x

Iklan

Fahmi Hasa, S.Pd., M.Or.

Dosen ITB; Bendahara Umum PSSI Jawa Barat; Ketua Bidang Kerjasama Perguruan Tinggi KORMI Jawa Barat
Bergabung Sejak: 25 Juni 2021

Sabtu, 26 Juni 2021 15:42 WIB

Cara Menghindari Serangan Jantung saat Olah Raga

Serangan jantung saat olah raga, bukan berarti membuat kita mesti menghindari aktivitas itu. Sebab hal itu visa dihindari. Kita juga perlu tau menanganinya saat kejadian semacam itu ada di hadapan kita. Simak artikel ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fahmi Hasan, Dosen,

Kelompok Keilmuan Ilmu Keolahragaan ITB

Ketua Bidang Kerja Sama Antara Lembaga, KORMI Jabar

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Olahraga Saat Pandemi

Dalam satu minggu terakhir ini kita setidaknya mendengan dua kali pemberitaan tentang atlet yang terkena serangan jantung. Pertama-tama ketika ajang Piala Eropa berlangsung, dialami oleh pemain asal Denmark, Cristian Eriksen. Beruntungnya, pemain asal klub Inter Milan tersebut terselamatkan berkat kesigapan rekan sesama pemain yang ada disekitarnya dan juga para petugas medis yang sigap memberikan perlakuan yang tepat. Kapten tim nasional Denmark mendapatkan sorotan ketika cekatan memberikan pertolongan pertama kepada Eriksen dengan berusaha menahan mulutnya tetap terbuka untuk memberikan jalur pernafasan ke area paru dan jantung. Hal tersebut adalah salah satu upaya penolongan pertama yang tepat dan baik. Sayangnya, diminggu ini kejadian serupa terjadi lagi di dunia olahraga, terutama di olahraga nasional, mantan atlet bulutangkis andalan Indonesia, Markis Kido menghembuskan nafas terakhirnya ketika bermain bulutangkis karena terkena serangan jantung.

Jika menarik mundur, kejadian serangan jantung pada saat berolahraga bukanlah hal yang pertama kali muncul di tahun ini. Di tahun 2020, pada saat awal mula ramai masyarakat untuk bersepeda, beberapa kasus serangan jantung ketika bersepeda mulai bermunculan. Hal tersebut sebenarnya tidaklah mengagetkan, mengingat kegiatan olahraga seperti sepak bola, bulutangkis, hingga sepeda merupakan olahraga yang membutuhkan intensitas tinggi atau kerja yang keras pada jantung.

Apa yang terjadi pada Eriksen bisa jadi salah satu representatif dari level elite athlete, kemudian apa yang terjadi pada almarhum Kido bisa jadi representatif dari atlet non profesional dengan status mantan atlet yang biasanya memiliki kebugaran dan suasana yang tidak asing dengan intensitas tinggi. Selanjutnya kasus yang menimpa para pegiat olahraga sepeda bisa jadi representatif dari para masyarakat umum yang memiliki ketertarikan berolahraga. Adanya resiko tersebut, bukan berarti kita menghindari olahraga tersebut, namun kita harus mengetahui resiko dan cara untuk menghindari serta menanganinya.

Cara untuk menghindarkan kita dari resiko serangan jantung pertama-tama tentu kita perlu mengetahui riwayat penyakit dan kondisi kesehatan. Dengan data dari dua hal tersebut kita bisa mengetahui rekomendasi jenis olahraga yang aman dilakukan oleh kita. Misal olahraga yang masuk kategori intensitas tinggi, sedang, hingga rendah.

Lebih jauh dari pada itu, dari rentetan kejadian serangan jantung yang dialami oleh para atlet/pelaku olahraga, poin utama yang harus disoroti adalah kita perlu mengetahui bagaimana cara pertolongan pertama yang harus diberikan kepada mereka yang terkena serangan jantung atau Bantuan Hidup Dasar (BHD). BHD kepada mereka yang terkena serangan jantung sering disebut Resusitasi Jantung Paru (RJP), RJP adalah serangkaian tindakan memberikan napas buatan dan pijatan jantung luar pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung. Saat ini, baru lingkungan rumah sakit saja yang memberikan pembekalan BHD, seluruh staf seperti satpam, apoteker hingga cleaning service ikut menerima pembekalan BHD. Diharapkan hal tersebut dapat diterapkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi, mengingat resiko kematian karena serangan jantung di Indonesia termasuk yang tertinggi.

Selain itu, mereka yang terkena kasus henti jantung, ada istilah waktu emas, waktu emas tersebut ada pada 10 detik pertama. Adapun data lain yang perlu diperhatikan adalah persentase kemungkinan terselamatkan seseorang yang mengalami henti jantung mencapai 95% jika mendapatkan perlakuan yang tepat tidak lebih dari 1 menit, dan begitupun ketika seseorang baru mendapatkan perlakuan yang tepat lebih dari 5 menit akan mendapatkan persentase kemungkinan terselamatkan yang sangat rendah, jikapun terselamatkan memiliki resiko terkena gangguan otak yang tinggi. Gangguan otak itu disebabkan karena tidak adanya suplay oksigen ke otak dalam durasi yang lama.

Setidaknya ada poin-poin yang harus kita ketahui ketika berada di lingkungan sekitar ada yang terkena henti jantung:

1. Periksa kesadaran korban. Saat berhadapan dengan orang yang henti jantung, periksa kesadarannya dengan cara memanggil korban sambil menepuk bahu. Bila belum bangun, panggil lagi dengan suara yang lebih keras;

2. Panggil bantuan. Berteriaklah minta tolong dan minta orang di sekitar Anda untuk menghubungi petugas kesehatan terdekat atau menelepon ambulans gawat darurat di nomor 119. Saat menghubungi petugas kesehatan, beritahu nama Anda, apa yang terjadi, nama dan jumlah korban. Sementara menunggu petugas kesehatan tiba, lakukan tahap selanjutnya;

3. Atur posisi korban. Posisikan korban terlentang, dan usahakan korban berbaring di atas alas yang datar dan keras;

4. Atur posisi kepala korban. Setelah atur posisi, tengadahkan kepala korban, lalu periksa bagian dalam mulut. Apabila ada benda yang terlihat menyumbat saluran napas, ambil segera. Penting untuk diketahui bahwa jangan sampai Anda menghabiskan waktu lama di tahap ini. Segera lakukan tahap berikutnya;

5.) Periksa nadi pasien. Dengan menggunakan jari, raba nadi yang ada di leher kanan atau kiri korban. Lakukan selama setidaknya 5 detik. Bila tidak dirasakan ada nadi, lakukan tahap berikutnya;

6. Lakukan RJP.

Jangan sampai, pemberitaan serangan jantung mengendurkan semangat berolahraga pada masyarakat. Tetapi seharusnya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk saling peduli dan menolong dengan memahami prinsip pertolongan hidup dasar. Yang seharusnya disosialisasikan oleh pemerintah dan federasi olahraga guna menekan resiko kematian karena serangan jantung pada saat berolahraga.

Ikuti tulisan menarik Fahmi Hasa, S.Pd., M.Or. lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler