x

Embun beku yang muncul akibat penurunan suhu hingga minus tujuh derajat celcius menyelimuti kompleks Candi Arjuna, di dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa, 25 Juni 2019. Embun beku yang muncul akibat penurunan suhu ekstrem hingga di bawah nol derajat celcius, telah terjadi sebanyak sepuluh kali sejak pertengahan Mei, dan menjadi daya tarik bagi wisatawan. ANTARA

Iklan

eolia mawars

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 April 2021

Kamis, 8 April 2021 12:35 WIB

Menikmati Dinginnya Dataran Tinggi Dieng

Wisata alam di dataran tinggi Dieng banyak tempat yang bisa dikunjungi. Dari kawah Sikidang, Batu Ratapan Angin hingga Telaga Warna. Juga aneka kuliner yang enak. Mie Ongklok tentu jangan diabaikan. Tetapi ada sejumlah tip yang mesit anda perhatikan, agar perjalanan nyaman dan aman.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Liburan kali ini aku melakukan perjalanan bersama anak kelas menuju dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Perjalanan ini sudah kami nantikan jauh hari. Biasanya setelah UTS (Ujian Tengah Semester) selesai kami berkumpul di salah satu rumah teman dekat kampus, yaitu Alin, untuk membahas lebih lanjut mengenai perjalanan tersebut.

Perjalanan dari Yogyakarta menuju Dieng memakan waktu tiga jam mengendarai motor. Kami tiba pada siang hari. Udara dingin menyambut dengan ganasnya. Seharusnya kami tahu Dieng dan Yogyakarta sangatlah jauh berbeda. Dieng memiliki ketinggian rata-rata 2000 meter di atas permukaan laut. Letaknya yang berada di sebelah barat komplek Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing membuat kawasan Dieng menjadi sangat dingin.

Beberapa kali kami berhenti sejenak sekadar untuk memakai sarung tangan atau mengenakan jaket tambahan. Kami langsung menuju penginapan untuk mengistirahatkan badan kami yang lelah, dan untuk persiapan melihat sunset. Kami tidak ingin ketinggalan melihat indahnya matahari terbenam di Dataran Tinggi Dieng.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebelum pergi melihat matahari terbenam, kami harus mengisi amunisi terlebih dahulu. Melakukan perjalanan ke suatu tempat terasa kurang apabila belum mencicipi makanan khas daerah tersebut. Wonosobo terkenal akan Mie Ongklok. Nama yang sangat unik untuk sebuah makanan, bukan?

Dinamakan Mie Ongklok karena mie ini direbus dengan menggunakan alat semacam keranjang kecil dari anyaman bambu, keranjang tersebut yang bernama ongklok. Mie Ongklok direbus bersama dengan sayur kol segar dan potongan daun kucai. Kol dan daun kucai merupakan sayuran khas Wonosobo. Selain itu, Mie ongklok memiliki kuah yang sangat unik, kuah mie ini yang membuat mie ongklok beda dengan yang lain.

Kuah Mie Ongklok berasal dari pati yang dicampur gula jawa, ebi, serta rempah, rasanya manis dan asin bercampur menjadi satu. Mie Ongklok biasanya dihidangkan dengan beberapa lauk, seoerti sate sapi, tempe kemul, dan geblek atau semacam makanan dari singkong.

Mengejar Sunset di Telaga Warna 

Setelah perut terasa kenyang, kami melanjutkan perjalanan untuk melihat matahari terbenam. Tempatnya tidak jauh dari tempat kami makan Mie Ongklok tadi. Tujuan kami adalah Telaga Warna. Telaga Warna terletak pada ketinggian 2000 mdpl, namun sangat disayangkan saat kami hendak masuk tempat tersebut sudah tutup. Alhasil kami hanya berada di parkiran motor saja.

Namun, pemandangan dari parkiran Telaga Warna tidak mengecewakan, kami dapat melihat matahari terbenam dari parkiran dengan sangat jelas, dan matahari terbenam waktu itu sangatlah cantik. Perpaduan warna senja dan hitam yang menghiasi langit membuat kami lupa akan dinginnya Dieng. Kami terhipnotis akan keindahan langit senja sore itu.

 

Indahnya Langit di Bukit Sikunir

Selepas melaksanakan sholat maghrib, perjalanan kami lanjutkan menuju Bukit Sikunir. Bukit Sikunir merupakan sebuah bukit yang sejauh mata memandang akan terlihat bukit-bukit dari kejauhan, apabila datang sore hari akan terlihat matahari terbenam dengan sangat indah melewati bukit-bukit, dan apabila pagi hari matahari akan muncul malu-malu diantara bukit-bukit. Karena kami datang saat malam hari maka pemandangan yang kami dapatkan hanyalah kegelapan, kami tidak dapat melihat apapun saat kami tiba di Bukit Sikunir. Namun, justru itu tujuan kami. Kami ingin mengabadikan keindahan bintang-bintang di langit Dieng, dengan berbekal kamera Fujifilm dan tripod kami berhasil memotret indahnya langit Dieng di Bukit Sikunir.

Setelah puas akan keindahan langit Bukit Sikunir, waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Badan kami sudah meronta-ronta meminta untuk diistirahatkan, maka kami pun bergegas siap-siap untuk pulang ke penginapan. Jalan yang kami lewati sangatlah gelap, tidak hanya itu jalannya pun berkelok-kelok membuat kami harus ekstra hati-hati dalam mengendarai motor.

Penginapan kami lumayan jauh dari tempat wisata, karena kami salah memilih penginapan, sehingga kami seperti dikejar-kejar waktu. Sesaat semua baik-baik saja, sampai aku tidak melihat Theo, Alin, dan Zach di belakang. Aku meminta Azka untuk menghentikan motor, dan menunggu mereka agar menyusul. Namun, sudah 5 menit berlalu, mereka tidak terlihat. Maka, Azka pun berinisiatif putar balik, dan kami melihat mereka sedang mengelilingi motor Theo di pinggir jalan.

Ternyata setelah diselidiki motor Theo tidak bisa dinyalakan karena mesinnya aus dan rem motornya pun blong. Bapak-bapak yang sedang melewati jalan tersebut melihat kami sedang kebingungan, bertanya kepada kami “Motornya kenapa?”

Kami jawab dengan nada lelah, bahwa motornya tidak dapat dinyalakan. Tanpa pikir panjang bapak tersebut berjalan ke arah kami dan membantu kami. Ternyata, motornya hanya perlu ditunggu beberapa saat dan ban bagian depan perlu diberi air, supaya remnya dapat berfungsi kembali. Setelah menunggu sesaat, motor Theo pun dapat dinyalakan kembali. Kami berterima kasih kepada bapak tersebut dan langsung pamit. Kami sampai di penginapan dengan selamat dan langsung tidur.

Batu Ratapan Angin

Hari kedua di Dieng, kami bangun sangat pagi tidak sabar untuk menjelajahi Dieng. Tujuan kami pagi ini adalah menuju Batu Ratapan Angin. Batu Ratapan Angin merupakan sebuah tebing di ketinggian yang terletak berdekatan dengan Telaga Warna. Destinasi ini merupakan salah satu destinasi yang paling diminati pengunjung, karena pemandangan dari atas tebing adalah Telaga Warna dan Telaga Pengilon.

Namun, karena letaknya yang agak tinggi, butuh tenaga ekstra untuk mencapai tempat ini. Tetapi, setelah sampai di atas, akan terbayar dengan keindahan yang tersaji di Batu Ratapan Angin. Kami sampai di Batu Ratapan Angin agak pagi dan langsung menuju ke atas tebing. Untuk menuju ke atas tebing tidak semudah yang terlihat, kami, terutama anak perempuan sangat kesusahan untuk mencapai ke atas.

Dan lagi, aku salah menggunakan sepatu, alas sepatuku sangat licin, sehingga ketika mendaki harus ekstra hati-hati. Namun, aku berhasil mencapai atas tebing dengan bantuan anak laki-laki. Di atas tebing, kami melihat pemandangan yang sangat indah, hamparan bukit berwarna hijau segar mengelilingi Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Perpaduan kedua telaga membuat keindahan yang sangat memukau. Lelah yang kami dapatkan sewaktu menuju ke atas tebing terbayarkan akan keindahan pemandangan tersebut.

 

Kawah Sikidang

Setelah puas akan keindahan Ratapan Angin, destinasi kami selanjutnya adalah Kawah Sikidang. Dari Ratapan Angin menuju Kawah Sikidang tidak jauh. Sesampainya kami di Kawah Sikidang disambut dengan bau kawah yang sangat menyengat. Kawah Sikidang memiliki luas sekitar 200 meter persegi serta lokasinya berada di tanah yang datar sehingga wisatawan yang datang dapat melihat dengan jelas gumpalan-gumpalan asap yang keluar dari kawah ini. Namun, harus berhati-hati karena kawah ini memiliki kandungan belerang yang tinggi, sehingga untuk menjaga keamanan wisatawan, pengelola membangun pagar pembatas di sekitar lokasi kawah.

Kami melihat-lihat kawah dari jarak dekat, namun tidak terlalu lama karena baunya yang sangat menyengat sehingga kami putuskan untuk melihat dari atas saja. Pemandangan dari atas terlihat sangat indah, kami dapat melihat Kawah Sikidang mengeluarkan asap yang mengepul-ngepul dengan latar langit biru yang cerah. Kami tidak melewatkan momen untuk mengambil foto. Di Kawah Sikidang kami tidak berlama-lama, karena sore nanti waktunya kami untuk pulang ke Yogyakarta.

Setelah puas di Kawah Sikidang, kami pun turun dan langsung menuju penginapan untuk beres-beres dan check-out dari penginapan. Rencananya, anak perempuan akan pulang dengan travel, sedangkan anak laki-laki akan tetap mengendarai motor. Setelah semuanya beres, kami pun dijemput travel tepat pukul 16.00 WIB.

Liburan semester tiga kali ini sangat menyenangkan, walaupun sangat singkat dan kami mengalami beberapa kejadian. Tetapi, kami sangat menikmatinya. Lepas akan kepenatan UAS (Ujian Akhir Semester) dan berlibur dengan anak-anak kelas merupakan salah satu kenangan yang tidak akan tergantikan.

 

Pojok Tip untuk berwisata

  • Apabila ingin jalan-jalan dengan motor, pastikan dahulu motor dalam kondisi prima, sehingga tidak mengganggu kegiatan berwisata dan keselamatan kita tidak menjadi taruhan.
  • Karena Dieng memiliki suhu yang lebih rendah dari daerah lainnya, pastikan untuk memakai baju yang tebal dan membawa jaket lebih dari satu.
  • Cari hotel atau penginapan yang dekat dengan destinasi wisata yang akan dituju, agar dapat menghemat waktu untuk menjelajahi daerah tersebut.
  • Siapkan budget lebih dari yang direncanakan, karena kita tidak tahu apabila ada kejadian tidak terduga.
  • Buatlah itinerary untuk menghemat waktu, sehingga dapat mengunjungi beberapa destinasi dalam waktu yang singkat.

Ikuti tulisan menarik eolia mawars lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler