x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Selasa, 6 April 2021 06:56 WIB

Literasi Senyuman, Kenapa Kamu Makin Susah Tersenyum?

Teror dan kebenciam kian marak. Bisa jadi, itu terjadi akibat mereka lupa arti tersenyum. Kenapa kamu makin susah tersenyum?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sahabat, sudah tahu belum? Ada hal yang paling banyak dimiliki orang. Tapi sulit sekali dibagi ke orang lain? Itu bukan uang, bukan pula harta. Apalagi pangkat dan kekuasaan. Tapi senyuman.

Maka bila kemarin ada teror. Hari ini ada korupsi. Bahkan siapa pun yang masih terus berjuang untuk membenci atau memusuhi orang lain. Bisa jadi, mereka telah kehilangan senyuman. Mereka, orang-orang yang sudah lupa arti senyum. Lupa tentang gerak bibir yang ekspresif untuk menunjukkan rasa senang, syukur, gembira atau suka.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Senyum atau senyuman. Bukan hanya mudah dan sederhana. Tapi senyum juga jadi bukti “Bahasa yang sama” dari semua masalah, dari semua tafsir yang berbeda. Apa saja boleh beda. Sudut pandang beda, idola berbeda, cara pun boleh beda. Tapi siapa punya bahasa yang sama saat “tersenyum”.

 

Maka literasi senyuman sangat penting. Karena hidup di zaman now terlalu mudah untuk stress. Mudah gelisah hingga gampang tidak suka pada orang lain. Macet di jalan stress, kelamaan di rumah akibat pandemi pun stress. Pekerjaan numpuk stress. Gara-gara skripsi stress. Apalagi gara-gara utang atau tidak punya uang, pasti stress. Nah obatnya, harusnya memperbanyak senyuman. Karena senyuman itu membuat semua jadi rileks. Dalam literasi senyuman. Tidak semua masalah harus diselesaikan atau dipikirkan. Tapi hadapi saja dengan penuh senyuman. Toh, pasti akan berlalu jua.

 

Seperti di taman bacaan, senyuman harus jadi budaya. Karena berjuang di taman bacaan itu tidak mudah. Belum lagi kepedulian yang masih sedikit. Mengurusi anak-anak membaca, apalagi bukan anaknya sendiri. Di taman bacaan, pasti ada banyak tantangan bahkan cobaan. Maka semuanya hadapi saja dengan senyuman. Sedehana sekali.

 

Maka jangan lupa tersenyum. Untuk apa pun dan soal apa pun. Karena senyuman itu, pekerjaan paling sederhana yang dampaknya luar biasa. Bahkan, senyuman itu satu-satunya modal paling hebat yang dimiliki setiap orang, di manapun.

 

Sangat disayangkan. Bila hari ini, ada orang-orang yang kehilangan senyumnya sendiri. Mungkin, mereka lupa senyum itu sedekah lagi berkah. Senyum itu perbuatan paling mudah yang bisa diberikan kepada siapapun. Tanpa biaya, tanpa pandang kasta.

 

Siapa pun, tentu boleh kecewa. Benci, iri bahkan tidak suka kepada orang lain. Itu sangat lumrah. Tapi di saat yang sama, jangan lupa untuk tetap tersenyum. Karena tidak ada orang yang bisa bertahan hidup tanpa senyuman. Dan yang paling penting. Jangan pernah menyesali apapun, yang pernah membuat kita tersenyum.

 

Sekali lagi, jangan lupa tersenyum, dalam kondisi apa pun. Agar semuanya menjadi lebih baik. Seperti kata John Lennon, “Hitunglah umurmu dari jumlah teman, bukan tahun. Hitunglah hidupmu dari senyum bukan airmata”. Salam literasi #KampanyeLiterasi TamanBacaa #TBMLenteraPustaka

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB