang cerdas dengan memperhatikan empat aspek kemanusiaan, yaitu intelegensi, personaliti, teknik, dan speed.

Para pemain menjadi tahu tentang First touch: kontrol, sentuhan pertama dengan bola; Running with the ball: kemampuan berlari dengan bola; 1vs1: kemampuan duel satu lawan satu; Striking the ball: keahlian menendang bola, passing, shooting, cross, dan heading; Contribution/Influence: kontribusi dan pengaruh bagi tim di lapangan; Communications/Team work: komunikasi dan kerjasama dalam permainan; Decision making: pengambilan keputusan dalam permainan; Competitiveness: kerja keras dalam permainan; dan ABC: ketangkasan atletik. Itulah kriteria pemain terbaik Liga TopSkor yang mengadopsi sepakbola modern.

Manajemen SSB dan pelatihpun menjadi paham tentang mengorganisasi pemain dan orangtua, sikap dalam memberikan arahan, pengaruh pelatih dalam permainan, serta pengaruh pelatih dalam hasil akhir. Performance: cara berpenampilan dan berpakaian; Attitude: sikap dan perilaku di pinggir lapangan; Reaction: reaksi dan respons dalam situasi permainan; Organisations: pengorganisasian pemain sebelum, saat, dan setelah pertandingan; Tactical approach: pendekatan dan pemilihan taktik yang dilakukan; Style of play: memiliki identitas permainan; Leadership: kepemimpinan.

Akhirnya ada penghargaan pelatih dan pemain terbaik. Dampak dari penghargaan sesuai kriteria/standar kompetensi tersebut, terus menuntun pemain dan pelatih dalam setiap pertandingan menunjukkan kemampuan terbaiknya. 

Mengingat kompetisi ini dilakukan setiap Sabtu dan Minggu (Rabu/Kamis, atau hari lain tentatif) belum lagi setiap tim juga menyiapkan latihan dua atau tiga hari di hari lain, maka bila dikalkulasi, setiap pemain dan pelatih selalu membiasakan diri setiap hari dengan berbuat, bertindak sesuai kriteria yang ada.

Luar biasa, kriteria-kriteria tersebut mengakar dan mendarah daging pada diri setiap pemain dan pelatih bukan hanya secara teori, tetapi praktik langsung. Dalam berbagai literature, kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang, didahului oleh kesadaran dan pemahaman, akan membentuk karakter seseorang. Dengan demikian, kita punya harapan besar pada liga ini, karena setiap pemain dan pelatih akan terbiasa dengan sembilan dan tujuh karakter yang secara khusus diterapkan dalam pertandingan, namun lebih umum, mereka dapat menerpakan di kehidupan sehari-hari, dengan tema dan  kegiatan yang berbeda.

Lebih dari itu, untuk urusan jersey bertanding, Liga TopSkor bahkan lebih disiplin dari Sekolah formal yang terkadang inkonsisten penerapannya. Tapi, di Liga ini, jersey (kaos, celana, kaos kaki) bila ada yang tidak patuh sesuai tegulasi, maka tak ampun kena pasal pelanggaran regulasi dan harus dibayar dengan menerima sanksi.

Selain itu, jelas, even ini sejalan dengan program pemerintah melalui Kemendikbud yang mengamanatkan kepada seluruh institusional kelembagaan pendidikan untuk menerapkan pendidikan berbasis karakter, dan ternyata sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017.

Perjuangan Bung Yuke dalam ranah sepakbola usia muda, 12-17 tahun adalah melahirkan kompetisi sepakbola usia muda yang telah merambah di 8 kota, namun sejatinya peserta/pemainnya sudah terdiri dari seluruh pemain pelosok nusantara yang eksodus bergabung dengan Sekolah Sepakbola yang menjadi peserta kompetisi. Terbukti mampu memenangi kejuaran bergengsi Gothia Cup. Terbukti menyumbangkan pemain-pemain dalam skuat timnas Indonesia.

Karakter dalam Liga TopSkor


Terkait dengan masalah Krisis moral yang telah menjangkiti seluruh lapisan masyarakat di negeri tercinta ini, seperti para elit bangsa yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyat, justru menjadi aktor intelektual yang memberikan contoh buruk dengan kebiasaan korupsi, berseteru, kudeta dengan tokoh mulai cebong, kampret, kadrun, influenser, buzzer, hingga teranyar kudetor, yang semuanya karena menghamba pada kepentingan yang wajib dibayar kepada yang memodali, yaitu taipan/cukong. Sepertinya memang negeri ini sudah digadai, lho.

Setali tiga uang, bidang-bidang lainpun demikian, meningkatnya hoax, penyalahgunaan media sosial, persekusi, ujaran kebencian, pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, membuang sampah sembarangan, budaya antri, menghargai prasarana umum dan turut merawat, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, di tengah pandemi corona, ketidakadilan, ketidakssjahteraan rakyat, benar-benar semakin melengkapi fakta bahwa Indonesia benar-benar dalam kondisi krisis moral/karakter.

Lalu di sepakbola sendiri, sudah minim prestasi, polemik yang dibangun oleh Ketua Umum PSSI dan jajarannya, terus memperkeruh suasana, hingga Persipura Jayapura pun hengkang dari turnamen pramusim Piala Menpora, yang izinnya susah payah didapat atas perjuangan Menpora.

Kembali ke karakter, menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.

Seiring dengan fakta yang terjadi, lalu dikaitkan dengan teori Lickona, maka Liga TopSkor ala Bung Yuke benar-benar Liga yang memenuhi tiga komponen moral yang baik.

Sementara, pemerintah juga bersikap atas begitu gentingnya menyoal moral dan kareakter ini, dengan pertimbangan dalam rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab, pemerintah memandang perlu penguatan pendidikan karakter, dan pada tanggal 6 September 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Dalam Perpres ini disebutkan, Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

PPK, menurut Perpres ini, memiliki tujuan: Pertama, membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan. Kedua, mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia. Ketiga, merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.

Ruang lingkup Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 September 2017 meliputi: a. penyelenggaraan PPK yang terdiri atas: 1. PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal; 2. PPK pada Nonformal; 3. PPK pada Informal, b. pelaksana dan c. pendanaan.

Bila dikaitkan dengan isi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017, maka penyelenggaraan Liga TopSkor ala Bung Yuke, telah mengakomodir semua hal, yaitu religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

Penjelasannya, saya hanya contohkan hal-hal sederhana saja, dalam hal religius misalnya, pemain-pemain Liga TopSkor yang kini terdiri dari Liga TopSkor Divisi I U-12, Divisi Utama U-12,  U-13, U-15, I-16, dan U-17 ada yang melakukan salat berjamah di tepi lapangan tempat pertandingan, sebelum atau sesudah pertandingan timnya. Meski bermain bola, namun anak-anak tetap menomorsatukan ibadah.

Dalam hal kejujuran, Liga TopSkor berhasil membongkar kasus pencurian umur. Lalu, memberikan sanksi keras kepada pelaku dan SSB yang melakukan kecurangan. Ini menjadi pelajaran bagi SSB lain, pemain dan orangtua untuk belajar jujur. Sikap toleran, selalu terlihat dalam setiap pertandingan dengan pertunjukkan sportivitas antar pemain, ofisial, dan stakeholder terkait. Dengan waktu yang telah dintentukan sesuai jadwal pertandingan, maka sikap dispilin menjadi budaya bagi semua yang terlibat dalam kompetisi Liga TopSkor.

Liga TopSkor memperkenalkan sistem degradasi, maka tetap dengan menjunjung sportivitas, setiap yang terlibat khususnya anak-anak muda yang bermain membela Sekolah Bolanya masing-masing memiliki tanggungjawab mempertahankan posisi SSBnya agar jauh dari zone degradasi. Setiap pelatih dan pemain juga dituntut kreativitasnya demi permainan yang lebih baik dan keberkahan membawa kemenangan tim.

Regulasi Liga Topskor yang sudah sangat teratur, menjadikan setiap pemain terbiasa dengan sikap mandiri. Regulasi yang diterapkan dalam sistem pertandingan, sangat demokratis memberikan keleluasaan manajemen setiap SSB memasang komposisi pemain, namun setiap pemain memiliki hak dan kesempatan sama untuk bermain.

Persaingan antar sesama SSB yang diberitakan di Harian TopSkor (saat itu) atau media lain, membuat para pemain muda ini tergerak rasa ingin tahunya secara lebih. Motivasi ingin tahu ini sangat signifikan mendongkrak semangat juang anak anak untuk dirinya maupun timnya.

Liga TopSkor yang menggaransi terakomodirnya para pemain ke dalam tim pilihan Liga TopSkor maupun timnas, membuat semangat kebangsaan dan cinta tanah air senantiasa menggelora sehinggaa menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Sepakbola, Liga TopSkor, jalur non formal ternyata dapat mengantar anak-anak muda kita membiasakan berkarakter baik di segala lini.

Realisasi karakter dalam Liga

Seluruh aspek yang dicanangankan Presiden dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang pendidikan karakter benar-benar telah terjadi dan terealiasi dalam permainan sepakbola Liga TopSkor ala Bung Yuke.

Dengan demikian, bila dikalkulasi, berapa jumlah seluruh anak di Indonesia yang sudah terlibat dalam Liga TopSkor, yakin tergaransi dari aspek moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat saya pastikan bahwa semua pemain di Liga TopSkor  telah mempraktikan dan membiasakan berkarakter baik, didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan yang ada dalam regulasi Liga TopSkor, maka selalu berkeinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.

Luar biasa, hanya melalui pintu olahraga sepakbola bernama Liga TopSkor, anak-anak telah tergiring dan terbiasa berkarakter baik. Dari setiap kesempatan saya berdiskusi dengan orangtua berbagai SSB peserta Liga TopSkor, seluruhnya mengungkapkan rasa syukur dan bangga, dapat menjadi bagian dari kegiatan Liga TopSkor, karena anak-anak mereka menjadi memiliki budaya hidup yang teratur, disiplin, memiliki budi pekerti baik, terhindar dari perbuatan-perbuatan yang merugiakan seperti pada umumnya anak-anak muda seusia mereka yang tidak terlibat dalam Liga TopSkor.

Dengan kuatnya regulasi, fungsi, dan kedudukan Liga TopSkor, saya sangat yakin para pemain yang terlibat dalam Liga akan jauh dan terhindar dari budaya dalam tradisi hoax, penyalahgunaan media sosial, perekusi, ujaran kebencian, pergaulan bebas, kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, membuang sampah sembarangan, budaya antri, menghargai prasarana umum dan turut merawat, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.

Para pekerja pahlawan akar rumput

Pada akhirnya, Liga Topskor ala Bung Yuke ini memang bak air yang terus mengalir, sebab dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih. 

Memang LTS tak akan mengalir begitu saja, bila Yuke sebagai nakoda tak memiliki anak buah. Yah, sebab ada Anak Buah Yuke (ABY), maka LTS pun terus mengalir.

Laga yang di mulai dari jam tujuh pagi, terbayang kapan ABY menyiapkan venue pertandingan dengan berbagai macam perlengkapannya.

Bagi ABY, saya juga melihat begitu militan, meski pekerjaan sangat berat, suka dicaci maki peserta, dikomplain, dan jadi tempat tumpah kesalahan, tapi tetap melayani penuh kesabaran demi lancar dan suksesnya LTS yang setiap laganya, dihelat di lapangan yang berjauhan. Tetapi, Yuke terus mengupayakan anak-anak dapat bermain di lapangan yang layak.

Masih banyak kisah tentang LTS  ini, tetapi di HUT ke-10 ini, minimal saya bangga menjadi saksi perjuangan Bung Yuke dan ABY-nya. Teruslah berkibar Liga TopSkor. Sehat dan terus semangat Bung Yuke dan ABY. Teruslah seperti air. Mengalir ikhlas dan tanpa pamrih. Aamiin.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler