x

Kejaksaan Agung

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 15 Juni 2021 20:19 WIB

Anggota DPR Kritik Kejaksaan Agung Alat Kekuasaan, Sandiwarakah?

Atas kritik dari Anggota DPR RI terhadap Kejaksaan Agung yang lebih sebagai alat kekuasaan, apakah Kejaksaan Agung akan bergeming? Atau segera sadar dan kembali ke kitahnya sebagai penegak hukum negara, bukan penegak kekuasan? Apakah kritik Anggota DPR yang sangat terlambat ini, hanya sekadar sandiwara agar ada kesan DPR memihak rakyat? Semua tidak ada yang mustahil. Dan, baiknya, kita lihat saja bagaimana perkembangan berikutnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhirnya, ada juga wakil rakyat yang bicara tentang Kejaksaan Agung yang menjadi alat kekuasaan saat menjalankan penegakan hukum. Selama ini ke mana saja? Bukankah rakyat dan berbagai pihak di negeri ini yang tidak dalam gerbong kekuasaan sudah teriak atas Kejaksaan Agung yang demikian? Hanya jadi alat kekuasaan?

Syukurlah, dalam rapat Komisi III DPR RI bersama Jaksa Agung di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Senin (14/6/2021) ada Anggota Komisi III DRR yang mengkritik Kejaksaan Agung terkait fungsi penegakan hukum yang lebih sebagai alat kekuasaan, seperti yang telah diwartakan oleh berbagai media massa di negeri ini.

Tanpa harus saya sebut ulang siapa Anggota Komisi III DPR yang menilai Kejaksaan Agung saat ini terkesan menjadi alat kekuasaan saat menjalankan menegakan hukum, yang pasti kritik Anggota DPR tersebut banyak diamini oleh warganet dalam kolom komentar artikel yang mengulasnya.

Bahkan, banyak netizen yang menyindir, selama ini DPR ke mana saja? Andai dari seluruh Anggota DPR bersikap demikian, maka rakyat negeri ini bisa hidup tentram dan nyaman, karena wakil yang dipilih dan duduk di parlemen, benar dan amanah, merasakan keadilan yang sama.

Sayang, selama ini rakyat ternyata tak dapat berharap kepada DPR, karena para anggotanya pun sebagian besar adalah wakil dari kekuasaan,  bukan wakil rakyat, meski mereka duduk DPR karena suara rakyat.

Mengapa anggota DPR itu baru sekarang.mengungkap bahwa Kejaksaan Agung dalam tanda kutip, tidak lagi murni jadi alat negara yang melakukan penegakan hukum tapi juga jadi alat kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum.

Padahal Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum. Tetapi dalam praktiknya, kenyataannya terus ada disparitas, perbedaan, jarak, dalam penuntutan terkait perkara tindak pidana umum tersebut.

Rakyat bahkan sudah sangat hafal tentang disparitas yang berkali-kali terjadi dalam perkara yang berkaitan dengan hal kebebasan berekspresi atau hak berdemokrasi.

Yang pasti disparitas ini sudah dialami oleh orang yang memiliki pandangan politik bersebrangan dengan pemerintah dan rakyat juga tahu, siapa orang yang sudah terkena disparitas oleh alat kekuasaan bernama Kejaksaan Agung itu.

Lebih parahnya lagi, siapa pun orang yang kasusnya dianggap berseberangan dengan pemerintah, faktanya menerima dakwaan dengan hukuman maksimal.

Sementara dalam kasus yang sama, orang yang ada dalam pihak kekuasaan akan menerima hukuman lebih ringan, meski didakwa dengan pasal-pasal yang sama.

Apa kritik berpengaruh?

Atas kritik dari Anggota DPR RI terhadap Kejaksaan Agung yang lebih sebagai alat kekuasaan, apakah Kejaksaan Agung akan bergeming? Atau segera sadar dan kembali ke kitahnya sebagai penegak hukum negara, bukan penegak kekuasan?

Apakah kritik Anggota DPR yang sangat terlambat ini, hanya sekadar sandiwara agar ada kesan DPR memihak rakyat? Semua tidak ada yang mustahil. Dan, baiknya, kita lihat saja bagaimana perkembangan berikutnya?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler