x

KPK

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 28 Mei 2021 07:22 WIB

Dewas KPK Memang Bukan Dewa

Berharap sangat kepada Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi [Dewas KPK] barangkali hanya akan membikin hati kecewa remuk redam. Biarpun menetap di gedung yang sama, Dewas kelihatannya tidak terusik oleh kegaduhan yang tengah berlangsung, fine-fine saja. Yang terdengar lantang bersuara malah puluhan guru besar dan tokoh-tokoh bangsa lainnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Berharap sangat kepada Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi [Dewas KPK] barangkali hanya akan membikin hati kecewa remuk redam. Biarpun menetap di gedung yang sama, Dewas kelihatannya tidak terusik oleh kegaduhan yang tengah berlangsung manakala pimpinan KPK akhirnya memutuskan: memecat 51 pegawai dan membina ulang 24 pegawai selebihnya. Dilihat dari luar gedung, para dewa yang duduk di Dewas kelihatannya kok fine-fine saja. Tidak gelisah. Yang terdengar lantang bersuara malah puluhan guru besar berbagai perguruan tinggi serta tokoh-tokoh bangsa lainnya.

Ketika pimpinan KPK bergerak cepat memutuskan nasib 75 pegawai institusi antirasuah ini, suara Dewas nyaris tak terdengar. Sunyi, hening—mirip suara mesin mobil mewah baru yang gres ewes-ewes. Lha, tapi ini kan bukan pameran kesunyian mobil mewah, melainkan pameran kesigapan menghadapi tantangan besar terhadap masa depan pemberantasan korupsi di negeri ini. Mau dikemanakan masa depan anak-cucu kita yang saat ini tengah lucu-lucunya namun kelak menghadapi kenyataan yang amat pahit—negeri yang keropos fundamennya karena korupsi?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika para Sherlock Holmes pemburu para penggarong uang negara yang pemberani, jujur, serta tidak mempan disogok itu lantas dianggap kurang nasionalis, masak iya mereka mau bertahan di KPK bertahun-tahun dan mengambil risiko begitu besar? Lantas corruptor hunters seperti apa yang diinginkan? Apakah yang santun serta lemah lembut? Bukankah yang berani melabrak koruptor itu yang nasionalis, sebab mereka lebih memikirkan kepentingan bangsa bahkan di atas keselamatan diri sendiri?

Maka itu, terasa aneh manakalah suara Dewas nyaris tak terdengar—barangkali saking halus dan lembutnya menghadapi kesigapan sepak terjang pimpinan KPK menangani Sherlock Holmes yang merepotkan para penggarong itu. Kalau lemah lembut mah ya bakal ketinggalan kereta terus. Bila begitu, lantas untuk apa ada Dewas segala bila tidak mengawasi dengan awas dan sigap segala apa yang terjadi di KPK?

Ketika beberapa waktu lalu masyarakat menolak perubahan mendasar pada undang-undang dan institusi KPK serta segala yang mengikutinya, termasuk siapa yang dipilih untuk memimpin lembaga ini, masyarakat masih menaruh harapan kepada mereka yang juga dipilih untuk duduk di kursi Dewas. Seperti kata Presiden Jokowi waktu itu, percayalah pada para tokoh yang memiliki integritas tinggi ini.

Waktu itu sebagian masyarakat manggut-manggut dan masih menaruh harapan, sebab mereka yang duduk di Dewas terlihat bagaikan dewa yang tidak akan mudah tunduk pada kepentingan lain maupun kekuasaan kecuali menyokong pemberantasan korupsi. Lagi pula, para dewa sendiri terlihat begitu yakin bahwa organ Dewas bisa menjadi pintu masuk untuk menyelamatkan KPK agar tidak terpuruk seperti dicemaskan oleh masyarakat.

Bagaimana sekarang? Apakah para dewa itu tidak menyadari benar apa yang sedang terjadi di institusi tempat mereka berkantor? Benarkah mereka menyangka bahwa keadaan baik-baik saja? Ataukah, mereka ternyata tidak sanggup lagi bernyanyi karena sudah bertengger di dalam sangkar emas?

Soalnya kemudian, apakah para senior citizen yang duduk di Dewas menyadari benar bahwa integritas yang sudah mereka perjuangkan puluhan tahun dengan susah payah kini sedang dipertaruhkan? Tapi entahlah bila mereka tidak peduli lagi dengan perkara integritas, sebab seperti kata pujangga Ronggowarsito: “Sekarang zaman edan, kalau enggak ikut edan, enggak bakal kebagian.” Sepadankah integritas yang segunung dengan secuil kekuasaan? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler