x

Iklan

Johanes Sutanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 30 Maret 2021 17:51 WIB

Dua Emosi Milenial Ini Bisa Bikin Hancur Rencana Investasi Saham

Keserakahan dan ketakutan itu manusiawi, tetapi bila berlebihan justru akan merugikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Investasi saham butuh kestabilan emosi. Kondisi demikian tidak mudah diciptakan oleh para investor newbie dari kalangan milenial. Kebanyakan milenial memiliki emosi yang belum terkelola dengan baik.

Dengan kondisi emosi yang masih labil, tentu potensi terombang-ambingkan situasi market dan lingkungan sekitar sangat besar. Bukan tidak mungkin, milenial dalam membuat keputusan-keputusan investasinya berdasarkan emosi. Tentu saja ini tidak baik.

Dalam investasi saham yang saat ini sangat mudah berbasis aplikasi semisal dengan aplikasi IPOT milik Indo Premier, rasionalitas sangat penting karena keputusan investasi saham tidak boleh didasarkan pada emosi semata, tetapi pertimbangan matang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Emosi yang menggebu-gebu dalam investasi saham tentu tidak baik untuk rencana investasi yang telah dibuat. Investasi saham butuh ketenangan. Oleh sebab itu, baik kiranya investor saham pemula dari kalangan milenial memahami betul dua emosi penting yang wajib dikenali dan dikontrol saat terjun ke investasi saham.

1. Keserakahan (Greed)

Keserakahan atau kerakusan biasanya mulai muncul manakala menyadari ada potensi mendapatkan cuan atau keuntungan dalam waktu singkat. Ada banyak kondisi, dimana investor pemula, khususnya dari kalangan milenial, menjadi rakus dalam investasinya.

Saat harga-harga saham sedang naik, tak sedikit milenial yang nekad membeli saham-saham yang yang sudah terlanjut naik karena emosi ingin mendapatkan keuntungan gede dalam waktu singkat.

Keserakahan yang pada kenyataannya tidak didasari pertimbangan rasional memang tidak memperhitungkan kesehatan perusahaan karena yang ada dalam benak pikirannya hanya untung dalam waktu singkat.

Saat membeli saham yang sedang naik, investor yang demikian hanya memikirkan kalau sahamnya akan naik terus. Mereka ini tanpa pertimbangan analisis fundamental dan teknikal alias mengikuti hawa nafsu mencaplok saham yang sudah terlanjut melonjak tinggi.

Nah, manakala harga sahamnya justru melenggang ke bawah alias anjlok maka yang ada hanya penyesalan dan gigit jari. Keserakahan itu manusiawi, tetapi bila berlebihan justru akan merugikan.

2. Ketakutan (Fear)

Fluktuasi harga saham itu wajar di pasar modal. Namun, hanya sedikit investor dari kalangan milenial yang bisa mengelola ketakutannya. Saat harga saham yang dibelinya turun, tak sedikit milenial yang dihinggapi ketakutan berlebihan.

Ketakutan yang berlebihan ini menyebabkan mereka membuat keputusan ekstrem dengan buru-buru menjual saham yang dimilikinya. Ketakutan yang berlebihan menyebabkan keputusan di luar nalar dan pertimbangan matang.

Ketakutan ini pada dasarnya didasari kecemasan akan kerugian yang makin dalam. Padahal, yang namanya market di pasar saham itu tidak stagnan. Fluktuasi itu hal yang normal. Oleh sebab itu, selain mengendalikan keserakahan, investor milenial wajib mengendalikan dan mengelola ketakutannya.

Saham yang sedang turun bukan berarti saham itu akan turun terus. Oleh sebab itu, mempertahankan atau melepaskan sham yang dimiliki perlu analisis fundamental dan teknikal yang tepat. Dengan begitu, analisis yang dimiliki tidak dikalahkan oleh ketakutan yang biasanya datang pada saat harga-harga saham turun.

Bersabar untuk sesaat dan tidak buru-buru menjual saham yang sedang turun tak jarang menjadi keputusan yang paling tepat. Bukan tidak mungkin saham-saham akan berbaik naik. Apalagi, ada pertimbangan analisis fundamental dan teknikal yang mendasarinya. So, ketakutan itu manusiawi, tetapi bila berlebihan justru akan merugikan.

Ikuti tulisan menarik Johanes Sutanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler