x

Iklan

dhani setiawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 Maret 2021

Rabu, 17 Maret 2021 19:06 WIB

Warga Desa Merawat Air dengan Sumur Resapan


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Oleh Dhani Setiawan

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekitar sembilan tahun yang lalu, warga Desa Patemon di Kabupaten Semarang mulai merasakan sulitnya memperoleh air bersih ketika kemarau datang. Untuk keperluan rumah tangga, mereka harus mengambil air berjarak kurang lebih lima kilometer.

 

"Padahal dulu waktu saya kecil, air sungai (di sini) mengalir dengan deras. Setiap kali pulang sekolah bisa mandi di sungai, ternak bisa mandi dan minum dari sungai. Tapi kini sungai tinggal batu saja," kata Joko Waluyo, warga penggerak pembuatan sumur resapan di Desa Patemon, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

 

Joko mengatakan aktivitas ekonomi dari pabrik-pabrik di sekitar daerahnya membuat air bersih terkuras sebab mereka mengambil air artesis atau air tanah yang bermanfaat untuk keperluan industri. Situasi ini membuat warga resah dan mulai mencari cara agar ketersediaan air di lingkungan mereka tetap terjamin, bahkan ketika musim kemarau datang.

 

Warga lalu mulai membangun sumur-sumur resapan di lingkungan mereka, dengan dukungan dari aparat desa. Sumur-sumur tersebut biasanya dibangun di sekitar rumah warga dengan ukuran 2x2 meter dan kedalaman dua meter. Di dalamnya diisi dengan batu split dan ijuk untuk menyaring air sebelum terserap ke dalam tanah.

"Semua air hujan masuk ke dalam sumur resapan," kata Joko.

 

Setahun sekali warga akan membersihkan sumur-sumur resapan dengan menambah atau mengganti ijuk. Karena upaya ini, Joko mengklaim bahwa mata air di Desa Patemon sudah tidak kering lagi. "Warga bisa mendapatkan air kapan pun untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan ternak. Tanaman sekitar pun lebih hijau meski saat kemarau," katanya.

 

Kelangkaan air bersih diprediksi menjadi salah satu persoalan pelik manusia di seluruh dunia di masa yang akan datang. Di Indonesia sendiri, para ahli sudah memprediksi bahwa Jawa, pulau terpadat dengan jumlah penduduk lebih dari 150 juta jiwa, akan menghadapi kelangkaan air bersih di masa yang akan datang, bahkan banyak area sudah merasakan gejalanya sekarang. Beberapa faktor pemicu krisis air antara lain perubahan iklim, pertambahan penduduk, serta alih fungsi lahan.

 

Berdasarkan Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan proporsi luas wilayah yang mengalami krisis air dari 6,0% di tahun 2000 menjadi 9,6% di tahun 2045. Kualitas air diperkirakan juga menurun signifikan. Untuk itu, Pemerintah Indonesia menargetkan seluruh masyarakat telah memiliki akses air minum yang layak pada 2024.

 

Peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Heru Santoso menyebut faktor terbesar penyebab krisis air di Jawa adalah perubahan iklim. “Ada perubahan siklus air yang membuat lebih banyak air yang menguap ke udara karena peningkatan temperatur akibat perubahan iklim,” kata Heru dalam artikel yang dipublikasikan LIPI. Menurutnya, kondisi ini berpengaruh pada keseimbangan neraca air.

 

Keseimbangan neraca air ini pada akhirnya berpengaruh pada ketersediaan air mengingat kebutuhan air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk serta perubahan tata guna lahan. “Air yang seharusnya diserap masuk ke tanah dan bertahan lama di darat menjadi air limpasan yang langsung masuk ke saluran air ke sungai dan laut karena tanah menjadi lapisan kedap air akibat perubahan fungsi lahan,” ujar Heru.

 

Melalui penelitiannya dengan menggunakan perangkat lunak MAGICC/SCENGEN, Heru menyimpulkan bahwa rata-rata defisit air dalam setahun di Jawa terus meningkat sampai tahun 2070. “Daerah-daerah yang mengalami defisit air meluas, sementara wilayah-wilayah basah di bagian barat dan tengah Jawa semakin berkurang,” ujar Heru.

 

Dia mengatakan alih fungsi lahan dari area resapan menjadi pemukiman dan daerah industri mengancam sumber air di Jawa. Semua wilayah di Pantai Utara Jawa mulai dari Banten sampai Surabaya diprediksi akan menjadi wilayah urban yang berpotensi mengalami defisit ketersediaan air pada tahun 2040.

 

Heru menekankan pentingnya budaya penghematan air. Selain itu, warga juga perlu memanfaatkan air marginal seperti air payau. Prinsip reuse dan recycle dapat menjadi salah satu opsi untuk mengantisipasi potensi krisis air di Jawa sekarang dan di masa yang akan datang.

 

Pembangunan sumur resapan dan biopori itu sendiri merupakan salah satu upaya Konservasi air. Konservasi air pada prinsipnya adalah upaya untuk meningkatkan cadangan air tanah melalui pemanenan aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan juga mengurangi evaporasi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan volume air tanah, efisiensi pemakaian air, dan memperbaiki kualitas air sesuai peruntukannya.

 

Di dataran tinggi seperti Desa Kalisidi di Kabupaten Semarang, sumur resapan dan biopori dibangun untuk mencegah masifnya aliran air dari daerah ini ke hilir yang berada di Kota Semarang. Terlebih saat hujan ekstrim, kawasan hilir Semarang mengalami banjir selama berhari-hari karena sungai tidak mampu lagi menampung limpahan air dari hulu. Dengan mengumpulkan air dan meresapkan dalam tanah, makan air dalam selokan akan semakin berkurang.

 

Kepala Desa Kalisidi Dimas Prayitno mengatakan sejak 2019, pihaknya setiap tahun menganggarkan dana untuk pembangunan 200 biopori dan lima puluh sumur resapan. Biopori dibangun di rumah warga sementara sumur resapan masih dibangun di fasilitas umum dan sosial seperti sekolah, tempat ibadah, kantor desa.

 

Dimas dan warga Desa Kalisidi menyadari bahwa air resapan ini penting agar ketersediaan air tanah terus terjaga, mengingat kebanyakannya warga masih memanfaatkan air sumur untuk kehidupan sehari-hari. "Area pertanian pun tetap hijau meskipun di musim kemarau. Kami sangat bersyukur dengan keadaan ini," Kata Dimas.

 

Sumur Resapan




#HariAirDuniaXXIX2021
#SigapMembangunNegeri
#MengelolaAirUntukNegeri

Ikuti tulisan menarik dhani setiawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler