Sains Vaksin
Dalam hal sains terapan, seperti produk vaksin, upaya pembuktian memerlukan uji klinis yang ketat. Kebenaran vaksin bukan hanya soal kemanjuran meningkatkan kekebalan tubuh atau kemampuan melawan virus, namun juga soal keamanan. Biologi dan vaksin adalah sains yang rumit dan kompleks (delicate).
Banyak variabel, faktor kompleksitas biologis yang membuat produk vaksin tidak cuma soal benar atau salah. Kebenaran bukan biner, bukan soal benar atau salah. Namun perkiraan yang bersifat probabilitas, kemungkinan. Sebuah klaim memerlukan pembuktian sehingga menghasilkan konsensus bersama. Pertengkaran informasi versus misinformasi, sebagaimana kampanye politik, tidak diperlukan.
Itu sebabnya, alih-alih mengampanyekan “kebenaran” produk vaksin, lebih perlu mengedepankan kewaspadaan. Meyakini dan mempromosikan kebenaran vaksin, termasuk yang sudah resmi beredar dan dinyatakan aman, bukanlah paradigma berpikir ilmiah. Apalagi vaksin yang masih dalam tahap uji coba, seperti VaNus.
Lebih dari itu, sains bukan cuma soal fakta kebenaran, melainkan soal bagaimana proses mendapatkan dan mengumpulkan fakta yang benar. Ini esensi metode sains. Fakta kebenaran bisa saja direvisi atau diperbarui, atau difalsifikasi, sejauh ada proses dan metode yang terukur dan teruji. Paradigma sains sadalah menyampaikan proses menuju kesimpulan yang benar, bukan cuma memaparkan fakta yang benar.
Saat ini di dunia sedikitnya ada 14 produk vaksins yang sudah dipakai untuk memerangi Covid-19. Sebanyak 30 vaksin baru sedang melewati proses uji klinis fase ketiga; 72 vaksin sedang diuji pada fase pertama dan kedua, dan 5 vaksin dihentikan proses penelitiannya (https://covid19.trackvaccines.org/vaccines/).
Di Indonesia, pengembangan vaksin terus dilakukan oleh oleh berbagai lembaga riset dan universitas . Sedikitnya ada 7 kandidat vaksin, dinamai sebagai “Vaksin Merah Putih”, yang dikoordinasi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). Bagaimana hasil pengembangan kandidat vaksin produk dalam negeri ini? Masih harus ditunggu fakta kebenarannya.
“Vaksin Nusantara” sebagai slogan “produk vaksin nasional” sudah dihentikan proses pengembangannya. Namun TIm Vanus tetap bisa melanjutkan riset terkait sel dendritik. Satu konsensus nota kesepahaman yang melegakan. Setidaknya berkurang satu soal polemik dan kontroversi yang tidak perlu, saat Indonesia perlu bersatu melawan pandemi.
Fakta sains tidak memerlukan mobilisasi opini, kampanye dukungan, polemik atau kontroversi. Sains tidak berupaya mengklaim kebenaran, atau merasa paling benar. Sains adalah upaya terukur dan teruji untuk mendekati kebenaran. Selalu ada ruang bagi fakta sains untuk dapat disalahkan (difalsifikasi) selain diverifikasi.
Jadi, alih-alih terobsesi pada klaim kebenaran, dan berbingung-bingung dengan “banyak kebenaran”. Sebagai jurnalis dan praktisi media, lebih bermanfaat jika Dahlan Iskan mengamini dan mempromosikan paradigma sains. Metode manusia untuk mengurangi atau meminimalisasi kesalahan, dalam upaya memahami kebenaran.
Jakarta 21 April 2021.
Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.