x

Iklan

Adam Dimyati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Januari 2020

Kamis, 10 Juni 2021 11:32 WIB

Tegak dan Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

         

Abstrak

Tulisan dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui proses tegak dan runtuhnya Khilafah Turki Ustmani tanggal 3 maret 1924 dan dampaknya terhadap kehidupan umat Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah prosedur sejarawan Untuk melukiskan kisah masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau dengan langkah-langkah penulisan sejarah sebagai berikut: (1) heuristik, (2) kritik, (3) interpretasi dan (4) historiografi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tegaknya khilafah Utsmaniyah dimulai pada tahun 923-1342 Hijriyah, Namun, kejayaan yang diraih oleh kekhilafahan Utsmani perlahan-lahan mengalami fase kemunduran ketika memasuki pertengahan abad ke-16 Masehi. Saat itu kekhilafahan Utsmaniyah mulai memasuki fase kemundurannya, yakni setelah wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M).

Selanjutnya Khilafah Turki Ustmani dihancurkan dengan cara menghapus sistem kekhilafahan dan menggantinya dengan sistem republik oleh seorang keturunan yahudi yaitu Mustafa Kemal Ataturk. Selama 14 abad kaum muslimin hidup dalam pemerintahan Islam yang mana diterapkan hukum-hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Namun sayangnya hari itu tepatnya 3 Maret 1924 secara resmi dengan bantuan Inggris, Mustafa Kemal Ataturk mengubah khilafah dengan sistem Repulik Turki dan sampai hari ini sistem tersebut masih berjalan.

Runtuhnya khilafah menyebabkan munculnya persoalan kaum muslimin mulai dari kolonialisme, konflik di Negara dunia ketiga, persoalan ekonomi,politik dan sosial budaya.

Kata Kunci: Tegak Runtuh Khilafah Turki Utsmani

Abstract

Writing in this journal aims to determine the process of upright and collapse of the Ustmani Khilafah on March 3, 1924 and its impact on the lives of Muslims. The method used in this research is the historical method. The historical method is a historian's procedure to describe past stories based on traces left in the past with the following historical writing steps: (1) heuristics, (2) criticism, (3) interpretation and (4) historiography. Based on the research conducted, it can be concluded that: The establishment of the Ottoman Caliphate began in the year 923-1342 Hijriyah, however, the glory achieved by the Ottoman caliphate slowly experienced a decline phase when entering the middle of the 16th century AD the Ottoman khilafah began to enter its decline phase, namely after the death of Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 AD), the Ustmani Khilafah was destroyed by removing the caliphate system and replacing it with a republican system by a Jewish descendant, Mustafa Kemal Ataturk. For 14 centuries the Muslims lived in an Islamic government in which Islamic laws were applied in all aspects of life. But unfortunately that day, on March 3, 1924, officially with the help of the British, Mustafa Kemal Ataturk changed the caliphate with the Turkish Republican system and to this day the system is still running. The collapse of the caliphate led to the emergence of problems for the Muslims ranging from colonialism, conflicts in third world countries, to economic, political and socio-cultural problems.

 

 

1.PENDAHULUAN

Sekitar tahun  923-1342 Hijriyah dari sejarah islam masa Khilafah Ustmaniyyah berdiri kokoh.  khilafah tersebut  merupakan pusat Khilafah Islamiyah, karena merupakan pemerintahan islam terkuat pada masa itu (Mansopyan, 2019). Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai disitu, keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, dan diantara ketiga kerajaan tersebut adalah Ustmani di Turki. Kerajaan Ustmani disamping kerajaan yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya yaitu Mughal di India, dan Safawi di Persia.

                 Pemerintah Kekhilafahan Turki Utsmani dikenal sebagai salah satu khilafah terbesar sepanjang masa  (Jannah, 2019) Hal ini dikarenakan daerah kekuasaannya yang sangat luas terbentang dari belahan timur hingga belahan barat Dunia dengan lama kekuasaan kurang lebih 6 Abad. Dalam rentang waktu yang panjang tersebut, kekhilafahan Utsmaniyah menjadi kekhilafahan yang paling lama berdiri sekaligus menjadi daulah terakhir dalam peradaban Islam. Selama lebih dari 6 abad memerintah, pencapaian demi pencapaian berhasil diraih oleh Turki Utsmani dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Mehmed II atau dikenal dengan Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel, ibu kota kekaisaran Romawi, pada tahun 1453 Masehi.

                Namun, kejayaan yang diraih oleh kekhilafahan Utsmani perlahan-lahan mengalami fase kemunduran ketika memasuki pertengahan abad ke-16 Masehi kekhilafahan Utsmaniyah mulai memasuki  fase kemundurannya, yakni setelah wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Kondisi tersebut berlangsung selama kurang lebih 2 abad, setelah ditinggal Sultan Sulaiman Al-Qanuni, dan tidak ada tanda-tanda membaik sampai paruh pertama abad ke-19 Masehi.

 

2.METODE PENELITIAN

Metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan atau prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif serta melakukan penilaian secara kritis dalam bentuk tulisan, tahapan penelitian sejarah terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi dan penulisan (Notosusuanto, 1975: 35). Heuristik, Langkah awal dalam metode sajarah adalah heuristik menemukan atau mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berupa jejak-jejak masa lampau melalui studi Pustaka, sumber lisan maupun lewat pengamatan lapangan baik yang primer mapun yang sekunder. Verifikasi, Kritik Sumber merupakan kegiatan meneliti untuk menentukan validitas dan reliabilitas sumber sejarah melalui kritik ekstern dan intern (Kuntowijoyo, 2003: 100-101).

Kritik eksternal dilakukan dengan melihat fisik dokumen yang digunakan, apakah salinan asli atau tidak. Kritik ekstern digunakan pula untuk melihat tanggal, tahun pembuatan dokumen, serta digunakan untuk mencermati tanggal, tahun penulisan dan pengarang pada sumber sekunder. Kritik intern berkaitan erat dengan masalah kredibilitas yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kebenaran sumber tersebut.

Proses interpretasi dibagi dalam dua tahap, yaitu analisis dan sintesis. Dengan interpretasi penulis menafsirkan fakta sejarah yang telah ditemukan yang telah melalui proses verifikasi, dengan demikian hasil penelitian ini akan menjadi sebuah karya sejarah. Historiografi, Historiografi merupakan kegiatan penyampaian sintesis dari penelitian yang ditulis secara kronologis. Historiografi merupakan kegiatan menyusun fakta-fakta menjadi sebuah kisah sejarah setelah melakukan pencarian sumber, penilaian sumber dan penafsiran sumber yang kemudian dituangkan menjadi sebuah kisah sejarah dalam bentuk tulisan.

3.PEMBAHASAN

  1. 1. Sejarah dan Kemajuan Khilafah Utsmaniyah

 Sejarah Pemerintahan Utsmaniyah Rentang sejarah antara tahun 923-1342 Hijriyah dari sejarah Islam merupakan masa Utsmaniyah, yang merupakan periode terpanjang dalam sejarah Islam. Utsmaniyah merupakan pusat Khilafah Islamiyah, karena merupakan pemerintahan Islam yang terkuat pada masa itu, bahkan merupakan Negara paling besar di Dunia, yang sudah memainkan peran yang pertama dan satu-satunya dalam menjaga dan melindungi kaum muslimin selama 5/6 abad. Utsmaniyah telah muncul sejak tahun 699 Hijriyah atau 1299 Masehi, namun pemerintahan itu belum menjadi khilafah, karena orang-orangnya belum mengumumkan kekhilafahan mereka, hingga akhirnya khalifah Abbasiyah menyerahkan kepada mereka kekhilafahannya pada tahun 923 Hijriyah 1517 Masehi. Ketika keadaannya telah lemah, negara-negara Nasrani segera berkumpul, sebelumnya mereka tidak pernah berkumpul seperti pada saat itu.

 Tujuan mereka untuk membicarakan persoalan Dunia Timur ini untuk merencanakan suatu cara bagaimana mengganyang The Sick Man (Utsmani). Akhirnya mereka memutuskan beberapa hal tentang kelemahan pemerintahan ini, lalu mereka mengambil sebagian demi sebagian wilayah kekuasaannya. Sejarah Khilafah Utsmani tergolong sejarah yang samar, penuh dikelilingi berbagai perkara “Syubhat”. Ini merujuk pada penyimpangan yang terjadi pada masa pembentukannya. Pemerintahan ini dibentuk oleh kekuatan musuh-musuhnya. Pasalnya, para pendirinya adalah orang-orang asing yang tidak memiliki prinsip keadilan, atau orang Arab yang pernah terlibat pertikaian dengan orang-orang Utsmani pada masa tertentu, atau orang Turki sekuler yang tunduk kepada Undang-undang baru sesudah kejatuhan Khilafah.

  Keberhasilan ekspansi bangsa Turki selain strategi dalam bidang kemiliteran tersebut tidak terlepas dengan bidang pemerintahannya sehingga tercipta jaringan pemerintahan yang teratur, strategi yang dilakukan Turki adalah:

  1. Dalam mengelola wilayah yang luas Sultan-sultan Turki Ustmani senantiasa bertindak tegas.
  2. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr al-’Azham (Perdana Menteri), yang membawahi Pasya (Gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Dibawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq atau al-‘Alawiyah (Bupati).
  3. Pada masa Muhammad II dibentuklah sebuah divisi fungsional diantara jabatan Perdana Menteri, Tokoh-Tokoh Agama, jabatan Administrasi Keuangan Negara, dan beberapa keluarga Turki dipulihkan martabatnya dan diperkenankan menjadi property mereka.
  4. Dimasa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab Undang-undang (Qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Ustmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19, karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.
  5. Sultan, pasukan Jannesari dan Tarekat-Tarekat bekerja sama, hal ini terlihat pada Tarekat Bektasyi (Bektasia) yang memiliki banyak pengikut dari kalangan Janissari, tarekat Maulawi (Molevis) didukung oleh para sultan untuk menghadang ancaman mereka dari kerjasama Jannisari-Bektasy.
  6. Muhammad II berusaha mendukung dewan kependetaan mereka Yunani ortodoks dengan mengakui hak sipil mereka sebagai hak otoritas keagamaan atas jama’ah gereja.
  7. Memusatkan kontrol pemerintahan dengan memberlakukan pemeriksaan pajak dan menggabungkan beberapa teritori budak yang merdeka ke dalam sistem timar, dan memberlakukan Kitab-kitab hukum secara sistematis yang memuat Organisasi negara dan kewajiban warga Negara.

Sultan Utsmani  menggabungkan dimensi patrimonial Islam dan dimensi Imperial. Negara merupakan rumah tangganya, rakyat merupakan pembantu pribadinya, tentara merupakan budaknya yang secara pribadi harus setia kepadanya. Teritorial Imperium merupakan properti pribadinya, bahkan sebagian diberikan kelompok penguasa dalam bentuk Iqta’. Pengalihan hak atas pendapatan Negara dalam bentuk apapun tidaklah dipandang sebagai penyimpangan atas kepemilikan Absolute sang Sultan.

Salah satu konsep yang diterapkan oleh Ustmani adalah perbedaan antara Askeri dan Re’aya yaitu antara kalangan elit penguasa dan yang dikuasai, elit pemerintah dan warga Negara, antara tentara dan pedagang, antara petugas pemungut pajak dan pembayar pajak. Seseorang dapat menjadi elit Ustmani melalui kelahiran (keturunan) atau melalui pendidikan sekolah-sekolah kerajaan, kemiliteran atau pendidikan sekolah keAgamaan. Masyarakat awam Muslim merupakan sebuah warga atau penduduk awam, diorganisasikan dalam sebuah cara yang sejenis. Pihak Ustmani dengan tegas membawanya dibawah pengendalian Negara. Hal ini dikarenakan untuk memperluas dukungan terhadap elit Ulama dan Sufi. Dukungan Ustmani ini mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan Madrasah yang tersebut luas.

 Dalam menjalankan pemerintahan, pemimpin Turki Ustmani menggunakan dua gelar sekaligus, yaitu Khalifah dan Sultan. Sultan bergerak dalam bidang atau urusan Duniawi, sedangkan Khalifah berkuasa dibidang Agama dan Spiritual. Dalam menjalankan roda pemerintahan Sultan atau Khalifah dibantu oleh seorang mufti atau Syaikh al-Alawiyah yang mempunyai wewenang untuk mewakili pemimpin Turki Ustmani dalam melaksanakan wewenang Spiritual. Dan Sadr al-A’zam atau perdana menteri yang membantu tugas Sultan dalam menguruh hal Duniawi.

 Wilayah Turki Ustmani dibagi menjadi beberapa Provinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang Gubernur yang bergelar Pasha. Seorang gubernur dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh seorang Zanaqiq atau al-Alawiyah yaitu seorang Bupati.

6 Provinsi-provinsi tersebut dalam permerintahan Negara Utsmani  adalah:

  1. Iraq, terdiri atas 4 Provinsi yaitu : Baghdad, Basra, Mosul, dan Shahrizur.
  2. Syria, terdiri dari 4 Provinsi yaitu : Aleppo, Damaskus, Tripoli, dan Sudan.
  3. Arab, terdiri dari 2 Provinsi yaitu : Hijaz dan Yaman.
  4. Afrika terdiri dari 4 Provinsi yaitu : Mesir, Tripoli, Tunis, dan Aljazair.

 Dinasti Ustmaniyyah mempertahankan perbatasan Islam dan mengadakan ekspansi, mereka berseteru dengan dinasti Shafawiyyah untuk memperebutkan Anatholia dan Irak. Dinasti Shafawiyyah memproklamirkan Syi’ah sebagai agama resmi dinasti, sedangkan dinasti Ustmaniyah menganut ajaran Sunni seiring dengan perluasan Imperium yang meliputi pula pusat-pusat budaya tinggi Islam perkotaan.

a.Penaklukkan Konstantinapel.

 Pada tahun 1453 M, bertepatan dengan masa pemeritahan Muhammad al-Fatih atau Muhammad II, pasukan tentara Utsmani berhasil menaklukkan konstantinapel. Kemudian sultan Muhammad memasuki konstantinapel dan merubah Gereja Shopia menjadi Masjid Aya Sopia. Sesudah penaklukkan konsatantinapel sultan Muhammad al-Fatih melakukan penataan hal Ikhwal orang-orang Yunani (Romawi). Dalam penataan tersebut sultan tetap memberi kebebasan pihak Gereja seperti yang dilakukan oleh para pendahulunya mengakui sesuai dengan ajaran Islam yang menghormati keyakinan suatu Agama.

b.Penaklukkan Syiria dan Mesir.

 Perekonomian daulat mamalik di Mesir dan Syiria di penghujung abad 105 Masehi mengalami kemunduran dikarenakan portugis berhasil menemukan jalan laut tanjung harapan. Dengan demikian terjalinlah hubungan dagang langsung antara Eropa dengan Hindia, Eropa tanpa harus melintasi pelabuhan-pelabuhan Mesir dan Arab. Tekanan ekonomi yang melanda pemerintah Mamalik adalah salah satu faktor yang mendorong Turki Utsmani berambisi untuk menaklukkan Mesir dan Syiria, sehingga berhasil menaklukkan Syiria pada tahun 1516 M dan menaklukkan Mesir pada tahun 1517 M.

c.Penaklukan pada masa Sultan sulaiman di eropa dan di asia.

 Puncak zaman keemasan turki utsmani terjadi pada masa  sultan Sulaiman wilayah Imperium Turki Utsmani membentang meliputi wilayah yang sangat luas baik di benua Eropa, Asia, dan Afrika. Pada masa sultan Sulaiman, Belgrado, dan Puau Rhodes dapat diduduki (1522 M). Pada tahun 1526 M, perang Mohawks yang pertama antara pasukan Utsmani dengan pasukan kerajaan Hongaria meletus, pihak Utsmani dapat mengalahkan pihak musuh dan rajanya Louis terbunuh. Kemudian ketika pangeran Translavia dan raja Austria berselisih mengenai tahta kerajaan Hungaria, sultan Sulaiman membawa pangeran Translavia, kemudian berhasil menduduki Budapest.

  1. Penaklukan Pada Masa Sultan Sulaiman di Eropa dan di Asia.

Dari kemajuan-kemajuan kerajaan Turki Ustmani yang telah diukirnya, bidang militerlah yang lebih menonjol, hal ini dibuktikan dengan suksesnya perluasan wilayah dari Benua Asia sampai dengan Benua Eropa. Tumbangnya dua kerajaan Adidaya di tangan Turki Ustmani membuktikan Hegemoni kekuatan militernya. Namun di samping kekuatan militer ada juga kemajuan lain yang dicapai, diantaranya sebagai berikut:

a.Sosial Politik dan Administrasi Negara

Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Ustmani berlangsung dengan cepat, hal ini diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang politik, terutama dalam hal mempertahankan eksistensinya sebagai negara besar. Hal ini berkaitan erat dengan sistem pemerintahan yang diterapkan para pemimpin Dinasti ini. Selain itu, tradisi yang berlalu saat itu telah membentuk Stratifikasi yang membedakan secara menyolok antara kelompok penguasa (small group of rulers) dan rakyat biasa (large mass).

 Penguasa yang begitu kuat itu bahkan memiliki keistimewaan, yaitu:

  1. Pengakuan dari bawahan untuk loyal pada Sultan dan Negara,
  2. Penerimaan dan pengamalan, serta sistem berfikir dalam bertindak dalam Agama yang dianut merupakan kerangka yang integral, dan
  3. Pengetahuan dan amalan tentang sistem adat yang rumit. Yang terpenting adalah bahwa para pejabat dalam hal apapun tetap sebagai budak Sultan.Tugas utama seluruh warga Negara, baik pejabat maupun rakyat biasa adalah mengabdi untuk keunggulan Islam, melaksanakan hukum serta mempertahankan keutuhan Imperium.

Sebagai struktur masyarakatnya sangat Heterogen, dinasti Ustmani mempunyai kekuasaan yang menentukan nasib warga Timur Tengah, bahkan sampai pada tingkat yang luar biasa. Dinasti Ustmani tersebut mendominasi, mengendalikan dan membentuk masyarakat yang dikuasainya. Salah satu konsep utama yang diterapkan oleh Ustmani adalah perbedan antara Askeri dan Ri’aya, yakni antara kalangan elit penguasa dan yang dikuasai, elit pemerintah dan warga Negara, antara tentara dan pedagang, antar petugas pemungut pajak dan pembayar pajak. Bahkan, untuk menjadi kelas penguasa seseorang harus dididik dalam kebahasaan dan tata cara yang khusus yang disebut dengan tata cara Ustmani.

Seseorang dapat menjadi elit Ustmani melalui keturunan atau melalui pendidikan sekolah-sekolah kerajaan, kemiliteran atau pendidikan sekolah keagamaan. Sebagai berikut adalah struktur pemerintahan negara kekhilafahan Turki Utsmani ialah khalifah:

  1. Mu'awin (Wuzrat at-Tafwidh), yakni para pembantu Khalifah dalam bidang pemerintahan.
  2. Wuzarat at-Tanfidz, yakni para pembantu Khalifah dalam bidang Administrasi.
  3. Wali (Gubernur), Amirul Jihad, Departeman Keamanan Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Industri, Peradilan, Departemen-departemen Negara untuk Pelayanan Masyarakat, Baitul Mal (Kas Negara), Departemen Penerangan, dan Majelis Umat.
  4. Bidang Militer

Para pemimpin kerajaan Ustmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat sehingga dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Kemajuan kerajaan Ustmani tidak semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Faktor-faktor tersebut adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja. Strategi yang dilakukan diantaranya adalah:

  1. Kekuatan militer diorganisasi dengan baik dan teratur.

 Untuk pertama kali dilakukan ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa yang mencapai kemenangan. Ekspansi kerajaan ini pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama islam. Mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer. Hal ini dilakukan Orkhan ketika kesadaran prajuritnya menurun. Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan Inkisyariah adalah tentara utama Dinasti Ustmani yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk Islam. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Ustmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non-Muslim.

 Disamping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum Feudal yang dikirim kepada pemerintah pusat yaitu kelompok militer Thaujiah. Kelompok ini mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan Tuki Ustmani terutama dalam pembenahan Angkatan laut. Sehingga pada abad ke-16 angkatan Laut Turki Ustmani mencapai puncak kejayaannya. Tabiat bangsa Turki yang bersifat militer, disiplin, dan patuh terhadap peraturan yang diwarisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah menyebabkan fokus kegiatan mereka juga lebih menonjol  dalam bidang militer. Pasukan Turki terus diperbesar dengan merekrut pendatang-pendatang baru orang-orang Turkmenistan dari timur, yang ingin menjadi Ghazi atau prajurit Iman melawan orang Kristen, dan dari ghazighazi inilah dinasti Ustmaniyyah mendapatkan tradisi Militer dan semangat yang memberi jalan baginya untuk berkembang dan maju dan akhirnya mencaplok semua kesultanan Turki lainnya yang lebih statis.

Ada 5 (lima) faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Ustmani dalam perluasan wilayah Islam, diantaranya:

  1. Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghonimah (harta rampasan perang).
  2. Sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.
  3. Semangat jihad dan ingin mengembangkan letak Istanbul yang sangat strategis sebagai ibu Kota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia.
  4. Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Ustmani mengalahkannya, kerajaan Turki Ustmani telah mampu menciptakan pasukan militer yang mengubah Negara Turki menjadi mesin perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non-Muslim. Bangsa-bangsa nonTurki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen di asramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Ketika terjadi kekisruan ditubuh militer, maka Orkhan mengadakan perombakan dan pembaharuan, yang dimulai dari pemimpin-pemimpin personil militer. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut dengan pasukan Janissari atau Inkisyariyah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Ustmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan kuat dalam penaklukan negeri Non Muslim.
  5. Selain itu, ada juga tentara Feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat, pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Keberhasilan ekspansi wilayah dibarengi dengan terciptanya jaringan pemerintah yang teratur. Di masa Sulaiman I, disusunlah sebuah kitab Undang-undang (Qonun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur. Kitab ini menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Ustmani sampai datangnya reformasi abad ke-19. Pengelolaan administrasi pemerintah tidak hanya terbatas sampai ketingkat Provinsi, tetapi selanjutnya diefektifkan dengan membentuk daerah-daerah tingkat II yang dikepalai masing-masing seorang Kepala Daerah (Sanjaks). Di tingkat pusat, di samping ada sultan dan Grand Vizier (Perdana Menteri) yang dibantu oleh beberapa pembantu, diantaranya oleh para ulama yang berfungsi sebagai lembaga pemberi fatwa atau dewan pertimbangan.
  6. Sebuah administrasi birokratik diperlukan dalam pengkajian militer budak.

 Orkhan (1324-1360) melantik seorang Wazir untuk menangani administrasi dan kemiliteran pusat dan mengangkat sejumlah gubernur sipil untuk sejumlah Provinsi yang ditaklukkan. Kepala-kepala jabatan disatukan dalam sebuah dewan kerajaan. Lantaran Dinasti Ustmani semakin meluas, beberapa Provinsi yang semula merupakan daerah jajahan yang harus menyerahkan upeti digabungkan menjadi sebuah sistem administrasi. Unit propensial yang terbesar, yang dinamakan bayler-bayliks, dibagi menjadi sanjak-bayliks dan selanjutnya dibagi-bagi menjadi timarliks yang distrik tersebut diserahkan kepada pejabat-pejabat militer sebagai pengganti gaji mereka. Pada abad ke-16, Term Vali telah menggantikan bayler-bayliks dengan pengertian seorang Gubernur, dan Term Eyelet digunakan dengan arti Provinsi di Eropa, yakni Rumania dan Transilvania, Crimea, dan beberapa distrik di Anotalia yang berada dalam pengawasan masyarakat Kurdi dan Turki tetap berlangsung sebagai Provinsi semi mereka yang wajib menyerahkan upeti.

  1. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan.

 Dalam bidang pendidikan, dinasti Ustmani mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan Madrasah yang tersebar luas. Madrasah Ustmani pertama didirikan di Izmir pada tahun 1331H, ketika itu sejumlah Ulama di datangkan dari Iran dan Mesir untuk mengembangkan pengajaran Muslim dibeberapa teritorial baru. Tapi hal ini tidak begitu berkembang, karena Turki Ustmani lebih memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sehingga dalam Khazanah Intelektual Islam kita tidak menjumpai ilmuan terkemuka dari Turki Ustmani. Dalam bidang ilmu pengetahuan, memang kerajaan Turki Ustmani tidak menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah seperti di masa Daulah Abbasiyah.

Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti: fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk Syarah (penjelasan), dan Hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik yang telah ada. Namun dalam bidang seni arsitektur, Turki Ustmani banyak meninggalkan karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Masjid Jami’ Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub al-Anshary serta masjid yang dulu asalnya dari Gereja Aya Sophia. Masjid tersebut dihiasi dengan kaligrafi oleh Musa Azam. Pada masa Sulaiman di kota-kota besar lainnya banyak dibangun masjid, sekolah rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan tempat pemandian umum.

  1. Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara

                Karena Turki mengusai beberapa kota pelabuhan utama, seperti pelabuhanpelabuhan sepanjang laut tengah (Afrika Utara), pelabuhan laut merah, teluk Persia, pelabuhan di Siria (pantai Libanon sekarang), pantai Asia Kecil dan yang paling strategis adalah pelabuhan Internasional Konstantinopel yang menjadi penghubung Timur dan Barat waktu itu, maka Turki menjadi penyelenggara perdagangan, pemungut pajak (cukai) pelabuhan yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi Turki.

                Keberhasilan Turki Ustmani dalam memperluas kekuasaan dan penataan politik yang rapi, berimplikasi pada kemajuan sosial ekonomi Negara, tercatat beberapa kota industri yang ada pada waktu itu, antara lain: Mesir yang memperoleh produksi kain sutra dan katun dan Anatoli memproduksi bahan tekstil dan wilayah pertanian yang subur. Kota Anatoli merupakan kota perdagangan yang penting di rute Timur dalam perindustrian dalam hasil industri dan pertanian di Istanbul, Negara Polandia dan Rusia. Para pedagang dari dalam maupun dari luar negeri berdatangan sehingga wilayah Turki menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu. Selain dari sumber perdagangan, Turki Ustmani memiliki sumber keuangan Negara yang sangat besar, yaitu dari harta rampasan perang, dari upeti tanda penaklukkan negara-negara yang ditundukkan serta dari orang-orang Zhimmi.

                Birokrasi Utsmaniyah Tradisional adalah birokrat-birokrat dinasti Ustmaniyah yang dilatih dalam sistem Istana dan bukan di Madrasah atau di sekolah Agama, memiliki suatu pandangan lain terhadap hubungan timbal balik antara politik dan agama. Pandangan mereka dilukiskan sebagai mengutamakan Rasion d’etat. Birokrat Ustmaniyah melihat pemeliharaan kesatuan Negara dan kemajuan Islam sebagai tugasnya. Ini diungkapkan dalam rumusan Din U devlet (din wa daulat) atau Agama dan Negara. Tetapi aspek paling efektif dari kontrol pemerintahan Ustmaniyah terhadap lembaga Ulama, yaitu Hirarki orang-orang berilmu atau memiliki pengetahuan keagamaan. Setelah ada birokrasi Ustmaniyah terjadi perubahan baik di dalam negeri kebanyakan diantara mereka telah menjalani suatu reaksi keagamaan dan politis yang  garis besarnya sejajar sama-sama menuju masa depan yang belum pasti, tetapi ini berlaku di Mesir dan Nahas Via Faruq ke Najib, di Suriah, di Iran. Bahwa kita melihat kemerosotan dan keruntuhan pemerintahan Parlementer dan pertumbuhan diktator. Turki telah menjadi dewan Eropa dan sesudah itu anggota Pakta Atlantik yang menjadikan semangat Turki lebih besar dari negara-negara lain.

                Adapun kebijakan luar negeri Turki telah berjalan sejajar dengan negara-negara lain, karena perkembangan di dalam negeri yang serupa. Suatu gerak Westernisasi yang sukses dan kontinue, suatu pertumbuhan dan perbaikan pemerintahan berparlemen. Pada puncak sistem kendali Imperium yang luas ini bertahta seorang penguasa keluarga kerajaan “Keluarga Ustman”. Otoritas kekuasaan terletak pada keluarga dan bukan pada anggota yang ditunjuk, tidak ada hukum baku yang mengatur pergantian kekuasaan, yang ada hanyalah tradisi suksesi damai dan pemerintahan yang panjang hingga awal abad ke-17 Masehi. Penguasa selalu digantikan oleh salah seorang putranya, akan tetapi setelah itu yang lazim berlaku adalah manakah keluarga tertua, sang penguasa hidup di tengah-tengah keluarga besar di dalamnya termasuk para Harem berikut pengawalnya, pelayan pribadi, tukang kebun, dan penjaga istana. Kedudukan dibawah penguasa ditempati oleh Sadr-i Azam (Pejabat Tinggi) atau dalam bahasa Inggris Lazim Grand Vizier (Menteri Besar).

 Setelah periode pertama dinasti Ustmaniyah, Sadr-i Azam tadi dianggap memiliki kekuasaan mutlak yang berada langsung dibawah sang penguasa, ia dibantu oleh sejumlah Wazir lain yang mengendalikan militer dan pemerintah Provinsi serta pelayanan sipil. Sebagian besar militer Ustmani merupakan kekuatan Kafaleri yang direkrut dari orang-orang Turki dan penduduk lain dari Anatholia dan pedesaan Balkan, Kafaleri dibantu oleh sejumlah prajurit dan diberi hak pengumpulan dan penyimpan pajak atas lahan pertanian sebagai imbalan atas pelayanan yang mereka berikan. Sistem ini dikenal dengan sistem Timar.

 Pada abad ke-16 M, mulai berkembang birokrasi yang rumit (kalemiye), yakni birokrasi yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu:

  1. Sekretaris yang mempersiapkan secara seksama dokumen-dokumen pemerintah, peraturan dan tanggapan terhadap petisi.
  2. Para petugas yang menjaga keuangan, penilaian terhadap aset yang terkena pajak serta catatan mengenai berapa besar jumlah pajak yang terkumpul.

Pada paruh pertama abad ke-17 M, terdapat periode ketika kekuasaan pemerintah melemah, ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi, salah satunya adalah inflasi, dan hal ini diikuti oleh kebangkitan kembali kekuatan pemerintahan tetapi dalam format yang berbeda, yakni menteri besar menjadi lebih kuat, jalur promosi menjadi lebih banyak lewat keluarga istana menteri besar dan para pejabat tinggi lainnya daripada lewat keluarga istana penguasa. Imperium cenderung berubah menjadi Oligarkhi. Para pejabat yang kuat dan mereka ini terikat oleh sentimen Asykhabiyah, karena tumbuh dalam rumah tangga yang sama, pendidikan yang sama dan tidak jarang oleh kekerabatan dan perkawinan. Jadi, setelah pada paruh pertama abad ke-17 M, organisasi dan pola aktivitas pemerintahan sudah mencerminkan ideal kerajaan Persia (menurut Nizham al-Muluk -penulis tema sejenis-), maksudnya para penguasa harus menjaga jarak dengan lapisan masyarakat yang berbeda agar dapat mengatur aktifitas masyarakat dan memelihara harmonis segenap lapisan.

  1. Kehancuran dan Faktor Penyebab Runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah
  2. Fase-fase Kehancuran Khalifah Utsmaniyah

 Negara-negara Arab menghadapi orang-orang Utsmaniyah:

 Negara-negara Arab berada dalam dilema. Pertama, mereka menghormati Turki yang merupakan kekaisaran Islam, yang mencerminkan kesatuan kaum Muslimin dan ikatan mereka. Kedua, adalah keinginan Negara-negara ini untuk memerdekakan diri, dan membangun dirinya yang telah tertinggal jauh dari Negara-negara maju, yang seringkali mengabaikannya. Gerakan-gerakan menuntut kemerdekaan ini lalu berhembus dengan kencangnya, diantara yang paling menonjol adalah sebagai berikut:

  1. Mesir: gerakan Ali Bek al-Kabir, kemudian gerakan Muhammad Ali
  2. Palestina: gerakan pemimpin penduduk local Zhahir Umar (semasa dengan Ali Bek al-Kabir).
  3. Lebanon: gerakan Fakhruddin Ma’ni, kemudian gerakan orang-orang Syihabiah.
  4. Irak: gerakan raja-raja Pasya, puncaknya adalah Sulaiman Pasya (Abu Laila).
  5. Yaman: gerakan az-Zaidiyah.
  6. Jazirah Arabia: berdirinya pemerintahan as-Saudi dengan fikrah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  7. Afrika Utara: kekuasaan digantikan oleh para pemimpin lokal.
  8. Sultan Abdul Hamid II bin Abdul Majid (1293-1327 H/1876-1909 M).

Dia adalah sultan kuat terakhir dari para sultan pemerintahan Utsmaniyah. Dia tergolong di antara sultan termasyur dan terlama memegang kekhalifan. Pada masanya terjadi peristiwa-peristiwa penting. Kekaisaran ini telah menyaksikan bintangnya yang tenggelam karena pengucilannya. Sebelumnya telah terjatuh dua orang sultan, yaitu Abdul Aziz yang dicopot kemudian dibunuh dan Murad yang bersembunyi lalu melepaskan jabatan. Para perwira tinggi militer dan pembesar – pembesar pemerintahan telah ikut terlibat dalam dua kejadian ini. Masa kekuasaan Sultan Abdul Hamid II di tandai dengan kekalahan-kekalahan pemerintahan yang luas ini, dan bangkrutnya militer yang menyedihkan. Mereka mundur sebagai akibat dari berhadap dengan gabungan negara Eropa yang Nasrani. Pemerintah ini tidak mampu menghadapinya, maka hilanglah kekayaannya di eropa, asia dan afrika hingga pasukan Rusia tiba di ibu kota Utsmaniyah.

1.Undang-undang Utsmaniyah

                Pada masa kekuasaanya (1293 H/1876 M) sultan mengumumkan undang-undang Utsmaniah yang berdiri di atas perinsip syuro (musyawarah). Telah dilakukan pemilihan umum untuk membentuk undang-undang ini, namun di kembalikan dan batal pada tahun 1295 H/1878 M. Lalu kembali kepada model kekuasaan mutlak para pendahulunya.

  1. Organisasi Turki Muda.

 Organisasi ini berdiri sebagai pembatalan undang-undang tersebut dari satu sisi, dan dari sisi lain adalah karna kekalahan-kekalahan yang menimpa pemerintah. Organisasi ini memiliki kantor pusat di Paris dan Jeneva. Oraganisasi ini berhasil menjalin ikatan dengan pasukan turki di Mecodonia. Dimana akhirnya membentuk partai persatuan pembangunan. Musthafa kamal kemudian menggabungkan diri organisasi ini dan menuntut kembali pengembalian undang-undang.

  1. Pengembalian Undang-Undang dan Pemikiran Panislamisme.

Di bawah tekanan organisasi persatuan dan pembanguanan Sultan Abdul Hamid mengembalikan undang-undang ini yang telah di batalkan selama 31 tahun. Ini terjadi pada tahun 1326 H/1908 M. Setelah beberapa tahun undang-unndang ini dihapuskan lagi. Saat itu militer telah mengikuti Persatuan dan Pembangunan. Mereka telah sampai di ibukota dan mengalahkan pasukan sultan. Sultan lalu di asingkan dan di sita kekayaannya, serta akhirnya diusir dari negeri itu pada tahun 1327 H/1909 M. Tidak lama sebelum itu , sebarnya Sultan telah condong ke pemikiran Pan-Islamisme untuk menghimpun kaum muslim dari seluruh negeri. Keinginanan ini telah di sambut dalam jiwa kaum muslimin. Banyak orang yang mendukung seruan yang mulia ini. Tujuan dari usaha sultan sebenarnya adalah memperbaiki posisinya yang merosot namun seruan ini tidak berhasil dan tidak terealisasi.

  1. Ditaktorisme para pembesar organisasi persatuan dan pembangunan.

 Ketika kekuasaan itu telah berada di tangan mereka, setelah di asingkan sultan, para pembesar organisasi persatuan dan pembangunan mulai berlaku ditaktor, tidak lagi memperdulikan undang-undang maupun syariat. Kemudian datanglah Musthafa Kemal untuk mewujudkan keinginan mereka. Bahkan  pada tanggal 21 November 1923 terjadi perjanjian antara Inggris dan Turki. Dalam perjanjian tersebut Inggris mengajukan syarat-syarat agar pasukannya dapat ditarik dari wilayah Turki, yang dikenal dengan ―Persyaratan Curzo. Isinya: Turki harus menghapuskan Khilafah Islamiyah, mengusir Khalifah, dan menyita semua harta kekayaannya; Turki harus menghalangi setiap gerakan yang membela Khilafah; Turki harus memutuskan hubungannya dengan Dunia Islam serta menerapkan hukum sipil sebagai pengganti hukum Khilafah Utsmaniah yang bersumberkan Islam.Persyaratan tersebut diterima oleh Mustafa Kemal dan perjanjian ditandatangani tanggal 24 Juli 1923. Delapan bulan setelah itu, tepatnya tanggal 3 Maret 1924 M, Kamal Pasha mengumumkan pemecatan Khalifah, pembubaran sistem Khilafah, mengusir Khalifah ke luar negeri, dan menjauhkan Islam dari negara. Inilah titik klimaks revolusi kufur yang dilakukan oleh Kamal Attatruk, la‘natu-Llâh ‗alayh. Walhasil, sejak saat itu hingga kini, sudah 82 tahun, umat Islam tidak lagi memiliki Khilafah Islam; suatu keadaan yang belum pernah terjadi selama lebih dari 13 abad sejak masa Khulafaur Rasyidin

  1. Mustafal Kemal ataturk (1342-1357H/1923-1938 M).

Ia adalah pemimpin turki (Bapak Bangsa Turki). Dahulunya adalah seorang perwira dalam pasukan Utsmaniyah. Lalu, dia bergabung kedalam organisasi Turki Muda. Namanya mulai bersinar pada tahun 1334 H/1915M dia mendirikan partai Nasionalis Turki yang mengganti kedudukan Organisasi Persatuan dan Pembangunan. Diantara kerja besarnya yang terkenal adalah menangnya di Yunani dan mengusir sekutu dari Anatholia pada tahun 1340 H/1921 M. Dia memiliki hubungan yang kuat dengan barat. Dia mengikat perjanjian Luazan dengan mereka pada tahun 1342 H/1923 M yang diantara isinya adalah turki harus menarik kekuasaannya dari seluruh Asia kecil, Konstatinopel, dan Trukistan.

  1. Menjadi Presiden Republik Turki.

 Pada tahun 1342 H/1923 M Khalifah islamiah dihapus, lalu turki berganti menjadi Republik sekuler. Mustafa Kemal menjadi presiden dengan model kepemimpinan ditaktor. Pemilihannya telah dilakukan beberapakali. Namun, ini tidak menyelamatkan rakyat hingga kematiannya pada tahun 1357 H/1938 M.

  1. Komitmen-Komitmen dan Permusuhannya terhadap Islam.

Syeikhul Islam Musthafa Sabri berkata dalam buku al-Asrar al-Khafiyyah Wara’a Iigha’ al-Khilafah al-Utsmaniyyah,”Mustafa kemal telah memiliki hubungan yang kuat dengan kelompok yahudi (Duanamah). Bahkan, ia salah satuseorang dari mereka, sebagaimana dikuatkan bahwa anggota Lembaga Ittihadiyah dan kamiliyah (pengikut Musthafa Kemal). Sejak kekuasaan di pegang Musthafa Kemal , turki telah jauh secara total dari Islam. Dia menghapus Khalifah Islamiah di Turki dan memutuskan hubungan dengan Islam dan negara-negara Islam. Dia mengganti Undang-undang Utsmani dengan Undang-undang Modern (Swissi), lalu mendorong turki ke arah Sekulerisme (paham yang memisahkan negara dengan agama dari dunia). Kemudian itu semua diikuti fenomena kehidupan di Turki. Maka, patut dicatat disini bahwa diantara orientasi utama Turki saat ini adalah orientasinya kepada barat, dan berkurangnya hubungan mereka dengan dunia timur Islam. Musthafa kemal terus disibukan dengan jabatan presidennya hingga dia meninggal pada tahun 1357 H/1938 M. Maka, berakhirlah riwayat Yahudi sekuler ini.dia tidak meninggalkan bagi turki selain kemiskinan dan keterasingan.

 

  1. Faktor Runtuhnya Turki Utsmani.

 Pada tanggal 3 maret 1924 M Khalifah terakhir resmi dibubarkan, 1 abad kurang atau lebih tepatnya sampai sekarang 95 tahun silam kekhilafahan Turki Utsmani atau kesultanan Utsmani runtuh. Hal ini merupakan suatu kedukaan bagi seluruh umat islam, karena Islam pada waktu itu pernah berjaya di benua Eropa dan bahkan hampir menguasi dua per tiga dunia. Dan pada waktu itu umat islam tidak dinaungi lagi oleh sistem ke khilafahan.

Adapun penyebab keruntuhan turki utsmani ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

a.Faktor Internal

Faktor internal keruntuhan turki Utsmani yaitu ketika penyakit Al-wahn sudah masuk kedalam diri umat islam terutama dikalangan para pejabatnya, karena tidaklah turki utsmani jatuh atau lemah kecuali ketika dipimpin oleh para pemimpin yang hubbu dunnya, yang ada al-wahn didalam dirinya, yang mana ini sudah rasul peringatkan empat belas setengah abad yang lalu dalam sabdanya, bahwasannya Alwahn ini adalah virus yang sangat berbahaya yaitu “Hubbud Dunyá Wa Karáhiyatil Maút” yaitu cinta dunia dan takut akan kematian. Jadi betapa sangat berbahaya sekali karena dapat meruntuhkan keimanan sesorang, dan keyakinan akan adanya kehidupan setelah kematian.

Awal mula atau benih-benih keruntuhan Turki Utsmani yaitu terlihat pada abad ke 18, dan pada waktu itu sejarah mencatat kalau para Sultan berpenampilan glamor, hidup bermewah-mewahan. sampailah salah seorang sultan yang menghitan anaknya sampai pestanya 45 hari, dan itu menghabiskan harta kerajaan yang sangat banyak sekali. Jadi disini bisa melihat bahwasannya ketika Al wahn sudah Ada pada diri umat islam, hal tersebut dapat menyebabkan umat lain tidak dapat menyegani lagi umat islam. Karena Rasulullah saw bersabda :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها فقال قائل ومن قلة نحن يومئذ قال بل أنتم يومئذ كثير ولكنكم غثاء كغثاء السيل ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم وليقذفن الله في قلوبكم الوهن فقال قائل يا رسول الله وما الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

“ Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745).

  1. Faktor Eksternal

 Sedangkan diantara faktor exsternal yaitu ketika munculnya Westernisasi atau ide-ide barat tentang skularisme, Plurasime, librelalisme. Kemudian dimunculkannya isu-isu yang membuat memecah belah antara kelompok dan golongan, sampai kemudian muncullah gerakan-gerakan yang mengusung pemikiran liberal yang diusung oleh orang-orang yahudi, setelah tokoh-tokoh muda turki diberangkatkan ke barat, sehingga tercemarlah pemikiran pemuda-pemuda turki yang pastinya sebelumnya ada pengdoktrinan kepada para tokoh muda turki, dan setelah kembali ke turki dengan pemikiran dan ideologis ala baratnya yaitu liberal menganggap kalau sistem pemerintahan dengan khilafah sudah tidak cocok lagi diterapkan di Turki dengan mempunyai maksud “gerakan pembaharuan”.

Sampai kepada puncaknya yaitu terjadilah konspirasi besar yang dilakukan oleh orang yahudi sampai kemudian runtuhlah Turki Utsmani. Itulah diantara faktor besar yang mengakibatkan runtuhnya Turki Utsmani, walaupun masih banyak faktor yang lainnya yang diantaranya adalah karena wilayah kekuasaan terlalu luas sehingga mempersulit proses administrasi, penduduk yang heterogen sehingga memerlukan oraganisasi  pemerintahan yang teratur, kelemahan penguasa terutama dalam hal kepemimpinan, adanya budaya pungli yang mana pungli telah menggejala di tubuh kerajaan Turki Usmani sehingga pada setiap jabatan yang ingin dicapai seseorang harus membayar untuk mendapatkannya, pemberontakan tentara Jenissasri yaitu tentara yang dibina sendiri oleh Turki Usmani ini terhitung beberapa kali melakukan pemberontakan yakni pada tahun 1525 M, tahun 1632 M, tahun 1727 M, dan 1826 M. Dan karena ekonomi merosot akibat peperangan demi peperangan yang  tidak kunjung usai, sehingga perekonomian Turki Usmani merosot tajam. Banyak biaya perang yang harus dikeluarkan, sedangkan dalam kondisi perang pemasukan dipastikan berkurang akibat keamanan dan kenyamanan tidak terjamin.

  1. KESIMPULAN

Pemerintah Kekhilafahan Turki Utsmani dikenal sebagai salah satu khilafah terbesar sepanjang masa. Hal ini dikarenakan daerah kekuasaannya yang sangat luas terbentang dari belahan timur hingga belahan barat dunia dengan lama kekuasaan kurang lebih 5/6 Abad. Dalam rentang waktu yang panjang tersebut, kekhilafahan Utsmaniyah menjadi kekhilafahan yang paling lama berdiri sekaligus menjadi daulah terakhir dalam peradaban Islam. Selama lebih dari 5/6 Abad memerintah, pencapaian demi pencapaian berhasil diraih oleh Turki Utsmani dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan sultan Mehmed II atau dikenal dengan Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukan Konstantinopel, ibu Kota kekaisaran Romawi, pada tahun 1453 M. Namun, kejayaan yang diraih oleh kekhilafahan Utsmani perlahan-lahan mengalami fase kemunduran ketika memasuki pertengahan Abad ke-16 Masehi. Kekhilafahan Utsmaniyah mulai memasuki fase kemundurannya, yakni setelah wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Kondisi tersebut berlangsung selama kurang lebih 2 Abad, setelah ditinggal Sultan Sulaiman Al-Qanuni, dan tidak ada tanda-tanda membaik sampai paruh pertama Abad ke-19 Masehi.

Juga berdasarkan pemaparan di atas maka ditarik kesimpulan bahwa proses runtuhnya khilafah tidak terlepas dari adanya campur tangan penjajah kafir yaitu Inggris yang bekerjasama dengan antek Barat yaitu Mustafa Kemal Ataturk. Melalui Perjanjian Sykes-Picot wilayah Turki dibagi-bagikan kepada negara-negara kafir penjajah. Misalnya Inggris mengambil wilayah Palestina. Tepat 3 maret 1924 secara resmi Mustafa Kemal Ataturk mengganti sistem pemerintahan umat Islam yaitu khilafah yang telah berdiri selama kurang lebih 14 abad diganti dengan sistem pemerintahan republik. Sampai saat ini umat Islam tidak lagi menerapkan Islam dalam aspek kehidupannya secara holistik. Adapun dampak yang ditimbulkan akibat ketiadaan khilafah adalah pertama, umat Islam disekat dengan paham nasionalisme yang mengakibatkan lahirnya negara-negara bangsa. Kedua, umat Islam dikuasai (dijajah) oleh penguasa adidaya barat kafir. Ketiga, kemiskinan semakin tinggi, tingkat kriminalitas serta pendidikan yang semakin jauh dari Islam yaitu diterapkannya asas sekularisme.

 

 

Daftar Pustaka

https://mediaumat.news/di-balik-keruntuhan-khilafah-3-

https://docplayer.info/35028987-Muhammad-shiddiq-al-jawi-malapetakaakibat-hancurnya-khilafah.html

https://pedanglangit.wordpress.com/2009/03/09/malapetaka-akibathancurnya-khilafah/

https://epustaka-al-islam.blogspot.com/

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Adam Dimyati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler